Jumat, 30 Mei 2014

ORNAMEN (MANIPULASI RUANG DENGAN WARNA)..

Lagi-lagi bicara tentang warna. Di dunia terdapat beragam warna unik yang jika ki pandai mengolahnya dapat mempercantik penampilan tempat tinggal. Sebagaiman dikabarkan indeaonline.co.id, warna merupakan komponen ajaib untu "memanipulasi" kesan kita atas suatu ruangan. Warna dapat memperluas ruang dan sebaliknya bisa menciutkan ruang. Pembaca mungkin pernah mendengar seputar tata letak interior yang tak oke. Semisal, atap kamar yang rendah atau ruang belajar yang sempit. Jika renovasi untuk memperluas ukuran atau meninggikan atap tak mungkin dikakukan, mengganti warna cat mungkin bisa diusahakan, mengganti warna cat mungkin bisa bisa di usahakan. Mengolah warna ini dapat membantu meringankan tekanan psikis akibat ukuran ruang yang sempit. Dengan memoleskan warna yang tepat, penghni akan mengalami suasana baru.

Dimulai dengan memulaskan warna-warna cerah atau terang pada dinding, hal ini dapat menimbulkan kesan interior yang lebih luas. Warna terang diyakini dapat menciptakan kesan jarak antardinding terlihat lebih jauh dari sebenarnya. Warna putih menjadi yang paling pas digunakan. Jika ingin menggunakan efek warna yang mendekati putih, pemilik rumah bisa memilih warna biru muda atau pucat. Jika memungkinkan, penererapan warna terang akan lebih optimal bila di barengi dengan jendela besar agar cahaya alami dapat memapar masuk ruangan. Perpaduan warna terang dan cahaya alami akan mengusir kesan sempit dan pengap.

Namun, jika pemilik rumah merasa memiliki ruangan yang kebesaran, mengaplikasi warna-warna gelap dapat membantu memapras dimesi tersebut. Warna gelap bisa membuat ruangan yang luas terasa lebih sempit. Pemilik rumah bisa menghadirkan atmosfer ruang yang lebih hangat dan intim dengan memoleskan warna-warna gelap. Warna cokelat atau merah marun misalnya, akan mendatangkan kesan jarak antar dinding yang lebih dekat dari sebenarnya.

Warna juga bisa memberikan kesan tinggi atau pendek pada jarak lantai dengan langit-langit. Jika plafon disapu dengan warna-warna yang lebih muda daripada warna dinding, ruangan akan terasa lebih tinggi. Cara ini cocok diterapkan pada unit apartemen yang umumnya berlangit-langit rendah. Jika olah warna ini dipadukan dengan meletakkan perabotan pendek, ruangan akan kian terasa luas. [***



Yustinus Setyanta.
Jogja

Kamis, 29 Mei 2014

PERSEMBAHKANLAH HIDUPMU

Disamping ini ada gambar, dalam gambar cover ini terlihat nampaknya yang dimaksud adalah gambar hati. Hati yang ada perbanya ada pakunya, mungkin ini hati yang terluka. Hati yang luka pendeknya gambar ini merujuk pada tulisan dalam Injil Lukas 2 : 22-40, di mana Simeon mengatakan "Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri" kalau kita mendengarkan kalimat ini nampaknya sangat mengerikan. Pada pedang nampaknya tertusuk sampai menembus jiwamu. Napaknya juga ada kesakitan, ada luka disana. Maka cocoklah temanya "Persembahkanlah Hidupmu". Persembahkan luka duka pedang yang diakibatkan oleh pedang yang menembus jiwa Bunda Maria nampaknya memperlihatkan kemuliaan Bunda Maria. Bagaimana bisa sebuah luka menunjukkan kemuliaan seseorang.

Adakah orang yang tidak pernah terluka? Mungkin tidak ada, entah besar atau kecil luka itu. Seberapa dalam, seberapa praharanya. Ini akan memperlihatkan seberapa dalam kita mencintai Tuhan. Seberapa iman kita berdasarkan luka itu bisa menentukan apakh kita beriman atau tidak. Bunda Maria walaupun terluka karena ditembus oleh pedang tetapi ia tetap mencintai Tuhan. Gambaran pedang itu adalah senjata yang sangat tajam sehingga ia dapat membelah sesuatu, membelah atau memilah. Sehingga dengan tertembus pedang lalu terbelah antara yang baik dan yang jahat. Lalu disana kita bisa memilih, dan Bunda Maria memilih yang baik. Disitulah kemuliaan Bunda Maria muncul.

Ada beberapa kisah yang memperlihatkan bagaimana luka bisa menunjukkan wibawa. Nah ini mungkin luka tusuk saja dahulu ya. Suatu ketika teman saya bertanya tentang luka. Aku memiliki luka dimata kaki. Jadi luka itu, saya pada teman saya itu. Ini luka karena pecahan piring, kata temen saya.

Nah, luka yang tertusuk pedang kebenaran. Bunda Maria pasti mempunyai luka yang begitu luar biasa. Karena memperlihatkan kemuliaanya juga luar biasa. Ada sebuah kisah mengenai luka hati, yang justru menunjukkan kemuliaan itu. Mahatama Gandhi, ketika ia di india masa mudanya, ia seorang pengacara yang sukses hanya kalau pindah ke Afrika selatan. Pada waktu itu Afrika Selatan masih menganut politik Apartehid diskriminasi antara orang kulit putih dan orang kulit bewarna. Kalau naik kereta apa naik bus di tempat umum dipisahkan. Nah Mahatama Gandhi ini karena orang kaya lalu dia naik kereta membeli tiket kelas satu vip yang sebenarnya hanya untuk orang kulit putih. Tapi Mahatama Gandhi tetap nai di gerbong vip. Kondekturnya datang menyuruh pindah. Tapi dia tidak mau, dia mengatakan 'aku beli sendiri, aku punya uang'. - 'Tidak bisa ini hanya untuk orang kulit putih'. Lalu kereta itu berhenti dia diseret keluar dan ditendang di suatu stasiun yang kecil, dia terluka, sakit hati, terhina. Telecehkan. Tapi apa yang terjadi, kdtika ia sakit hati seperti itu? Memang sempat dalam benaknya dia mau menuntut orang itu, balas dendam. Toh dia seorang pengacara hebat. Tetapi dia memutuskan untuk mengampuni. Sejak itu Mahatama Gandhi bertekat akan memperhatikan orang-orang kecil yang menderita. Dan munculah kemudian seorang besar Mahatama Gandhi di mulai dari luka.

Ada kisah yang lebih hebat lagi. Nelson Mandela. Dua puluh tujuh tahun dia dipenjara, di siksa, dipenjara yang sempit tiap hari dia harus bekerja paksa, kerja rodi. Diikat dirantai leher tangan, kaki lalu memecahkan batu, penjaranya juga sangat sempit. Keluarganya diluat itu juga dicerai beraikan, luar biasa. Setelah duapuluh tujuh tahun ia dikeluarkan dari penjara, tetapi masih ada juga orang yang berusaha membunuhnya, tetapi gagal. Lalu datanglah saatnya dia menjadi presiden afrika selatam. Para pengikutnya tentu saja senang dan mengatakan ini saatnya kita balas dendam. Tetapi Nelsen Mandela mengatakan, 'tidak ampuni saja mereka. Apa urusannya, aku dengan kesalahan mereka'. Luar biasa. Mungkin orang mengatakan Nelson Mandela orang yang paling bodoh. Punya kesempatan balas dendam knk tidak dilakukan. Jelas Nelson Mandela pasti terluka juga. Tetapi pedang yang membelah antara baik dan yang jahat memperlihatkan dengan jelas dalam diri Nelson Mandela ia memilih yang baik.

Maka kembali pada pertanyaan apakah pernah terluka, atau sedang terluka dan apa yang terjadi ketika mengalami luka hati, luka batin. Ataupun mungkin hanya sekedar memar hati, apakah kemudian melihat dengan jelas sebuah pedang yang tajam menghujam jiwamu, dan membelah secara nyata mana yang baik dan mana yang benar. Di mana menpunyai kesempatan untuk memilih, pilihan ada di tangan kita. Tetapi begitulah gambaran kehidupan. Dalam bacaan : Ibr 2:14-18  Ia laksana api bukan pemurni logam, seperti sabun tukang penatu. Penderitaan itu memurnikan hidup. Gambaran sederhana itu gerabah di kasongan. Mungkin sudah tau kasongan. Sebuah desa wisata di Yogyakarta, yang menghasilkan gerabah yang sangat indah. Tanah itu diinjak-injak dahulu, dicampur dengan sedemikian rupa lalu diputar dibentuk, setelah itu dipanaskan dibakar selama suhu seribu derajat celsius, setelah mengalami pemanasan seribu drajat dia menjadi gerabah yang indah. Tanpa pembakaran dia tidak menjadi gerabah yang baik.

Demikian pula hidup manusia, tanpa mengalami menderita, ia tidak akan menemukan dirinya baik. Itulah gambaran dari kehidupan, hidup kita sebagai orang beriman, kenapa ya kita harus menderita, kenapa harus terluka, maka dalam kesempatan ini menyadari luka-luka kita. Itulah jalan bagaimana kita memilih Tuhan.. Marilah kita mohon dari rahmat Tuhan agar kita bisa melihat dengan jelas dalam luka-luka kita, di dalam penderitaan kita pedang tajam yang menembus jiwa kita melihat antara yang baik dan yang buruk dan kemudian memilih yang baik. Karena disanalah kita bisa menemukan Tuhan. Kalau toh kita tidak sanggup melihat mana kebaikan, mana keburukan. Kembalilah pada tema ini. "Persembahkan Hidupmu, seluruh hidupmu luka dan duka. Suka hidup kita ini kepada Tuhan. Amin


Yusinus Setyanta
Jogja



Rabu, 28 Mei 2014

Mentari Senja

By : Yustinus Setyanta

OBJEK WISATA

Pantai Watu Kodok.
       Kabupaten Gunungkidul kaya objek wisata pantai. Kebupaten terluas di DIY ini memiliki panjang pantai 70 kilometer mulai dari kecamatan Purwosari hingga Girisubo. Meski sudah banyak pantai yang dibuka untuk objek wisata, tapi masyarakat pesisir selatan semakin giat membuka pantai-pantai baru untuk bisa dikunjungi wisatawan.
        Pantai Watu Kodok yang terletak antara pantai sepanjang dan drini, merupakan objek wisata baru yang dibuka oleh masyarakat setempat. Pantai ini benar benar masih perawan dan alami karena belum mendapatkan sentuhan pembangunan infastruktur dari pemerintah maupun ivestor. Padahal pantai yang panjangnya lebih kuran 600 meter ini tidak kalah keindahannya dengan pantai baron, krakal maupun pantai indrayanti.
        Sejak beberapa bulan terakhir ini sudah banyak wisatawan domestik yang melirik destinasi baru ini. Bahkan sudah ada beberapa wisatawan mancanegara menikmati pantai yang masih alami ini. "Setiap sabtu dn minggu atau hari libur lainnya banyak wisatawan datang kesini, "kata seorang warga desa deket pantai tersebut yang beberapa hari yang lalu saya jumpai. Menurut warga warga setempat, kawasan ini dibuka untuk parwisata sejak 3 tahun silam hingga sampai sekarang ini saya buat catatan di blog saya. Masyarakat pesisir juga membersihkan rumput yang memenuhi kawasan pantai sampai membangun gazebo dan warung makan sederhana di pinggir pantai yang menempati tanah Sultan Ground (SG).

        Kawasan wisata pantai baru ini banyak dikunjungi wisatawan sejak 6 bulan silam, pada setiap hari libur rata-rata di kunjungi 500-1000 wisatawan. Kawasan ini semula grumbul kini menjadi objek wisata menarik," ujar salah seorang warga setempat yang berdagang di kawasan pantai ini. Di kisahkan nama pantai watu kodok aslinya watu ndodok (jogkok) yakni tempat untuk nogkrong para serdadu belanda ketika terjadi perang dunia ke II tahun 1949. Lokasi ini dijadikan tempat pengungsian bagi rakyat gunungkidul dari serangan tentara belanda. Bahkan masyarakat sering menyebut Pantai Watu Kopen, karena pada waktu itu tempat ini digunakan untuk memanaskan makanan bagi serdadu belanda. Ketika belanda tidak berada di lokasi ini, ada warga yang membuka lahan di sekitar pantai ini.

       Pantai baru ini perlu ada polesan meskipun tidak mengubah keaslian pantai, yakni dibangun kios yang represantatif, tempat parkir kendaran dan tanggul pengamanan pantai dari abrasi laut yang sudah mengkhwatirkan. Menurut pak ngatno mantan kepala desa kemadang, kecamatan Tanjung sari, kelebihan pantai watu kodok dengan pantai lainnya, ombaknya tidak terlalu besar, sehingga aman bermain air laut. Wisatawan juga bisa bermain di pasir putih yang cukup rendah.

       Demikianlah catatan ini saya buat mengenai wisata pantai baru atau katakanlah belom begitu terkenal saat ini. Mungkin dimasa-masa mendatang akan terkenal atau banyak wisatawan manca maupun lokal yang mengetahui serta berkunjung ke pantai ini.
Terima Kasih ***



Yustinus Setyanta
Gunkid - Yogyakarta.

BerTeduh

Kenapa tak sanggup...
Menyaksikan tangisan Ibu Pertiwi...
Sudah tak mampu lagi...
Lewati butir-butiran...
Airmata yang berjatuhan...
Membuat genangan...

Berteduh
Tuhan, aku mau berteduh di bawah payung-Mu...
Merasakan hangatnya dekapan kasih-Mu...

Yustinus Setyant
Jogja



Inspirsi puisi dari Opini " Kulihat Ibu Pertiwi"
"kita adalah masyarakat yang telah lupa bagaimana menangis, bagaimana berbela rasa, menderita bersama orang lain. Globalisasi ketidak pedulian telah mencabut kita dari kemampuan untuk menangis." Oleh (Rm. Sindhunata. SJ, Kompas, 23/09/2013)

GRIYA

Warna Sebagai Fokus Ruang.

    Selaraskan warna merah dengan warna pastel, atau merah dengan tone lebih kuat seperti maron. Kemudian kontraskan dengan warna hitam secara minimalis. Warna-warna itu semua akan menjadi isi dari sebidang ruang berwarna dasar putih. Fokus warna, dapat menjadi elemen ruangan yang sempit. Warna juga dapat diwujudkan ke dalam vas bunga, bunga, lukisan didinding, atau pernak-pernik lain. Dapat pula karpet, bantal kursi, atau taplak meja.

     Pilihan warna yang akan dijadikan fokus pandangan ruangan, pada prinsipnya bebas. Kita dapat memilih warna sesuai selera. Karena warna merupakan cermin dari kepribadian kita. Jika dipilih warna merah, hanya untuk contoh. Meski, merah secara universal memiliki 'pesan' dinamis, berani dan ceria.

Dalam buku 'what the colour is karya jordan smith, memilih warna merah akan lebih berusia panjang. Ketika musim dingin/hujan warna ini memiliki energi menhangatkan ruang. Ketika musim panas warna merah akan menyemarakkan suasana "sehingga warna ini, sangat flexible. Jangan ragu memilih merah, kita akan terbawa energi muda dan perkasa" paparnya.
     Mengombinasikan warna merah dengam warna putih (warna dasar) merupakan tindakan 'sederhana' dan dapat meminimalisasi 'kesehatan' penataan ruang akibat tone warna yang kurang pas. Sebab kesakahan tone warna, dapat berakibat ruangan menjadi tidak berkarakter atau kehilangan kesan yang diinginkan - misal, kesan hommy, cozy atau lainnya.
   
      Menata ruang, tidak hanya bagaimana meletakkan isi ruang seperti furniture dan pernak-perniknya. Namun memerlukan suatu fokus yang menjadi 'eye catching' atau titik pandangan. Ada baiknya kita mencoba warna sebagai fokus ruang. Pilih satu warna yang layak sebagai 'titik pandang' dan dapat diikuti oleh warna lain untuk harmonis. Makin banyaknya apartemen atau rumah minimalis, menjadi tantangam kita untuk menata ruang secara efisien. Salah satunya, mencoba memberi kesan lapang pada ruang sempit, kita dapat memilih warna dasar putih. Agar tidak terkesan monoton, pilihlan warng sebagai fokus ruangan. Dalam tulisan ini, diimplementasikan warna merah dasar sebagai fokus ruangan. Warna merah banyak mengandung manfaat psikologis. Konon sebagai lambang suasana yang heroik, dinamis, bersemangat, dan berjiwa muda.
  


Yustinus Setyanta
Jogja

Selasa, 27 Mei 2014

Denting Kemuning Senja

Diantara remang
Sebilah lilin sebagai cahaya
Ulas memahat sunyi
Dalam duduk mengukir
Nista hati

    Di sini hati ku berkata
    Dengan setumpuk aksara
    Berderet berontah
    Sejajar pasukan
    Menanti utusan perdamaian

         Gulung menderu
         Jegur sua menghantam badai
         Seak bergemuruh
         Gulungan ombak
         Menderu sayatan sua
         Yang akan dibawanya

Denting kemuning senja
Menjemput malam tiba
Ratak yakin bukan rekayasa
Belaka
Bawalah duhai ombak ku
Deretan aksara yang ku tulis
Di pesisir pantai mu
Bisikan lah dengan ukiran
Kasih tulus ku
Dalam tepian hati pujaan

     Lihat lah kemuning menatap ku
     Engkau kah itu berseri nian wajah mu
     Telah tersenyum memandang ku
     Aku memahat cinta mu
     Dengan penuh tulus
     Aku mencintai mu


Yustinus Setyanta
Jogja

KEINGINAN

Jika saat ini anda ditanya apakah keinginan yang anda harapkan, yang setelah meraihnya, anda tak akan memiliki keinginan lain lagi, dapatkah anda menjawabnya dengan pasti? Tidak, kan?. Sebab kita selalu punya keinginan yang susul menyusul. Jika keinginan satu telah tercapai, akan datang pula keinginan lain. Seperti kata seorang teman, keinginan itu seperti hari esok, selalu datang tetapi tidak pernah tiba selama kita masih ada di dunia ini. Selama kita masih hidup.

Keinginan memang menciptakan kemajuan. Keinginan memang membuat dunia ini berkembang dan selalu berkembang. Dan ia tidak pernah sempurna. Dan tidak akan pernah selesai. Jika tidak, kita mungkin tidak lagi hidup. Atau hidup akan selalu berada dalam lorong gelap tanpa kemajuan sama sekali. Namun, keinginan juga sering atau bahkan selalu menciptakan ketidak-stabilan. Keinginan bahkan mampu membuat kekerasan, pembunuhan dan perang. Demikianlah, setiap keinginan selalu bisa baik dan bisa buruk. Tetapi dapatkah kita mencegahnya tanpa kita merasa hampa tak berguna bahkan merasa mati? Sebab tanpa keinginan, manusia hanya berupa mahluk dan bukan insan. Hanya robot tanpa pemikiran.
Maka keinginan kita, walau terkadang dapat menakutkan namun tak dapat dihentikan tanpa merusak hidup kita. Walau tentu, dengan upaya sukarela, kita tetap dapat mengekangnya sebisa yang kita mampu. Dan karena keinginan kita bisa tidak terbatas, kita sendirilah yang harus menyadari kemampuan kita yang terbatas. Bahwa tidak semua yang kita inginkan dapat dan harus tercapai. Bahwa tidak semua hasrat dan ambisi kita harus dapat kita raih. Sebab keinginan berasal dari pikiran yang tak terbatas namun perasaan kita sesungguhnya mampu membuat kita menyadari apa yang bisa dan apa yang tak bisa kita raih.
Untuk itulah kita butuh kesadaran diri. Untuk itulah kita perlu memahami kemampuan kita sekaligus mencoba untuk memahami pandangan di luar diri kita. Sebab kita hidup tidak sendirian. Tidak hanya sendirian. Maka kita harus bijaksana dalam berkeinginan. Tetapi kebijaksanaan itu tidak perlu membuat kita takut untuk memiliki keinginan sendiri. Tidak perlu membuat kita gentar dan pada akhirnya memendam kemampuan kita sendiri. Sebaliknya, kadang ada hal-hal yang dapat dan harus dilakukan untuk membuat terobosan saat suasana kehidupan sedang buntu seakan tak ada jalan keluar. Dan sungguh, itulah kemampuan seorang manusia yang paling luar biasa. Berpikirlah, pahamilah dan lakukanlah jika memang harus.
Selebihnya, serahkanlah kepada TUHAN apapun hasilnya. Apapun juga.



Yustinus Setyanta

Roh Kudus Membaharui

Roh Kudus penuntun jiwaku pada s'gala kebenaran...
Roh Kudus inpirasi setiap orang yang sedang kebingungan...
Roh Kudus penggerak hati beku karenan kemapanan...
Roh Kudus pengembang s'mangat cinta setiap perbuatan...





Kaubaharui s'mangat berkorban dalan hatiku yang lamban...
Kau ingtakan waktuku tenggelam di dalam cinta diri...
Kau memberiku harapan baru meskipun aku kehabisan...
Kau menyegarkan hati gerang jiwa usang mengandalkan diri...


Roh Kudus Kaulah Allah yang benar...
Engkau membuat hatiku tegar...
Tuk berani membela yang benar...
Agar nama-Mu megah bersinar...

Kita diutus Allah...
'tuk berjuang tanpa kenal lelah...
Tuk menguatkan semangat lemah...
Menghibur orang berhati susah...

Majulah terus pantang menyerah...
Roh Kudus menjagamu tanpa lelah...
[KE. 17(1)]


Yustinus Setyanta

BAHAGIA BERADA DI "PUNCAK GUNUNG" BERSAMA ALLAH

Setiap orang beriman pasti pernah merasakan bahagia karena kehadiran Allah dan merasakan sentuhan lembut kasih-Nya. Petrus, Yakobus dan Yohanes juga mengalami kehadiran Allah ketika berada di puncak gunung ketika dia melihat Yesus berbincang-bincang dengan Nabi Musa dan Nabi Elia. Pasti pemandangannya sangatlah indah dan menakjubkan karena dikisahkan bahwa mereka bercahaya dan putih bersinar.

Kisah dalam Injil Matius 17:1-9 ini memang menceritakan tentang orang-orang yang mendapatkan pengalaman "pucak gunung". Mereka mengalami perjumpaan dengan Allah sehingga merasakan kebahagiaan sejati sebagaimana dikatakan Petrus "Tuhan, betapa bahagianya kami....". Kita pun bisa merasakan pengalaman itu meskipun karena kelemahan diri kita, kita sering kali tidak peka merasakan kehadiran Allah. Ketika kita meraih prestasi luar biasa atau ketika mengalami kejadian yang spektakuler, seperti mukjizat kesembuhan, kita dengan gampang merasakan kehadiran Allah. Sebaliknya, kita sering merasakan bahwa Allah tidak hadir di tengah-tengah kita ketika merasakan sedih dan frustasi, didera bencana atau saat dirundung persoalan. Ingatlah bahwa tokoh-tokoh dalam Injil Mat 17:1-9 justru merasakan kehadiran Allah saat mereka mengalami derita panjang dan didera rasa frustasi. Musa mengalami perjumpaan dengan Allah ketika dia merasa frustasi saat menyaksikan kekebalan hati bangsa israel. Demikian pula dengan Elia yang merasa frustasi dan khawatir akibat munculnya ancaman Izabel.

Bila saat ini Anda belum merasakan pengalaman hidup yang spektakuler, ini tidak menjadi masalah. Allah bisa hadir dalam setiap pengalaman hidup sekecil apapun itu, pada saat kita sedih, frustasi, kecewa dan juga pada saat kita merasakan bahagian dengan senyum indah di wajah. Allah hadir pada setiap pengalaman hidup kita dan perjumpaan itu membuahkan kebahagian sejati. Kita hanya perlu melatih diri agar semakin peka merasakan kehadiran-Nya.

Sekali lagi kita juga bisa merasakan bahagianya berada di "puncak gunung" bersama Yesus. Namun Yesus menghendaki kita untuk membawa kebahagian itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Dari pertemuan dengan Yesus dan mendengarkan ajaran-Nya kita akan mendapatkan kekuatan dan rahmat yang kita perlukan untuk menghadapi berbagai macam tantangan hidup dalam kehidupan nyata. Tugas panggilan kita bukan hanya mengagumi, mensyukuri kemuliaan Allah namun lebih dari itu adalah untuk memberitakan kemuliaan Allah. Itulah yang diharapkan Yesus agar kita bersatu dengan-Nya lalu kita bisa kembali terjun dalam kehidupan kita dan menjadi perpanjangan tangan, kaki dan hati-Nya. Kita diharapkan menjadi saksi dan berkat bagi sesama dan membawa kasih Yesus kepada setiap orang yang mendambakan uluran kasih Allah.

Selamat berjumpa dengan Allah dalam setiap langkah perjalanan hidup Anda dan rasakan nikmat bahagianya.




Yustinus Setyanta
Jogja

Untuk Satu Hati

 








Mungkin kau kira aku lelah
Saat kau jauh, Saat ini jarak memisah
Aku hanya bisa berdoa
Dalam kegetiran ku sendiri
Mencoba untuk lebih tegar dan yakin

Cinta yang kau janjikan
Hanya untuk satu hati
Percaya aku padamu
Walau kadang ku rapuh

Tapi TUHAN
Aku percaya Kuasa-MU
Tentang ketulusanku

Hanya untuk
satu hati
satu rasa
satu jiwa
satu raga
satu nafas
satu nama
Yaitu dirimu

Cukup TUHAN
Yang tahu akan hatiku
Tak kan lekang
Oleh waktu dan segala ujian
Ketulusanku akan ku abadikan
Sampai ajal menjemputku
Menunggumu sampai ahkirnya kan tiba
Dan indah pada waktunya



Yustinus Setyanta
Jogja

Minggu, 25 Mei 2014

GORESAN ASA

Aku simpuhkan
Diksederhanaan
Kata-kataku
Aku terpaku
Menatap indah
Lantunan kidungmu

Aksara jiwa kau paparkan
Pada malam kesunyian
Apakah kau tau
Aku sendiri diufuk rindu
Menanti siapa aku???
Dirimu

Hanyalah pena usang
Dalam goresan asa
Hanyalah tinta pudar
Yang ku semat
Menjadi aksara malam

Yustinus Setyanta



LEMBAYUNG SENJA DI TAPAL BATAS


(foto di ambil di prambanan)
Ketika mentari senja berwarna lembayung turun merunduk perlahan menyusup ke peraduan, sebentar lagi akan bersemayam dala gelapnya malam, sementara angin senja menerpa perlahan mendesis mengusik rimbunnya dedaunan, tatkala cahaya semakin memudar menuju kegelapan malam. Senja di tapal batas kota, dibantaran kalikuning yang membelah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, seolah menjadi tapal batas antara Timur dan Barat.

Aku berdiri menatap mentari yang semakin meredup di tubir kali , ketika bibir mungil seorang anak kuecil madi di kali bertanya Mas …. Lembayung apa sih?, Kujawab sebisa ku dan sejujur nya bahwa itu adalah kata kiasan yang penuh makna, sering digunakan dalam syair dan dongeng maupun legenda. Nak …Jawab ku “ Mas koq diem, nggak bisa menjelaskan dalam kata- kata, tapi kalau kamu mau tau itu loh sambil menujuk mentari yang hampir tenggelam … nah itulah warna lembayung adanya hanya di senja hari.

Yustinus Setyanta
Prambanan

SEBUAH SIMBOL

     Tukang tambal ban, biasanya memasang simbol ban bekas yang kemudian ditulisi "tambal ban" lantas digantung di bagian depan.

     Orang kristiani pun mempunyai simbol berupa salib kayu yang lalu digantung di atas pintu rumah. Bedanya, kalau tukang tambal ban dengan simbolnya menyediakan jasa menambal ban-ban kendaraan orang lain yang bocor terkena paku, tetapi banyak orang kristiani yang tak tau simbolnya itu berarti apa bagi orang lain. Mereka tahu pasti arinya bagi diri sendiri, tetapi bagi orang lain, entahlah....?


Yusinus Setyanta
Jogja

Sabtu, 24 Mei 2014

SELAMAT

     Kata selamat sering digunakan di berbagai kesempatan di berbagai keperluan. Selamat tidur untuk perpisahan kesadaran di malam hari untuk orang yang kita kasihi, selamat jalan untuk mengucapkan perpisahan dengan orang yang akan bepergian jauh. Selamat makan untuk basa-basi ketika mempersilahkan orang lain makan. Selamat datang sebagai sambutan sebuah acara atau kedatangan di suatu wilayah.

   
      Yesus memang Juru Selamat, namum bukan tukang memberi selamat sebagaimana MC, melainkan pembawa keselamatan. Yesus tidak menghendaki perpisahan melainkan menginginkan persatuan. Ungkapan Yesus pun bukan sekedar basa-basi tetapi sabda yang penuh arti. Sayang ketika jaman semakin moderen, ketika orang semakin sibuk berusaha menyelamatkan diri sendiri, dan tidak peduli akan keselamatan orang lain, ada yang masih tega membiarkan Dia bekerja seorang diri.

Yustinus Setyanta
Jogja


Kamis, 22 Mei 2014

Tidurlah

Tidurlah...
Biar angin selinap kelammu...
Sejuki lelahmu...
Tidurlah...
Sampai lelap membongkar mimpimu...
Ke ketenangan yang indah...
Barulah embun sadari mata...

Tidurlah...
Dalam peraduan bintang...
Yang senandungkan nina bobo...
Masih di kasur anggun rebahkan diri...

Tidurlah... Dalam balutan doa...
Sampai rahmat pagi menjumpati...
Kini masih digelap malam...
Menorehkan cerita siang...
Telusuri selimut kantuk...


Yustinus Setyanta


Tulisan Dalam Gambar

Yustinus Setyanta  - Jogja

YANG TERSEMBUNYI

Seperi asap......dia akan selalu berubah bentuknya. Di setiap ujung, kita tak mampu menduga akan bergerak kemana. Tetapi kita masih bisa melihat kepulnya, meski tak lama kemudian meghlang. Itulah sepenggal waktu yang ada pada kita..... Sekiranya bisa; menikmati setiap gerak, setiap bemtuk, dan setiap lekuk, kita bisa bercerita banyak. Tentang syukur, tentang kegembiraan dan kesedihan, tentang......diri kita sendiri.


Yusinus Setyanta - Jogja


Minggu, 18 Mei 2014

Aku Ingin Setia Pada-Mu

Kasih setia-Mu, Bapa, memberi kepercayaan...
Kasih setia-Mu, Yesus, kobarkan belas kasihan...
Kasih setia-Mu, Roh Kudus menumbuhkan pengharapan...
Kasih setia-Mu, Tuhan, menebarkan bekat pengampunan....

Engkau setia mencintai meski aku lemah nista...
Engkau setia memberkati meski aku tak setia...
Engkau setia senantiasa Kau sering terluka...
Engkau setia mengampuni meskipun aku s'lalu berdosa...

aku ingin setia memberikan s'luruh hati...
aku ingin setia mewujudkan kasih setia yang sejati...
aku ingin setia jadi abdi abadi...
aku ingin setia pada-Mu, kini dan sampai nanti...

Yustinus Setyanta - Jogja


MEMBIDIK KONSUMEN DI ERA TI

   Di era TI ini, banyak perusahaan justru harus mengeluarkan biaya komunikasi lebih tinggi dari sebelumnya. Perusahaan seakan harus hadir dalam semua saluran komunikasi, agar produk-produknya dikenal dan dikonsumsi oleh konsumen.

    Perusahaan tidak dapat bertahan hanya mengandalkan saluran komunikasi sebelumnya. Perusahaan harus membangun situs Web, blog, megelola email, Facebook atau Twitter-nya, membuat animasi atau video siangkat untuk diungguh di Youtube, mengembangkan aplikasi smartphome, membangun call center, melakukan eksibisi, memanfaatkan saluran televisi dan radio, serta menggarap media cetak. Akibatnya, biaya komunikasi meningkat tajam semata-mata untuk mendekati atau "mengepung" konsumen, agar mereka mau melihat, mengenal dan menyadari kehadiran barang dan jasa yang ditawarkannya. Hal itu tentu berdampak pada harga produk. Jika perusahaan ingin mempertahankan harga produk dengan harga lama, maka kualitas atau kuantitas produk yang menjadi kompensasinya.

     Perusahaan sudah berusaha untuk menggunakan semua saluran komunikasi publik. Kini giliran konsumen untuk menanggapinya. Jika konsumen selalu menghindari komunikasi yang dibangun perusahaan, maka biaya produk akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya biyaya komunikasi yang dikeluarkan perusahaan.

     Di era TI ini, diharapkan konsumen menjadi proaktif dalam berkomunikasi dengan perusahaan. Konsumen diharapkan untuk dapat berkomunikasi dua arah dengan memberikan tanggapan yang efektif. Misalnya, jika konsumen mendapatkan informasi lewat email, maka konsumen dapat menanggapi secukupnya, sehingga perusahaan dapat mengetahui respon, kebutuhan atau keinginannya. Jika konsumen dapat menjelaskan bahwa dirinya tidak membutuhkan produk tersebut. Sementara itu, perusahaan juga harus merespon tanggapan konsumen itu. Jika mereka tidak membutuhkan, maka perusahaan terus "membombardir" konsumen dengan informasi lewat email atau SMS, bahkan mengerahkan divisi call center-nya untuk menelpon konsumen terus menerus, sehingga konsumen gudah dan kesal.


      Di era TI ini, proses pembidikkan konsumen memang membutuhkan komunikasi dua arah, agar perusahaan dapat mengetahui dengan baik respon konsumen. Dengan demikian, perusahaan tidak menghabiskan biaya besar untuk melakukan komunikasi publik dan dapat menekan harga produk yang dipasarkannya. ***


Yustinus Setyanta
Jogja

Sabtu, 17 Mei 2014

Penyejuk Udara

Hujan pengusir gerah
Begitu sejuk datang pada hari ini
Menggerimis jatuhnya
setitik demi setitik airnya
ikhlas menapaki bumi
diperintahkan oleh Sang Pencipta

Walau harus pecah pada atap-atap gedung
Pada pohon-pohon rindang
Pada batang ranting kering
Pada rumput-rumput ilalang
Pada daun-daun lebat
Pada genting-genting rumah
hingga akhirnya menyerap
di tanah membuatku terpukau

Dibalik rasa dingin
belaian angin yang lembut
mengantar beberapa rintik
melalui pagar halaman
menuju teras rumah
daun-daun jendela
lalu ke sebagian muka tubuhku

Kemudian kau bersendagurau
bercerita panjang tentang cinta kisah
rasa kasih nan abadi dalam perjalanan
jauh mengenang kembali masa-masa silam
dengan kata-kata begitu mempesona
membuatku tercengang

Dibalik rasa dingin
ketika kau datang
mengirimkan aroma tanah kering
kembali kuingat sesuatu saat kau menemani
saat aku duduk sendiri disini
saat aku baru saja pindah ke tempat ini
saat hutan-hutan masih lebat
saat masih banyak kebun-kebun
saat sawah-sawah
belum menjadi gedung-gedung
membuatku terkesima

Dibalik rasa dingin
tiba-tiba tubuhku berubah menjadi pohon-pohon
lalu kau datang mengunjungi
airmu jatuh menderas menguyur bumi




Yustinus Setyanta
Jogja


HARI INI

Hari ini, tak ada satupun dari kita yang tidak akan menghadapi orang lain. Tak ada satupun dari kita yang tidak mengalami keterlibatan orang lain. Ada kesempatan luas untuk memanfaatkan mereka, atau membiarkan diri kita dimanfaatkan mereka. Tetapi....ada pula kesempatan luas dimana kita dimanfaatkan oleh TUHAN untuk kehidupan mereka. Kemungkinan yang terakhir inilah xang sering luput dari kesadaran kita.

Hari ini, ada bunga yang mekar, ada pupus daun yang mulai tumbuh, ada biji-biji yang mulai bertunas. Hari ini ada kehidupan baru...... Hari ini, ada bunga yang layu, ada daun yang kering lalu gugur, ada ranting yang patah lalu jatuh, ada tanaman yang meranggas dan siap menghadapi kematian. Hari ini ada kehidupan baru.....karena hari ini akan berlalu. Kadang kala kita memilih untuk berdiri bukan di hari ini, tetapi di hari itu....karena tidak ada lagi yang baru....
Masih di hari ini. Hari ini, bumi masih akan berputar dan kita mengalami pagi, siang, sore, dan malam. Hari ini bumi masih mengitari matahari, dan kita akan mengalami musim demi musim yang berganti. Sepertinya kita hanya berputar pada siklus yang sama. Tetapi sesungguhnya kita sedang berputar pada sebuah spiral. Perputaran itu bisa membawa kita naik di ketinggian, namun bisa pula membawa kita turun semakin jauh. Tidak ada hari yang persis sama, musim yang persis sama.
Kembali di hari ini. Hari ini, Dia ada dibalik kabut dan tidak terlihat. Hari ini Dia ada di dalam benak dan tidak terlihat. Hari ini Dia ada di balik setiap peristiwa dan tidak terlihat. Bukan karena mata kita buta atau terpejam, tetapi karena kita sedang memalingkan muka.

Yustinus Setyanta

GERAH

     
       Malam Cuaca panas dan gerah sedari siang, dari balik tembok kamar aku dengar gemuruh guntur bersaut-sautan. Mungkin akan turun hujan malam ini. Kulihat di televisi, sang elok di utara itu sedang menggeliat, mungkin juga dia penyebab cuaca panas ini, entahlah. Aku sedang membaca salah satu novel Tere Liye. Menerawang dari balik jendela kamar yang belum aku tutup gordynnya, perasaan apa ini? Gerah. Aku berangsut berdiri, aku keluar menuju teras rumah. Menerawang ke atas, benar-benar gerah jalan lengang. Hawa panas itu masih berasa, gemuruh dari kejauhan masih terdengar. Aku duduk seraya mengamati langit malam, gelap. Tidak ada bintang, tidak ada bulan. Angin bertiup lembut, membawa aroma bunga yang aku kenal. Aku mengalihkan pandangan ke tanaman di pojok teras, ah kau sedang berbunga rupanya. Bunga sedap malam, hanya bunga itu yang menghiasi teras rumahku. Angin perlahan berubah dingin, benar sepertinya akan turun hujan. Aku masih duduk di teras, berusaha mencari penjelasan akan perasaan apa yang aku rasakan malam ini.

       Perlahan suara riuh terdengar dan semakin dekat, di depan ku terlihat jejak-jejak air yang mulai turun. Gerimis. Aku belum menemukan juga jawaban itu, gerimis berubah menjadi deras. Aku kembali masuk dan mengamati malam dari balik jendela. Angin bertiup kencang, aku lihat gerakan pohon mangga di depan rumah, sesekali kilatan cahaya membuatku bisa melihat daunnya basah karena hujan. Deras dan semakin deras. Ku putuskan menyalakan laptop, mencari di file lagu-lagu yang mungkin bisa mengubah perasaan aneh ini. Mainkan. Alunan lagu mulai terdengar. Sambil sesekali membalas pesan dari temanku. Aku selalu punya cara untuk tidak membiarkan perasaan ini hadir di malam atau waktu senggangku. Celakanya malam ini, entah ada apa malam ini. Sepertinya perasaan ini menyerangku sebelum aku sempat membuat pertahanan. Keadaan seperti ini sebenarnya sudah bukan yang pertama, mungkin sementara ini aku harus menikmatinya. Menikmati perasaan ini, satu yang pasti. Aku sedang merindukanmu.

       
      
        Sekarang, aku sedang menulis tulisan ini, mungkin ini bisa mengembalikan malam yang agung ini, dan tentunya aku tidak ingin merusak mala mini dengan perasaan yang aku sendiri tidak bisa mendefinisikannya. Jika kalian bertanya perasaan apa itu, kalian bisa bertanya pada pemilikku. hehehhee....




Yustinus Setyanta
Jogja

Jumat, 16 Mei 2014

TROTOAR

Makin banyak trotoar yang beralih fungsi. Trotoar yang mestinya untuk pejalan kaki menjadi tempat berdagang. Akhirnya para pejalan kaki terpaksa harus berjalan ditepi jalan raya. Kalau sampai si pejalan kaki terserempet kendaraan, tak ada pedagang di trotoir yang merasa bersalah. Bahkan aparat yang seharusnya mentertibkan para pedagang itupun tidak merasa bersalah. Begitulah ketika trotoir yang menjadi hak para pejalan kaki tersebut, maka mereka kehilangan rasa aman.

Untung saja jalan Yesus sepenuhnya hanya untuk pejalan kaki, artinya semua bisa digunakan sebagai trotoar. Tidak ada kendaraan yang beleh melitas, tidak ada pedagang yang boleh mangkal.

Yustinus Setyanta - Jogja

Rabu, 14 Mei 2014

MENILAI MUTU PERGURUAN TINGGI

     Mungkin tidak seheboh kasus korupsi, tetapi hampir, nyaris tiap tahun perguruan tinggi (PT) tergopoh-gopoh mempersiapkan dokumen Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT). Dokumen yang sering disebut borang tersebut akan diberi penilaian Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Skor penilaian akan memberikan status akreditasi PT dengan nilai C, B, dan A. Perangkingan ini telah diwajibkan melalui UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioal jo UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di mana untuk menjamin mutu di perlu dilakukan evaluasi secara berkala oleh pemerintah (BAN PT). Akibat penilaian tersebut, PT yang boleh mengeluarkan ijazah atau sertifikat kompentensi hanyalah PT yang berakreditasi. Jika tidak, haram bagi kampus tersebut untuk mengeluarkan ijasah.

     Sebenarnya penilaian akreditasi ini dimulai sejak tahun 2004 untuk setiap program studi (Prodi). Setiap Prodi akan mencantumkan nilai akreditasinya dalam ijazah. Hal ini sangat berpengaruh bagi lulusan yang akan mencari kerja. Untuk beberapa departemen dan perusahaan swasta secara tegas menghendaki pelamar kerja dari lulusan Prodi yang memiliki akreditasi A atau B. Artinya, lulusan dari Prodi yang memiliki nilai C sudah hilang kesempatan untuk mendaftarkan diri. Tentu ini menjadi tanggung jawab pengelola agar terus menjaga nilai B atau A. Beberapa PT telah mengikuti perangking internasional. Asean University Netwok ajau ISO untuk menunjukkan, kampus mereja bergengsi dan layak disebut World Class Univesity.

     Memang tidak bisa disangkal, kampus yan mempunyai mutu perangking bagus baik nasional mamupun internasional, berkah itu datang bak rezeki yang melimpah. Mereka bakalan kebanjiran mahasiswa, tawaran kerja sama dari pemerintah, swasta maupun pihak asing. Berbagai proyek penelitian, visiting profesor, student exchange, pemberian hibah, juga hubungan komersial dengan korporasi. Ini semua tertadi hanya jika kampus itu dianggap bermutu dan bergengsi. Sebaliknya, bagi kampus yang tidak memiliki mutu bagus, sedikit mendapat calon pendaftar, tak ada pihak menjalin kerja sama dan sepi order. Akhirnya kampus layu menuju bangkrutan dan dosennya kabur tak jelas nasibnya. Oleh karena itu, mutu PT menjadi persoalan strategis yang harus dicapai.

Namun demikian selalu ada yang perlu diperhatikan, yaitu,
       Pertama ; Penjamin mutu bagi PT itu mutlak diperlukan sebagai wujud tanggung jawab pengelola kepada publik. Masyarakat harus tahu apa dan bagaimana keunggulan sebuah PT Sebagai pusat ilmu pengetahuan yang memperoses peserta didik menjadi lulusan yang memiliki kompetensi unggul. Publik harus mendapat kejelasan, siapa dan bagaimana mutu pengajarmya, apa karya akademik dosennya, apa saja fasilitas laboratarium dan pendukung suasana belajar lainnya, agar tidak salah pilih.
       Namun, upaya menenuhi seluruh fasilitas sarana dan prasarana serta kualifikasi deosen tidaklah murah. Harus dianggarkan secara besar-besaran jika kampus ingin bermutu tinggi. Dari perhitungan borang akreditasi, untuk mendapatkan skor tertinggi, maka biaya operasional permahasiswa pertahun tinggi. Artinya biaya PT menjadi mahal. Ini berakibat tidak semua orang bisa mengakses bangku kuliah. PT harus mampu mendapatkan sumber pendanaan lainya selain dari SPP mahasiwa. Upaya mendapakan hibah dari pemerintah maupun asing harus dilakukan. Menjalin kerja sama riset yang didanai korporasi juga harus dibangun. Termasuk menjual hasil penemuan teknologi yang dipatenkan ke dunia industri adalah cara yang lazim di PT negara maju.

       Kedua; Perlu diperhatikan mutu pendidikan yang digenjot dengan instrumen akademik, sering menciptakan lulusan yang kurang memiliki kepedulian terhadap persoalan sosial disekitarnya. Mungkin kita bisa melihat dan menilai hubungan bertetangga antar kampus yang hebat dengan masyarakat, kurang harmonis. Begitu pula dengan sarjana yang dihasilkan. Mereka tampil menjadi lulusan cerdas, tetapi sangat minim tenggang rasa dalam pergaulan masyarakatnya.
       Hal itu kurang mendapat perhatian dari penyelenggara PT, karena dalam penilaian mutu masih sangat sedikit yang menilik mutu hubugan perguruan tinggi dengan masyarakat. Dalam jangja panjang tentunya akan menimbulkan kesenjangan antar dunia pendidikan tinggi dengan wilayah sosial di mana mereka berada. Tentunya bukan mutu seperti ini yang diharapkan.



Yustinus Setyanta
Jogja


POHON


Hidup itu layaknya ranting-ranting pohon atau batang-batang pohon. Tempat di mana dedaunan tumbuh dan di mana burung-burung sering bertengger. Begitu pula dengan hidup kita sebagai ranting-ranting atau batang-batang pohon. Tidak pernah sendiri tanpa dedaunan. Batang selalu rimbun dipenuhi dedaunan. Hidup kita pun begitu ramai bersama teman-teman, sahabat, keluarga, atau pasangan.

Ada saatnya daun menguning dan jatuh berguguran. Tetapi, biasanya masih ada beberapa yang menggantung di ranting atau batang. Begitu pula yang terjadi pada hidup, beberapa orang mungkin bosan atau terguncang merasa tidak cocok lagi, dan pergi, atau telah meninggal dunia. Namun kita dapat mengenang jasa-jasa mereka, juga mengenang orang-orang tersebut dengan memberikan pengampuanan apa bila ada kesalahan.

Tuhan juga tetap menemani dengan masih menyisakan beberapa orang untuk menemani kita. Sampai saat musim semi datang dan daun-daun tumbuh lagi. Saat itu hidup kita mulai ramai lagi. Maka merawat, menyirami dan memberikan pupuk secukupnya. Membuat dedaunan makin rimbun, menjaga, dan selalu hargai keberadaan mereka agar tidak kering atau layu pada ranting.



Yustinus Setyanta
Jogja

Ranting Di Langit Biru

Hidup terbuai bayang diri...
Perlahan goreskan rimbun...
Terpangkas hingga patah...
Mengayukeringkan cuat ranting...

Hidup Bercermin bayang diri...
Kembang mahkota mengisut...
Rontok helai kelopak seri...
Berakhir rindu pada akar serabut...

Hidup hiraukan bayang diri...
Sadari daun adalah kekayaan...
Hargailah taburan sinar sobat matahari...
Nikmati kupu-kupu bertarian...

Hidup indakan bayang diri...
Menyemaikan kuncup putik harapan...
Berbuah-buah manis untuk di taburi...
Syukur Kasih adalah kemewahan...


Yustinus Setyanta

MENERIMA DIRI

Salah satu cara agar kita merasa bahagia adalah dengan menerima dan mensyukuri diri sendiri apa adanya. Meski talenta atau bakat dan rezeki masing-masing orang berlainan, namun kita semua pasti dianugerahi kelebihan-kelebihan tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain.

Bobbe Sommer dalam bukunya "Psycho-Cybernetics 2000" mengungkapkan bahwa manusia yang paling tersiksa di bumi ini adalah mereka yang terus menerus berikhtiar meyakinkan dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya bahwa ia berbeda dari hakikat dirinya.


Realita menunjukan ada sebagian manusia yang merasa sulit menerhma keadaan dirinya. Mereka malu terhadap kelemahan-kelemahan mereka. Bisa jadi penyebabnya karena mereka, kurang beruntung, miskin, merasa kampungan, kurang tampan atau cantik, dsb. Lalu, dengan segala upaya mereka berupaya menyamarkan bahkan menutup-nutupi kekurangan-kekurangan mereka.

Pada dasarnya menerima diri sendiri berarti menerima dan masuk ke dalam sosok kita sebagaimana adanya dengan segenap kekeliruan, kelemahan, dan segala hal yang serba tidak memuaskan, beserta keunggulan, modal dan kekurangan kita.

Salah satu kiat agar kita bisa menerima diri apa adanya, yakni dengan menghargai daya kreatif kita, sebab ekspresi kreatif bisa meningkatkan harga diri. Kreativitas, apa pun bentuknya, membuat kita sanggup mengatakan, "Ternyata, keadaanku tidaklah malang!" Selain itu, berusahalah menyukai wajah dan tubuh kita apa pun bentuknya dan keadaanya. "Menghargai fisik kita adalah salah satu cara menikmati hidup ini."

Untuk membuat kita nyaman dengan keadaan, kita perlu membangun "etika watak" seperti mampu menahan diri atau bersabar, tahan uji, bersahaja, ugahari, dsb. Dengan cara demikian, kita dapat membangun kekuatan internal yang diperlukan agar kita bisa menerhma diri sendiri. Kita perlu berdamai dengan segala kekurangan dan kelemahan kita.

Ya, Tuhan bantulah aku agar dapat menerima diri. Amin.




Yustinus Setyanta
Jogja

Senin, 12 Mei 2014

Milik-Mu



jalan semakin larut, nan terus melaju
kasih-Mu tak terbatas waktu
belai-Mu merasuk kalbu
terang-Mu menggugah rindu

jalan yang panjang ini
tak surut aku meniti
derita perih di hati
menuju rumah-Mu suci

yang kupanggil hanya nama-Mu
TUHAN tuntunlan aku
TUHAN aku milik-Mu
aku milik-Mu



Yustinus Setyanta
Jogja


Puisi : Uang

Mereka menyebutnya uang
Ia selalu bisa buka peluang
Terkadang namanya pelicin
Yang malas pun jadi rajin

Ada yang memanggilnya fee
Semua kok berebut iri wae
Kadang kala jadi fulus
Bikin urusan jadi mulus

Semua tergila padanya
Jadi gila karnanya
Berani mati dibuatnya
Dan berebut memilikinya

Manusia hidup memang membutuhkan uang...
Untuk mendapatkannya, butuh waktu...
Tapi, belum tentu dengan uang
Bisa mendapatkan waktu...

Uang banyak fungsinya
Walau tak bisa beli bahagia
Dan tak bahagia karnanya
Tapi ia penting dan berguna

Bila tak ada uang
Perpecahan bisa datang
Bila banyak uang
Bias ciptakan perang

Hah...uang... uang
Bisa bikin senang
Bisa bikin pusing
Tujuh keliling

TUHAN pun mengerti...
Jalan hidup berliku sulit tuk dilewati...
Tetapi Dia tidak akan pernah berhenti,
Untuk memberi kemudahan dan selalu menemani...
Dan memberikan apa yang cukup berarti...
Bukan apa yang lebih untuk di beri...
Melainkan apa yang lebih untuk dimengerti...


Yustinus Setyanta

Sabtu, 10 Mei 2014

Cerpen : PAKET

   
         Sebuah mobil boks memasuki halaman gereja setelah sang kernet turun dan menghampiri Pak Lukas. Lukas, lelaki gemuk, sang satpam mencermati nama dan alamat yang tertera di kertas itu. Di situ tertulis jelas, P. Albert H. Susanto Pr. Pak Lukas dan sang kernet bergegas menuju mobil boks untuk menyakinkan bahwa paket sungguh ditujukan kepada Pater Albert, pastor kepala. Mobil boks diarahkan ke kanopi untuk menurunkan paket setinggi orang dewasa. Seksi perlengkapan yang sedang menyiapkan tenda untuk Misa Akbar Ulang
Tahun Paroki ikut menurunkan paket itu, yang ternyata sangat berat. Hampir setengah jam, kami menggeser paket itu dari mobil boks sampai kanopi yang berjarak 50 meter. Semua memegangi pinggang usai mengangkat paket itu.
         Pater albert sedang menjadi pembimbing rohani suatu ziarah ke Roma dan baru kembali sehari sebelum hari jadi paroki ini. Segala hal yang berhubungan dengan urusan gereja didelegasikan ke Dewan Paroki, yang dikomandani Pak Margani. Begitu dilapori ada paket untuk Pater Albert, Pak Margani yang purnawirawan polisi itu langsung meluncur ke gereja. Dengan sangat serius, Pak Margani memeriksa dengan detil paket itu. Naluri polisinya menangkap sesusatu. Untuk menangani urusan paroki tidak ada keraguan, tetapi untuk urusan paket ini ia sedikit ragu. Keraguan Pak Margani menjalar kepada kami yang sedang bekerja menyiapkan ultah paroki. Berbagai spekualasi berkecamuk dalam pikiran kami. Dari sakadar bisik-bisik, kemudian bergulung-gulung memjadi kecemasan, lalu akhirnya menjadi ketakutan. Bom!!
        Tak ada catatan apa pun dari pengiriman paket. Nomer mobil juga tidak sempat kami catat karena kami sibuk mengangkat paket itu. Tulisan yang tertera di paket hanya nama Pater dan alamat yang kami bisa mengerti, yang lain menggunakan bahasa yang tidak kami ketahui. Jangan-jangan ini bom yang yang disusupkan ke gereja ini. Terror bom tiba-tiba saja merasuki pikiran kami, mencengkeram batok kepala kami. "Pak.....! Apa Bapak tidak curiga paket itu?" tanyaku pada Pak Margani. "Curiga.......sih curiga," jawabnya lirih setelah diam agak lama. "Kalau di dalamnya itu bom gemana, Bapak bisa bayangkan, gereja ini, pastoran, dan sekolah pasti rata dengan tanah, dan kalu meledak saat kita sedang Misa Akbar Ulang Tahun paroki ini........, aku tak bisa membayangkan. Dan kita yang menerima paket dan membiarkannya tetap disitu akan dikutuk seumur hidup!" kataku lirih. "Terus, kita harus bagaimana?" sahutnya. "aku tak mau disalahkan!" "kata orang bom bisa dijinakkan dengan dimasukkan ke dalam air," sela Anton. "Tidak juga, buktinya yang Utan Kayu meledak juga," bantah Yudha.
          Dengan cepat Pak Margani mengumpulkan dewan dan pemuka gereja. Diskusi kami membawa pada langkah yang harus diambil untuk mengantisipasi dan meminimalkan korban. Apalagi, negeri tercinta ini dihantui oleh teror bom yang ditebarkan para teroris. Dan gereja menjadi salah satu targetnya. Dalam sekejap mata, enam mobil gegana sudah mengepung gereja. Personil gegana berlompatan menempati titik-titik tertentu. Mereka melarang warga untuk melintasi daerah yang mereka amankan. Persiapan ulang tahun paroki terhenti. Meski sudah di peringatkan untuk tidak mendekat ke lokasi, orang-orang masih saja mendekat dan semakin banyak orang yang datang. Entah dari mana mereka mengetahui kedatangan gegana ini. Sepertinya mereka ingin melihat, ingin menjadi saksi mata peristiwa ini tanpa memikirkan risikonya. Setiap gerak personil gegana menjadi perhatian setiap orang yang datang. Megeri ini memang menjadi aneh.
          Dengan terseok-seok mobil gegana mengevakuasi paket untuk diamankan. Legalah kami. Paket sumber masalah telah diamankan. Urusan berikutnya menjadi urusan pihak gegana. Urusan kami kembali memasang tenda dan perlengkapan yang terbengkalai. >>Pak Margani beserta anggota dewan melihat dengan mata kepala sendirh bagaimana paket itu dimusnahkan di lapangan markas gegana. Dengan demikian, musnah sudah bom yang meneror kami. Kami lega. Kami bisa bekerja dengan tenang.

*~*~*


          Pater Albert dan rombongan baru mendarat ke Bandara Soekarno-Hata tengah malam. Pater langsung istirahat begitu sampai pastoran. Baru pagi-pagi ia keliling gereja dan pastoran seperti biasa. Dari gerak geriknya kelihatan kalau ada sesuatu yang ia cari, tetapi tidak segera ketemu. "Lukas, kamu menerima paket selama saya pergi?" tanya Pater. "Banyak, Pater. Semua sudah ku antar ke pastoran." jawab Lukas. "Iya, semua sudah ku lihat." balas Pater, "tapi ada yang masih kurang," "aku tidak mengurangi, Pater. Betul, semua sudah ku antar." bela Lukas. "Apa kamu merasa menerima paket?" selidik Pater. Lukas terdiam, dia berusaha mengumpulkan memori. Perasaanya, semua kiriman yang dia terima sudah masuk kotak Pater Albert. Lukas menjadi ragu. Jangan-jangan ada yang tercecer. "Paketnya segede apa Pater?" tanya Lukas diberani-beranikan. "Paketnya segede aku ini," jawab Pater tegas. "Segede Pater?" tanya Lukas agak gemetar. "Iya, segede aku," sahut Pater. "Waktu itu, kami beramai-ramai menggotong paket yang sangat berat. Paket itu kami tempatkan di kanopi Pater!" "Lha...., di kanopi tak ada," tegas Pater. "Itu masalahnya Pater," kata Lukas ragu dan takut. "Masalah apa?" desak Pater tak sabar.
          Lukas diam. Dalam benaknya ada rasa takut, gentar, dan bersalah. Mengapa dirinya yang diinterograsi Pater. Bukankah semua orang terutama dewan saat itu yang memutuskan untuk memanggil gegana? "Pater, kalau boleh tahu, apa isi paket itu?" tanya Lukas agak takut-takut.


      "Paket itu berisi patung Santo Yusef yang sengaja ku pesan dari Italia. Patung itu akan menjadi hadiah Ulang Tahun Paroki kita dan akan ditempatkan di taman gereja kita. Itu tempatnya sudah disiapkan. Tinggal menempatkan saja," jelas Pater, "Nah......, paket itu sekarang disimpan di mana?" "O....., kalau itu yang tahu Pak margani, Pater," jawab Lukas dengan keringat dingin sedikit kaget. "Coba pangil Pak Margarin," jawab Pater. Lantas Lukas memangil pak Margarin. Sesampainya Pak Margarin dan lainya Peter menjelaskan bahwa paket itu isinya patung Santo Yosef yang akan di pergunakan untuk hadiah Ulang Tahun Paroki. Selesai Pater menjelaskan semuanya tertawa gembira terbahak....hahahahaaa...awkwkwkwkkkkkkk.......

Sekian Cerpen Fiksi berjudul : PAKET


Oleh : Yustinus Setyanta
           Jogja

Jumat, 09 Mei 2014

Kapal Kertas

Kapal kertas...
Meretas samudera lepas...
Tetap setia arungi jaman...
Itu karena Anda setia menjadi teman...


: Yustinus Setyanta : Jogja


Koran

Bila terik matahari kepanasan
Bila mendung datang kehujanan
Terus mengayuh di pagi buta
Dan berteman dengan sepeda
Ia bawa berita dengan sedikit jasa
Untuk teman ngeteh & ngopi
Anda – anda semua
Menjadi penghantar pagi
Koran...!!!, koran...!!!
Pekik penjual koran
Menawarkan dagangan
Koran...!!!, koran...!!!
Ia bawa berita dunia
Hadir di tempat anda
Pembunuhan, dan kriminal lainnya
Semua terjadi karena
Lemah moralnya
Karna bodohnya bangsa
Mafia, koruptor begitu bangga
Semua terjadi karna
Karna kotornya
Dan karna keserakahan manusia

Koran...!!!, koran !!!
Kami hanya penjual koran
Kami hanya memuat berita
Untuk anda.... Anda semua

Koran...!!!, koran...!!!
Kami hanya mencari nafkah 
Guna menghidupi diri dan keluarga
Seperti halnya anda


Yustinus Setyanta

MEMBACA DAN MENULIS

       Kegiatan membaca adalah kegiatan untuk mengenal dunia. Mengenal orang lain, sesama kita. Mengenal alam semesta. Bahkan terlebih untuk mengenal diri kita sendiri. Sedang kegiatan menulis adalah memperkenalkan diri kita, semangat hidup kita, pandangan kita dan segala dan segala sesuatu tentang kita kepada dunia. Maka kegiatan membaca dan menulis adalah kegiatan dua arah percakapan kita dengan sesama, dunia dan alam semesta ciptaan-NYA yang indah ini.

       Sungguh menyebalkan ketika kita berbicara dengan mereka yang merasa bahwa ia tahu segala sesuatu sementara ia enggan untuk membaca. Juga mereka yang selalu memaksakan kehendaknya sementara dia tidak pernah bisa menuliskan pendapatnya sendiri apalagi mampu menulis dengan baik. Dalam suatu percakapan, seorang berkata bahwa ia malas untuk membaca tetapi dengan gigih atau malah terkesan keras kepala mempertahankan pendapatnya, seolah-olah ia yang menetukan benar dan salahnya orang lain dan selalu ingin memenagkan dirinya sendiri. Padahal, apa yang diketahuinya tentang hidup orang lain? Rahasia-rahasia terdalam perasaan orang lain? Kekecewaan, bahkan kehampaan dalam hidup orang lain?

       Kecenderungan untuk memaksakan kebenaran diri sendiri tanpa ingin memahami pendapat, pandangan orang lain hanya membuktikan bahwa dirinya tidak pernah membaca, mencari-tahu dan memeriksa sejarah kehidupan yang demikian luas dan penuh warna. Baginya, hidup sekedar berarti hitam atau putih belaka. Dan saat ia merasa dirinya putih, maka warna lain diluar putih adalah tidak relevan untuk dipertahankan, bahkan harus dihapus karena baginya, hanya warna putihlah satu-satunya yang ada dan mesti dipertahankan. Sungguh suatu yang sangat membosankan.

       Begitu pula, jika dia memberikan pendapatnya secara pribadi, dalam suatu percakapan langsung, umumnya atau bahkan hampir pasti, dia akan kehilangan kesempatan untuk merenung sebelum mengutarakan apa yang diinginkannya. Apa yang dihasratkannya, ceplos begitu saja. Kemajuan dunia tidak akan tercapai tanpa proses membaca dan menulis. Tanpa proses memahami sesuatu dengan membaca dan merenungkan pikirannya sebelum menulis. Keindahan hidup ini sesungguhnya terletak pada catatan-catatan yang telah ditinggalkan oleh manusia, baik mereka hanya mendengarkan sebagai saksi mata maupun mereka yang telah berbuat. Dan catatan-catatan yang telah dibaca itulah yang mampu mengubah kehidupan kita semua.

       Dan saya percaya bahwa setiap orang yang dapat membaca seharusnya juga dapat menulis. Mungkin dia tidak menjadi pengarang, sebab pengarang membutuhkan bakat alam, tetapi bagaimana pun dengan menulis kita dapat mengutarakan apa isi pikiran kita. Dan untuk menulis, hanya perlu satu syarat saja, yaitu selalu dapat dipahami oleh pembacanya, walau mungkin dengan bahasa yang sulit. Harus dapat dimengerti. Itu saja.

      Maka membaca dan menulis selalu penting bagi kehidupan kita. Membaca dan menulis akan selalu meninggalkan jejak dalam kehidupan kita. Jejak yang mungkin tidak berarti tetapi mungkin pula menjadi tonggak-tonggak jembatan untuk menyeberangi ke hidup yang lebih baik kelak. Untuk anak cucu kita. Untuk generasi mendatang. Puluhan, ratusan, ribuan tahun hingga ke keabadian. Kita takkan pernah tahu dimana ujung dari apa yang telah kita tulis di kelak kemudian hari. Baca dan tulislah.


Yustinus Setyanta

Kamis, 08 Mei 2014

RUMAH KASIH SAYANG

Ini bukan kain gendongan,
maupun ayunan yang lapuk dimakan masa...
Ini semacam balon tahan guncangan.
Melindungiku dari debu, terik mentari, dingin bahkan polusi udara
tak kutemui di sini. Ini adalah Salah satu karya-Nya.

Terkadang geliatku disambut ibunda
dengan senyuman manis sambil mengelus-elus perutnya.
Ada juga tatkala ibu asyik berbisik dengan tentangga,
aku ingatkan dengan satu sentuhan lembut agar ingat akan hadirku,
jiwa polos yang mendengar percakapannya.

Tangan lentik itu merespon lalu menahan ucapan agar apa adanya,
tidak mengada-ada dan mengandai-andai.
Ibu memberi apa yang aku suka.
Bila aku tak membutuhkan,
maka ibu segera memuntahkan agar aku tak turut menyeruput.
Doa-doa untuk kebaikanku selalu bergema.
Sungguh, ibu sangat mengerti aku.

Itu puluhan tahun yang lalu.
Saat ini aku sedang merindukannya.
Tempat aku dilahirkan dan dibesarkan dengan segenap cinta.
Tak terasa bulir embun menumpuk di bulu mata,
saat rekaman itu kembali memutar memori.
Entah berapa musim harimu tak ku jelang.
Seribu kenang menambah rinduku menggenang.

Di sini, memeluk tiang penyangga yang dulu sangat kuat itu.
Menumpahkan luapan rasa ke dinding hatinya.
Ibu maafkanlah segala khilaf,
Perkataan tak berpadan,
Tingkah yang menyakitkan hatimu

Ibu, ketika tiang dan dindingmu sudah rapuh,
izinkan aku membalas kebaikanmu,
walau tak sebanding.


Yustinus Setyanta

Rabu, 07 Mei 2014

perjalanan

Fajar menyingsing sambut mentari
jelajah lewati hari
burung-burung bernyanyi
gembira hanyutkan suasana hati
tiba-tiba gumpalan awan hitam mulai
bergerak perlahan menyelimuti langit
sinar mentaripun mulai sirna
lembayung menatap dengan wajah sendu
hujan turun mengisi kesunyian

Senja menyongsong menanti batas
menyambut bintang terang
suara malam menggema senyap
hasratkan keinginan hati
bayupun menghembus menyebar cinta
merasuk sukma
bersembunyi di balik jendela
tak pernah sia-sia




Yustinus Setyanta           --------             Puisi
Ganjuran - bantul - Jogja

TENTANG MEDIA SO(k)SIAL

Refleksi Media Sosia.

1. Media sosial, sebagai ruang baru yang semakin menjadi bagian kehidupan sehari-hari, mengundang kita untuk mengenali anatominya. Jika media klasik kekuatannya pada kata-kata, media sosial baru mengkombinasikan kata, suara, dan gambar. Ia memiliki kuasa untuk "merapatkan yang dekat, bahkan mendekatkan yang awalnya berjauhan." Dunia di luar jauhnya hanya sekali click. Hanya satu click jauhnya Anda di tempat Anda berada dengan kekasih di jauh sana.

2. Sebagaian besar dari kita, termasuk komunitas, entah komunitas apa saja adalah peselancar amatir di media sosial.. Berapa bamyak waktu yang kita alokasikan untuk berselancar di media sosial? Pada tingkat ekstrem, kita dapat kencanduan terhadap media sosial?

3. Di media sosial, kita menemukan kerumunan dewasa muda, orang muda, remaja, dan bahkan anak-anak. Tanpa penyertaan orang dewasa (parental guidance), peselancar di bawah umur lebih rentan terhadap resiko yang terentang dari cyberbullying sampai kekekerasan. Alat-alat komunikasi mengalami kemajuan pesat, tetapi miskomunikasi jauh dari menurun. Alat-alat komunikasi yang sedianya "mendekatkan yang jauh" malah "menjauhkan yang dekat"
4. Di media sosial, orang seringkali memandang dirinya berarti ketika mengutip masalnya; judul lagu sebuah girlband, "cute, cool, & populer." penilaian orang sebatas profile picture-nya di yang sebagian besar sudah kena sentuhan photoshop. Hidup kita yang updated menyulitkan kita untuk memeluk tradisi. Warisan iman dalam bahaya tinggal menjadi sekumpulan abjad yang out of date, basi
5. Inti : di jejaring sosial digital orang tidak hanya berbagi gagasan dan informasi, tetapi pada akhirnya mengkomunikasikan diri. Membaca tulisan pengguna media sosial, kita menagkap "kerinduan mendasar mereka untuk mengasihi dan dikasihi, dan untuk menemukan makna dan kebenaran." Kita diundang untuk dapat menemukan Allah di media sosial.






Yustinus Setyanta





TEOLOGI RUANG

Umat Gereja Perdana tidak jarang beribadat di alam tertutup, itu bukan gedung yang dibangung khusus untuk beribadat, sebagaimana gedung gereja yang kita kenal sekarang. Sejarah perkembangan simbol-simbol dalam ruang doa dan ibadat kerap dianggap lamban. Maka, sebagian orang berpendapat, "Gedung gereja itu hanya tambahan dalam proses dan unsur liturgi." Benarkah demikian? Benarkah tidak ada yang disebut 'teologi ruang' dan 'teologi batu' yang mencermati dan merefleksikan tradisi desain gereja dari masa ke masa hingga hari ini?

Liturgi yang kita selenggarakan sekarang ini memiliki tradisi panjang. Tradisi ini bergerak bersama dan seiring dengan unsur-unsur kebudayaan lain, seperti seni musik, seni lukis dan seni teologi bangunan. Dalam sejarah, unsur teologi liturgi dan seni arsitektur serta unsur-unsur kebudayaan lain, satu sama lain saling mempegaruhi. Wajak dan karakter gedung gereja yang memancar mengemuka adalah hasil interaksi dengan kebudayaan pada masanya. Sebagus dan seindah apa pun gereja di Eropa, ia tidak tepat bagitu saja ditiru untuk Gereja Indonesia, karena Gereja Indonesia memiliki pergumulan sosial-kebudayaan yang khas. Meski demikian, kita yang tinggal di Indonesia memang harus tetap terbuka belajar dari filosofi dan teologi gereja tua yang mendahului ini.

Berbicara tentang gedung dan arsitektura gereja tekadang kita menghadapi prinsip pragmatis ini: "Bentuk mengikuti fungsi". Kalau kita mempunyai banyak umat, maka bentuk aula dan kursi seperti di warung bakso adalah pilihan terbaik. Simbol dan keindahan tidak penting, yang dibutuhkan muat banyak. Sudah tentu, para teolog dan budayawan tidak setuju dengan prinsip "bentuk mengikuti fungsi" ini. Terlebih, bila prinsip ini diberlakukan secara mutlak.

Manusia adalah makhluk religius. Sudut-sudut yang paling dalam dan paling tersembunyi dalam diri manusia berisi napas kerinduan pada Yang Ilahi. Gedung gereja, dengan demikian, harus sedemikian rupa dibangun untuk mendekatkan bahkan menyatukan manusia dengan Yang Ilahi.

Teologi ruang dan teologi batu di atas menjelaskan setiap sudut dan material dengan kaidah-kaidah spiritual dan liturgi. Ia mengolah keharmonisan antara keindahan ruang dan alasan tujuan mengapa gedung gereja ada. Teologi ini juga menguraikan bagaimana simbol-simbol di dalam gedung itu berfungsi dan berbicara kepada
orang-orang beriman yang berkunjung di dalamnya. Di zaman klasik, imam yang memimpin liturgi berkotbah sambil memanfaakan gambar-gambar suci yang di lukis di dalam gedung gereja.

Terlepas dari semuanya itu, gedung gereja yang menonjolkan kekenesan juga tidak akan mendukung umat. Kekenesan tersebut tampak antara lain ketika gereja penuh dengan simbol dan pernak-pernik yang membuat umat merasa asing. Megah dan berpendar-pendar, tetapi umat tidak merasa nyaman dan dekat dengan Tuhan.

Membangun gedung gereja harus menghadapi berbagai dilema tersebut di atas.
















Yustinus Setyanta