Minggu, 01 April 2018

KATA-KATA MENGELEMBUNG

Duduk manis, di kedai berkumpul seraya bebincang dengan teman sembari menikmati air kelapa muda. Seorang teman dari Taiwan masgul ketika mendengar seorang Indonesia berseru "Wah, mau hujan" Pada sebuah sore yang mendung "Waw, bagaimana caranya" Temen dari Taiwan pun bertanya. Ia menyangka temen orang Indonesia itu sedang menginginkan hujan atau berminta (meminta) pada hujan seperti minatnya mengunyah dan mengulum-ngulum es krim.

Dialog kedua teman itu tidak bersangkut paut. Hingga satu teman Indonesia lainnya melerai dan menjelaskan maksud seruan itu "mau hujan" tidak berarti "I want to rain" seperti dalam bahasa Indonesia kendati kata "mau" dalam bahasa Indonesia dipadankan dengan "want" dalam kamus Indonesia-Inggris". "Mau hujan" dalam kalimat itu memiliki arti "akan hujan", yang padanannya persis sama dengan bentukan dalam bahasa Inggris "It will rain".

Teman dari Taiwan itu menggeleng-gelengkan kepala setelah mendengar penjelasan ini "susah sekali belajar bahasa, ya". Ia sudah menetap di Indonesia selama lima tahun tapi hanya memakai bahasa Indonesia untuk percakapan pendek dengan sopirnya, memesan kopi di restoran atau bertanya arah jalan kepada satpam. Ia mengindari penggunaan kalimat panjang yang memiliki arti komplek dan memilih memakai bahasa Inggris demi menghindari kesalahpahaman dari lawan bicaranya.




Bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu (Riau) yang tentu juga dituturkan oleh orang jawa dan sunda, yang sesungguhnya tidak punya akar dan pertautan genetika dengan bahasa Melayu. Di kampung-kampung di jawa, tak sedikit orang yang memandang aneh mereka yang berbicara dalam "bahasa Jakarta" varian lain dari bahasa melayu. Dikalangan menegah bahkan tak jarang menuai semacam cibiran jika bertemu dengan orang yang memakai "bahasa Indonesia yang baik dan benar" utamanya dalam percakapan lisan.

Bahasa Indonesia itu (bagi saya rumit) bahasa percakapan dan bahasa tulisan berbeda. Dalam bahasa lisan meski dalam banyak bahasa lain di dunia juga terjadi, kalimat bahasa Indonesia sering tak komplek dan mengandung konteks yang hanya diketahui oleh orang Indonesia.


Ketika teman sejawat asal Taiwan tersebut mendengar lagi kalimat yang berbunyi "Wah, dia mah orangnya suka drama" teman itu menyangka kalimat itu sepadan dengan "Dia menyukai (film) drama". Padahal artinya lain sama sekali. Seperti sebuah poster dengan tulisan yang berbunyi "Bagi kamu yang suka drama" ini tak berarti imbuhan untuk mereka yang menyukai film cerita.


Arti kata "drama" dalam bahasa percakapan telah memuai dan menggelembung arti lain yang tak dimiliki kata lain. "Drama" dalam kalimat "dia mah orangnya suka drama" berarti orang itu suka melebih-lebihkan situasi yang biasa saja menjadi dramatis entah karena pengaruh senitron yang memang acap melebih-lebihkan peristiwa biasa saja. Kata "drama" diterima dalam percakapan publik baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia dengan arti sebagai orang yang gemar mendramatisasi keadaan "Drama" sebagai kata benda yang tercantum dalam kamus berubah menjadi kata kerja dalam percakapan.


Demikian pula kata "mantan" yang dalam percakapan seolah-olah hanya merujuk pada "bekas pacar". Padahal kata ini melekat pada kata lain yang merujuk pada jabatan seperti, misalnya: Mantan Menteri Dalam Negeri, Mantan Camat, Mantar Rektor. Sebuah kata akan menemukan arti baru jika dipakai secara terus menerus dengan arti seperti itu. Mungkin benar. Sebuah pernyataan tersebut.


Kerugian lain makin banyak orang asing yang kesulitan mempelajari bahasa ini karena tak ada patokan yang jelas orang asing di sini tak hanya orang di luar Nusantara tapi kita semua yang karena orang Indonesia pun masih harus mempelajari bahasa ini dengan susah-sungguh. (Apalagi buat saya sendiri )





(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar