Kamis, 28 November 2013

MENGGELINDING

Mereka itu
yang dulu
bersama:
menyatukan jemari menantang barikade
menyanyikan darah juang dalam intaian maut
melantang suara dalam mimbar-mimbar bebas
mengepalkan tangan menantang tirani
siapa ragukan keberanian itu
yang datang dari
rumah-rumah petak
kampung-kampung kumuh
lorong-lorong pabrik
sawah-sawah kering
kampus-kampus bisu
 
Mereka itu...
yang kini
satu demi satu:
bergelar politisi pemberi janji
bermanuver kesana-sini
berdiri mengantri kursi
petinggi
anggota dewan yang terhormat
birokrasi
dunia menggelinding
seperti roda produksi
kadang untung – kadang rugi
 
 
Yustinus Setyanta
Jogja

PARTISI

PARTISI

Mengapa hari ini
Betapa sulit menulis puisi
Di sini
Di sekat partisi

berapa lama lagi

aaaiiiiiii.......
.........?????

----------------------------------

SENYUM

Senyum
Senyum
Senyum
.........
Yaaah aku pun membawa senyum
Aku tebarkan sebagian dari harta karun
Yang tak lain adalah senyum
Senyum untuk kalian segala kaum
Terlebih kau yang “nggak umum?
-------------

Ohhh...CINTA

Oooohhhhh Cinta ....
Tiada ku tahu kapan datangnya
misteri selaksa seribu makna
Tak kan berhenti, selalu ada
Ada dan tetap ada
Cinta
Tak harus katakan YA
Walau hasrat terus bergelora
Menerobos relung jiwa
Bahkan hadir menaut sukma....
Aaaaaaaaaaaa............


-------



Yustinus Setyanta
Jogja

Selasa, 26 November 2013

SINGKAT SAJA

Sekiranya
“Ini tubuhKu, ini darahKu...makan dan minumlah”
Berhentilah sejenak, dan mari kita menghayatinya.
Sekiranya kita dapat merasakan bahwa itu adalah tubuh dan darah Kristus,
maka terpampang salib di depan kita yang menunggu untuk kita pikul.
Sekiranya kita yakin bahwa itu adalah tubuh dan darah Kristus yang
sesungguhnya, maka tak akan ada orang katolik yang kaya raya.
Sekiranya kita menghayati benar bahwa itu adalah tubuh dan darah Kristus
yang sesungguhnya, maka kita tak perlu lagi menggunakan kata ‘sekiranya’.

Darah
Kata darah seringkali digunakan dalam frasa idiomatik. Darah seni berarti
bakat seni, darah muda berarti semangat muda, darah biru berarti keturunan
bangsawan, darah pahlawan berarti pengorbanan pahlawan. Bagaimana
kita akan mengartikan darah Kristus?

Kaca Mata
Kaca mata minus untuk orang yang rabun jauh, kaca mata plus untuk yang
rabun dekat. Kaca mata rangkap, untuk mereka yang melihat jauh susah
melihat dekat juga susah.
Orang-orang Yahudi yang mendengar sabdaYesus tidak sakit mata, tetapi
mereka tidak bisa melihat jauhnya makna yang ada dalam sabda Yesus, dan
mereka pun tidak bisa melihat dekatnya kasih yang ada di hadapan mereka.
Agaknya mata hati mereka memerlukan kaca mata rangkap, persis seperti
juga...................................................................................................... kita!!!

Kitab Suci-ku
Kitab suci kecil selalu berada di dalam tasku. Dahulu kitab suci itu hanya kubuka
ketika aku hendak berdoa dan mencari tahu bagaimana Dia bersabda untuk
persoalan hidupku. Namun akhir-akhir ini aku lebih suka membuka kitab suci
karena rindu untuk mendengar suaraNya, dan kerinduan itulah yang semakin
hari semakin aku nikmati.
Kitab suci kecilku, tetap berupa buku, dan lembar-lembar yang ada di dalamnya
tetap berupa kertas, namun sabda-sabdaNya yang tertulis selalu bersuara di
dalam hati sanubariku.

Amplop Kecil
Beberapa orang melintas di depan sebuah toko, tiba-tiba serempak belok dan
masuk ke dalam toko itu. Mereka membeli barang yang sama, yakni amplop
kecil. Beberapa saat kemudian rombongan lain datang dan membeli amplop
kecil pula. Orang-orang itu hendak melayat, dan amplop kecil dibutuhkan untuk
‘nyumbang’. Dengan amplop itu mereka merasa aman dan nyaman, sebab
seberapapun yang mereka masukkan tak ada yang mengetahuinya. Hanya nilai
kepantasan yang membatasi mereka dalam menentukan jumlah sumbangan
yang akan diberikan.
Jika nilai kepantasan masih kita pergunakan untuk menentukan besarnya
persembahan kita kepada Tuhan, bagaimana kita akan menilai apa yang telah
Dia berikan kepada kita? Di dalam amplop kecil kita memberi namun
keseluruhan diriNya kita dapatkan.

Sekering
Sekering adalah alat pengaman, yang akan terputus jika arus listrik terlalu besar
melewatinya. Di dalam logika kita pun terdapat sekering yang akan terputus jika
arus rahmat demikian besar melewatinya. Ada sekering yang batasnya terlalu
kecil sehingga logika kita kerap putus dan semua dianggap mukjizat, ada yang
batasnya terlalu besar sehingga sebesar apapun rahmat yang mengalir, tetap
saja dipahami sebatas dengan logika dan tak pernah bisa melihat mukjizat.


Yustinus Setyanta
Jogja

PERSOALAN KITA

Persoalan Kita
Jika pernyataan Yesus, “Kalian memuliakan Aku dengan bibir, padahal hati
kalian jauh dari padaKu!” ditujukan kepada kita, maka untuk membuktikan
bahwa pernyataanNya tidak benar adalah dengan berubah. Hari demi hari
berubah menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Namun justru seringkali kita
tidak peduli dengan perubahan dalam diri kita. Adakah kita akan berubah
menjadi lebih baik? Niat itu sering terlewatkan, kalaupun muncul akhirnya
hanya berhenti sebagai niat semata. Itulah agaknya persoalan kita.

Adat Istiadat
Perbedaan orang Farisi dengan orang Jawa adalah, jika orang farisi memberi
stigma ‘najis’ untuk pelanggaran adat-istiadat, orang Jawa menggunakan
kata lebih halus ‘ora ilok’. Namun kata ‘ora ilok’ itu pun saat ini sudah tidak lagi
dipedulikan. Nah, untuk memperkeras perkataan maka bisa digunakan kata
“Ora nggenah!” Namun karena perkembangan konsep indiviudalisme yang
semakin kuat, maka kata ‘ora nggenah’ pun tidak lagi membuat orang untuk
‘mawas diri’. Lha, untuk yang sudah sampai taraf seperti ini masih ada
perkataan yang lebih keras lagi, “wong edan!!” Namun karena jamannya
memang sudah jaman edan, maka istilah itu pun diterima sebagai pujian.
Jadi, perbedaannya orang Farisi dengan orang Jawa adalah kalau orang
Farisi takut dengan kata ‘najis’, orang Jawa di jaman ini tidak ada lagi yang
ditakuti atau membuat resah dirinya.

Gelas
Penjual angkringan biasanya memisahkan antara gelas yang biasa untuk
minuman panas dan gelas yang biasa digunakan untuk minuman dingin. Hal itu
dilakukannya supay gelas tidak mudah pecah. Dia memahami bahwa kebiasaan
panas dan dingin itu merubah bagian dalam gelas, sekalipun bentuknya tetap
gelas. Gelas yang dibelinya dalam keadaan baru, telah berbeda dengan gelas
yang sekarang. Kitalah yang sering tidak menyadari perubahan dalam diri kita.
Adakah kita hari ini telah berubah dari kita yang kemarin? Ataukah kita terkejut
karena baru sadar bahwa kita telah banyak berubah, dan proses perubahan itu
sama sekali tidak kita sadari. Kita baru sadar ketika kita merasa pecah.

DOA
Berdoa sangatlah sederhana, tetapi menjadi sangat sederhana, itulah kesulitan
kita.


Yustinus Setyanta
Jogja

PROFESI MENJADI GURU

"Dunia pendidikan kita kian amburadul...." demikian kata seorang temanku, saat kami sedang berkumpul dan melakukan diskusi tanpa arti di suatu sore di sebuah angkringan. Mereka sedang membicarakan pendidikan anak-anak mereka. "Dan mutu-mutu para guru sekolah pun kian buruk.....tingkah lakunya juga" ku memandang kepadanya sambil menggeleng, dan ku hanya memberi seulas senyum, dia seorang ayah dan seorang teman yang ku tahu sangat cerdas. Dulu kami pernah sekolah bersama sewktu SMA, dan ku selalu menyenangi caranya menjelaskan masalah-masalah yang ku tidak pahami. Sore hari itu, kami berkumpul bersama, seperti mengadakan sebuah reuni kecil, karena kehadiran seorang teman juga, yang baru tiba dari Semarang, Jateng. Dia pun bercerita tentang soal-soal pendidikan anak-anaknya sambil asyik mengunyah "tempe goreng mendowan di angkringan ndan menyeruput es teh" yang kami nikmati bersama di bawah udara sore yang cerah.

Ku memandang kepadanya yang terus bertutur tentang kekecewaannya tentang dunia pendidikan negeri ini. Setelah dia selesai mengeluh, lantas saya bertanya, "jika kau mengeluh tentang dunia pendidikan kita, tentang sikap moral para guru, lalu mengapa kau sendiri tidak mau menjadi seorang pendidik? ku tahu kau mampu untuk itu. Bahkan lebih dari mampu, bila kau mau...." Dia terdiam. Ya, ku perlu bertanya saat itu dan ku juga ingin menulis sekarang ini. Banyak dari kita yang sesungguhnya bisa dan berbakat menjadi pengajar yang baik, namun menolak kesempatan itu. Mengapa? Menurutku, itu karena materi yang bisa kita terima tak akan mampu menutup gaya hidup kita. Pada akhirnya, menjadi guru hanya menjadi semacam pekerjaan untuk menghidupi kita. Maka tak heran, jika kita menolak untuk menjadi guru karena kita tahu bahwa penghasilan yang akan kita terima takkan pernah mencukupi kebutuhan hidup kita. Hidup yang kita inginkan menjadi sebuah kenyamanan dengan materi yang berlebih. Maka perlukah kita heran jika pada akhirnya, menjadi guru sebagian besar hanya akan dipilih oleh mereka-mereka yang tak punya jalan lain lagi? Tidak semua, memang. Namun nampak jelas bahwa jika ada pilihan lain, mereka-mereka yang mampu takkan mau menjadi guru karena mereka berpikir bahwa menjadi guru tak mempunyai masa depan yang cerah. Maka aku merasa bahwa tidak pada tempatnya temanku itu mengeluh tentang mutu pendidikan kita selama kita sendiri tak mau berkorban untuk masuk ke dalamnya. Maka selama itu yang terjadi, kita hanya mau berdiri di luar sambil terus mengeluh. Tanpa akhir.

Pernah juga, seorang teman yang lain mengeluh tentang betapa mahalnya pendidikan kita. "Buku-buku yang harus dibeli di sekolah setiap semester bisa mencapai 200an ribu" katanya. Aneh, gumamku. saya tahu dia mampu untuk itu, katimbang diriku. Dalam beberapa kesempatan, saya bersama dengan keluarganya berjalan-jalan di Mall. Dan setiap kali ke Mall, saya tahu bahwa dia harus mengeluarkan dana ratusan ribu rupiah, untuk belanja anak-anaknya. Dan itu dilakukannya hampir setiap hari minggu. Lalu, mengapa untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah anaknya yang hanya setiap semester saja di permasalahkan? ckckckck.....Berapakah nilai hiburan yang didapatkan di Mall jika dibandingkan pendidikan yang diterima anak kita di sekolah? Berapakah nilai permainan di Mall jika dibandingkan dengan nilai buku-buku pelajaran itu? Apa itu sebanding?

Menjadi guru. Menjadi pendidik yang baik di masa-masa sekarang ini tidaklah mudah. Kita harus sadari itu. Saat para guru-guru kita ke sekolah hanya dengan motor atau bahkan dengan kendaraan umum saja, para murid ke sekolah dengan mobil. Bagaimanakah perasaan guru-guru melihat dan merasakan kondisi itu? Pikirkanlah hal itu. Menjadi guru memang tidak mudah. Oleh sebab itu, yang kita perlukan saat ini bukan sebuah keluhan, namun upaya untuk memahami kehidupan mereka, memahami ketidak-berdayaan mereka, memahami ketak-mampuan mereka untuk mendalami ilmu yang mereka ajarkan. Karena bahkan untuk hidup pun mereka harus berjuang, maka mereka takkan mampu untuk membiayai perkembangan ilmu pengetahuan mereka yang memerlukan dana untuk membeli buku-buku pengetahuan terbaru yang kita tahu, sungguh mahal sekarang ini. Menjadi guru saat sekarang ini memang tak mudah. Sungguh tak mudah.

Demikianlah di suatu sore yang cerah di angkringan berbincang-bincag tiada arti namun hanya menambah keakraban dengan teman setelah sekian lama tak bersua.


Yustinus Setyanta
Jogja

RESEP TUMIS TAHU KEMBANG BAWANG


Kembang atau bunga bawang di beberapa daerah memang cukup populer dijadikan bahan masakan karena rasanya yang enak dan segar. Dikombinasikan dengan tahu merupakan alternatif pilihan lainnya untuk aneka masakan tumisan yang enak dan praktis.

RESEP TUMIS TAHU KEMBANG BAWANG

Bahan dan Bumbu :
- 2 buah tahu kuning @4x4 cm, potong dadu, goreng hingga kering
- 2 ikat kembang bawang, cuci, potong-potong
- 3 butir bawang merah, iris tipis
- 2 siung bawang putih, iris tipis
- ½ sdt garam
- ½ sdt merica
- ½ sdt bumbu penyedap
- minyak goreng


CARA MEMBUAT TUMIS TAHU KEMBANG BAWANG : 
Panaskan minyak, tumis bawang merah dan bawang putih hingga harum. Masukkan kembang bawang, tambahkan garam, penyedap dan merica, aduk rata dan masak hingga agak layu.
Masukkan tahu goreng, aduk rata dan masak hingga matang, angkat dan sajikan.


yustinus setyanta food
mantapppp dan lezatttt...........

RESEP TUMIS KACANG PANJANG JAMUR

         Mau Santana yang praktis, lezat, sehat dan bergizi? Mari coba Resep Tumis Kacang Panjang Jamur ala Bang Bango. Resep ini mudah membuatnya, lezat dinikmatinya. Campuran sayuran yaitu kacang panjang, toge dan jamur dan segenggam udang segar, pas sekali di lidah dan begitu nikmat disantap dengan nasi putih panas mengepul. Salah satu hidangan yang pas buat disajikan dan disantap bersama keluarga Anda

Bahan - Bahan

- 150 gram Udang
- Kacang Panjang
- 3 siung Bawang Putih

- Lengkuas 1/2 ruas jari
- Jahe 1 ruas jari
- 3 sdm Minyak Goreng
- 1 lembar Daun Salam

- 100 gr Jamur 
- 75 gr Toge
- 3 sdm Kecap Manis Pedas Gurih
- 250 ml Air Garam
- 1/4 SDT Lada Putih bubuk


Cara Membuat atau Cara memasak

  • Potong kacang panjang kira-kira seukuran jari.
  • Udang dibuang kepala dan kulitnya.
  • Iris tipis 3 siung bawang putih.
  • Iris tipis lengkuas.
  • Memarkan jahe.
  • Panaskan 3 sdm minyak goreng.
  • Masukkan irisan bawang putih.
  • Masukkan jahe dan lengkuas.
  • Tambahkan 1 lembar daun salam.
  • Masukkan udang.
  • Masukkan kacang panjang.
  • Masukkan 100 gr jamur.
  • Tambahkan 75 gr toge.
  • Aduk hingga merata.
  • Masukkan 3 sdm Kecap Bango Manis Pedas Gurih.
  • Tambahkan 250ml air.
  • Setelah mendidih, tambahkan 1/2 sdt garam dan 1/4 sdt lada putih bubuk.
  • Masak hingga matang.


Yustinus Setyanta Food
Mantappppp.....dan lezattttttttt..........

Senin, 25 November 2013

TERSERAH KAMULAH

Kita harus bicara, Jangan kau tutupi diri
Dengar penjelasanku kali ini
Biar semuanya kelar tanpa curiga, emosi
Akhirnya kita lah yang rugi

Terserah kamulah, mau menganggap aku apa
Kamu menilai aku seperti apa
Dan bagaimana kau berfikir tentangku
Aku tahu, aku tak sempurna untukmu
         Namun di dalam hati ini
         Ada rasa yang damai
         nan indah yang akan kuberi
         Dan bisa kau miliki


Yustinus Setyanta       ---------      Puisi
Jogja

SIAPAKAH DIRI INI??? (Siapakah engkau? Siapakah aku?)

     Beberapa waktu lalu saya terima email dari seseorang. Dan isi email tersebut mengomentari sebuah tulisanku, lalu mengisahkan pengalaman hidup si pengirim email itu. Tetapi ada satu kalimat yang membuatku terpaku,dan tercengang saat membacanya. “Dari tulisan-tulisan anda, saya sedikit tahu siapa anda..” Siapakah aku? Siapakah engkau? Apakah kita sungguh dapat mengetahui dan mengenal seseorang hanya dari apa yang nampak? Dari apa yang ditulis atau diceritakannya? Lihat, Sedemikian banyak nama-nama teman dalam daftar sahabat kita, baik di Facebook, Tweeter, Milis, bbm, kontak email atau dimana saja dalam media sosial lain yang kita ikuti. Tetapi sungguhkah kita mengenal mereka? Bahkan mereka yang setiap saat dapat kita temui secara langsung, muka dengan muka, siapakah mereka? Dan siapakah kita sendiri? Diri ini?

       Ada satu kisah pendek yang pernah saya baca dan saya lupa judul dan pengarangnya tetapi dulu saat membacanya pertama kali membuatku sangat terkesan. Cerita itu bertutur tentang seorang pelawak yang setiap malam membuat para penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Dan memujanya. Riang. Gembira. Dan orang-orang mengira hidupnya pasti sangat berbahagia. Sangat jauh dari masalah. Penuh sahabat dan keluarga yang mencintainya. Tetapi kenyataannya, di luar panggung, hidup si pelawak ternyata amat sengsara. Hidup seorang diri. Selalu kesepian. Selalu merasa tak berarti. Selalu berkekurangan. Hingga di ujung kisah itu, setelah sang pelawak meninggal, terbukalah semua kedok hidupnya. Dan para pemujanya sangat terkejut. Betapa menderitanya dia. Betapa hidupnya penuh dengan kepiluan dan kehampaan. Tetapi dia telah membuat banyak orang senang. Dan bahagia. Jadi siapakah kita ini? Siapakah aku? Siapakah engkau? 
     
        Oleh sebab itu, saat seseorang memuji kita, renungkanlah, apakah memang kita ini layak dipuji? Apakah kita ini sungguh sadar bahwa pujian yang dialamatkan ke diri kita adalah benar sesuai dengan siapakah kita yang sungguh? Yang nyata? Ataukah hanya karena penampakan luar kita saja? Tampilan yang menutupi luka, kesedihan dan borok kita di dalam. Atau jika kita mengejek seseorang, mengejek tulisan orang yang kelihatanya galau sendu sedih, merasa dirinya kuat. Sungguhkah kita memang layak mengejek dan mengkritik orang? Jangan-jangan kita mengejek dan meng-kritik hanya karena ketidak-mampuan kita dalam mencapai apa yang telah dicapainya. Atau, jika saja kita dapat mengalami dan merasakan sendiri apa pengalaman hidupnya, jangan-jangan keputusan dan kelakukan kita justru lebih buruk dari pada tindakan orang tersebut. Memang tidak mudah untuk memahami seseorang. Apalagi segala pujian atau pun kritikan selalu berdasarkan pada apa yang kita pikirkan dan alami dalam kehidupan kita sehari-hari.

         Sesungguhnya teramat sulit untuk dapat mengenal orang lain. Teramat mustahil untuk dapat tahu apa sesungguhnya yang dialami, dipikirkan, dirasakan dan melanda kehidupan mereka yang bukan kita. Bahkan kita sendiri sering merasa sulit untuk memahami pengalaman kita. Kelakukan kita. Keputusan dan tindakan kita. Ya, ada kalanya sesuatu kita lakukan dengan nyaris tanpa dipikirkan, walau setelah itu kita pun menyesali tindakan kita tersebut. Tetapi begitulah hidup ini kita jalani. Kita masing-masing. Kita sering terperangkap dalam topeng yang tak ingin kita buka. Kita menghindari kesusahan, kesulitan dan kesepian kita terbongkar karena kita tak ingin menjadi beban bagi orang lain. Menjadi duri dalam daging mereka yang kita kenal, bahkan yang tidak kita kenal sekali pun. Kita penampilan luar kita dapat mengesankan orang lain. Membuat orang-orang bahagia bersama kita. Membuat masyarakat tidak mencibir kita. Kita ingin di hormati bagai raja atau dalam kata lain gila hormat. Padahal apa yang ada dalam rasa dan pikiran kita sungguh berbeda. Sungguh bertentangan dengan penampakan luar yang kita tampilkan di depan umum. Apalagi hanya dalam tulisan yang dibuat dengan penuh penalaran untuk kebersamaan dengan hidup orang lain. Jadi tahukah anda sekarang siapa sesungguhnya aku? Tidak tahukah siapakah engkau sesungguhnya? Ingatlah!!! Tuhan Allah itu mahatahu. Tuhan Allah itu tidak tidur.



Yustinus Setyanta
JOGJA

POKOK'MEN

Pokokmen
Ada kata dalam bahasa Jawa yang membuat kita menjadi bisu dan tuli, yakni
kata ‘pokokmen atau pokok'e" semisal dalam pembicaraan "pokok'e gelem ra gelem" artinya pokoknya mau nggak mau’. Satu kata ini memang istimewa. Kalau sudah ...’pokokmen’
maka kita menjadi orang tuli yang tidak mau mendengar lagi pendapat orang
lain. Kalau sudah...’pokokmen’ maka kita menjadi orang bisu yang tidak bisa
berkata lain kecuali...’pokokmen’, sekalipun orang lain tidak mengerti.
Bahkan kalau sudah ...‘pokokmen’ , Allah pun harus menuruti kita.

Efata*
Ketika kita marah karena sikap dan tindakan orang lain, ketika kita kesal
karena orang lain tidak bisa memahami prinsip kita, Dia berbisik pelan di
telinga kita ‘Efata...’. Ketika kita sedih, ketika kita bahagia, Dia berbisik pelan
di telinga kita, ‘Efata...’. Ketika kita diam dan tak tahu harus berkata apa, Dia
berbisik pelan di telinga kita, ‘Efata...’. Dan ketika kita memejamkan mata
karena tidak bisa menerima kenyataan hidup, Dia pun berbisik pelan
‘Efata...’. Sayangnya bisikannya sangat lembut dan dengan mudah ditelah
oleh keinginan untuk mengangkapkan diri kita sendiri. Akhirnya ‘Efata...’ itu
tidak pernah kita dengar.
(*Efata = Terbukalah)

Bisu dan Tuli
Ada empat orang, yang satu tuli karena gendang telinganya pecah saat
mendengar bom meledak tidak jauh darinya. Dia pernah bisa mendengar,
namun sekarang kehilangan pendengarannya. Yang satu bisu karena pita
suaranya rusak akibat suatu penyakit. Dia pernah bisa bicara tetapi
kehilangan kemampuannya berbicara.Yang satu lagi bisu dan tuli sejak lahir,
dia tidak pernah bisa berbicara dan tidak pernah bisa mendengar
sebelumnya. Jika ada pertanyaan, lantas yang satu lagi bagaimana? Marilah
kita melihat ke dalam diri dan hati kita sendiri.

Namanya Gudheg
Tuli dalam bahasa Jawa namanya ‘bu..dheg’, bingung tidak tahu harus
bagaimana disebut ‘ju...dheg’, kalau yang sering untuk sarapan namanya
‘gu...dheg’. Nah, kalau dinasehati tidak juga manut namanya ‘nda...bleg’.
Tidak begerak kemanapun namanya ‘man...dheg’.
Dari kelima istilah itu,hanya yang namanya gudheg yang tidak sering melekat pada diri kita. Sementara istilah yang lain,.....iya juga sich! Hati kita sering ‘budheg’, pikiran kita sering ‘judheg’ , sikap kita sering ‘ndableg’ , iman kita juga ‘mandheg’.

Takut Salib

Pak Haji datang dan berbincang denganku. Dia bercerita suatu saat
menderita sakit dan dirawat di rumah sakit Panti Rapih. Ketika dia ingin
melaksanakan Shalat di tempat tidur, dia melihat salib Yesus persis di
depannya. Pak Haji ngak jadi shalat. Ketika perawat datang, dia meminta
agar tempat tidurnya diputar supaya dia bisa melaksanakan shalat.
Pak Haji itu terlalu takut untuk menyembah Yesus, sementara kita terlalu
takut untuk mengikuti Yesus. Kita lebih berani mengikuti kesenangan dan
kemauan kita sendiri.

Anak Kunci

Barang yang kita pergunakan untuk membuka pintu rumah adalah anak kunci.
Anak kunci juga kita pergunakan untuk menghidupkan kendaraan. Anak kunci
pula yang kita pergunakan untuk membuka lemari ataupun kotak simpanan kita.
Jika anak kunci hilang...ah jangan khawatir, masih ada tukang kunci.
Untuk membuka hati dan menghidupkan iman kita butuh anak kunci
khusus.Anak kunci itu bernama ‘kasih’. Jika kita kehilangan kasih, ..ah jangan
khawatir, Dia adalah sumber kasih yang tak akan pernah kering.

Aku ki...

Coba perhatikan gaya bicara kita. Adakah kita sering memulai kalimat dengan
kata ‘Aku ki...’ atau ‘Saya itu...’? Semakin banyak kalimat yang kita ucapkan
dengan awalan kata itu, menunjukkan bahwa kita lebih sering ingin didengar,
dan tidak ingin menjadi pendengar.

Gelang Karet
Gelang karet sangat beraneka ragam kegunaannya dan kita paling sering
kebingungan mencarinya ketika membutuhkan. Gelang karet bisa untuk
mengikat sesuatu, bisa untuk menjepret sesuatu, bisa untuk dimainkan di selasela
jari atau bermain lompat tali.
Sabda Tuhan di dalam kitab suci pun sangat beraneka ragam manfaatnya,
hanya saja kita sering kebingungan untuk mencari dan memahaminya, terlebih
menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti gelang karet, sabda juga
sering dibuat menjadi sangat lentur, semata-mata agar kita bisa memaklumi diri
kita sendiri.



Yustinus Setyanta
Jogja

YESUS : RAJA SEJATI YANG MERAJAI HIDUP KITA

Dalam bacaan Injil Lukas 23 : 35-34 ini mengajak kita sebagai umat kristiani untuk merenungkan kembali makna Yesus sebagai Raja. Kita di ajak untuk menyingkirkan pandangan sosok raja pada umumnya yang bergelimang harta, bermahkota emas permata, yang di elu-elu rakyatnya karena kemenangan atas musuh-musuhnya. Yang di alami Yesus adalah senbaliknya, Injil Lukas memperlihatkan kepada kita bagaimana Yesus mengalami penolakan, penderitaan penghinaan, olok-olok, dan akhirnya penyaliban. Dan mahkota yang dikenakan di kepala-Nya adalah mahkota duri, bukan mahkota emas permata. Yang di dengarkan-Nya bukanlah sorak-sorai yang memuji-muji nama-Nya, melainkan penghinaan dan cercaan. Yesus dengan bilur-bilur luka-Nya tergabtung di salib, namun ia tetap memperhatikan kita dan kedua tangan-Nya terentang untuk merangkul kita, memberi kesempatan kita untuk bertobat dan mengajak kita naik ke salib bersama DIa lalu membawa kita ke taman firdaus.


Kita semestinya bersikap seperti si penjahat yang di salib bersama-Nya yang mengakui kelemahan dan dosanya lalu berseru "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai raja." Kemegahan, kebesaran, kemuliaan sebagaimana yang kita bayangkan muncul dari sosok seorang raja di dunia tidak terlihat pada sosok Yesus. Sejatinya kerajaan Yesus sangat berbeda dengan kerajaan yang ada di dunia ini. Kerajaan di dunia ini hanya berorientasi pada kekuasaan, bertindak menurut kepentingannya sendiri, dan berambisi nutuk membalas dendam. Sebaliknya Kerajaan Yesua di bangun atas dasar kasih, pelayanan, keadilan, rekonsiliasi dan damai. Dalam hidup-Nya, Yesus Kristus tidak pernah membalas dendam dengan dendam, kekerasan dengan kekerasan. DIA mengampuni selalu sampai akhir! Pengampunan yang di berikan Yesus terjadi dalam diri si penjahat yang di salib bersama Yesus. Si penjahat mengakui dosa-dosanya dan mohon ampun, dan akhirnya di selamatkan oleh Yesus.

Di sinilah Yesus Kristus adalah Raja Sejati, seperti digambarkan oleh rasul Paulus daam suratnya kepada umat di kolose ".......... Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan Anak-Nya yang terkasih. Di dalam Kristus itulah kita kita memiliki penebus kita, yaitu pengampunan dosa........" ( Kolose 1: 12-20) Yesus bukan hanya memberikan pengampunan, tetapi juga menjadikan tempat di sisi-Nya nanti di surga sebagaimana yang DIA katakan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam firdaus"

Bila seringkali dalam hidup kita, dihantam berbagai macam konflik dengan sesama bahkan bahkan dicekam ketakutan akan muncul, percayalah bahwa kita tidak sendirian. Hanya perasaan kita saja yang merasa sendirian. Namun di tengah semua itu tergatung Yesus yang di salib, kedua tangan-Nya terbentang dan siap sedia untuk merangkul kita, menebarkan belas kasih-Nya, mengajak kita untuk bertobat dan akhirnya menjanjikan kita tempat terindah di surga. Sebagaimana si penjahat yang bertobat, kita pun layak berseru "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja" ****



Yustinus Setyanta
Jogja

PELANGI KEHIDUPAN

Jika di ibaratkan kesusahan adalah hujan dan kesenangan adalah matahari, maka kita butuh keduanya untuk bisa melihat pelangi…

Tidak semua dari kita dengan mudah memadukan warna-warni kehidupan menjadi lukisan indah pelangi untuk kita nikmati. Sebagian orang masih harus belajar untuk memikirkan hal-hal baik, jika hal-hal buruk membuat hidup menderita. Hanya ketika seseorang mulai berhasil membebaskan diri dari penilaian dan bisa menerima segala hal apa adanya tanpa penilaian baik-buruk, disitulah persepsinya akan mulai mampu melukis kehidupan dengan segala dua litas yang ada. Tatkala telah berhasil melukisnya menjadi indah, itulah saat dia mulai bisa menerima kehidupan ini sebagai suatu keindahan sempurna apa adanya.

Sealami tubuh yang menyikapi suasana dengan bijak agar suhunya tetap stabil, selayaknya pikiran juga dibiarkan agar bertumbuh alami dalam menyikapi setiap perubahan suasana dalam kehidupan.

Setiap keindahan pelangi tercipta dari cahaya ( bukan dari panasnya ) matahari yang menerpa gerimis yang turun dari kesejukan ( bukan dari kegelapan ) mendung. Begitulah pelangi kehidupan dapat terlihat indah saat dipahami dengan cahaya kesadaran ( bukan dengan panasnya ) hati yang di temani oleh kesejukan ( bukan oleh kegelapan ) pikiran.

Di puncak tangis tawa yang sama-sama mengeluarkan air mata. Jiwa sedang berpesan : "Jangan tenggelam pada kesedihan atau melekat pada kebahagiaan".
Bila kesedihan dan kebahagiaan adalah dua litas rasa alami yang harus dipahami oleh jiwa dalam kehidupan ini, lalu untuk apa jiwa menciptakan air mata saat kedua rasa ini hadir?? Rupanya mengalami dan merasakan sesuatu untuk bisa memahaminya tidaklah berarti bahwa kita harus melekat terhadap setiap rasa itu.
Seperti petani yang mengalami dan merasakan lumpur saat bercocok tanam, tidaklah berarti ia harus membiarkan lumpur itu melekat selamanya pada dirinya. Mesti ada saat dimana ia mengalaminya, lalu membersihkan lumpur itu dari tubuhnya )

Banyak orang yang bilang, kenapa hidup ini kok suram. Aku ingin hidup yang lebih berwarna seperti pelangi yang indah. Entah sadar atau tidak, bahwa pelangi terdiri dari banyak warna (7 warna) yang masing-masingnya bisa melambangkan sesuatu. Mungkin ada kemarahan, kesedihan, kedamaian, ketakutan, kekesalan, kebahagiaan dll, semuanya ada dalam karakter warna pelangi. Dan itulah yang menjadikan pelangi kehidupan itu indah untuk di nikmati. Jadi kalau hidup anda pengen seperti pelangi, bersiap-siaplah ada berbagai macam warna kehidupan yang akan anda jalani. Bukan melulu kesenangan, namun bukan juga melulu kesedihan. Akan ada banyak warna yang menghiasi pelangi jiwa kita.

Hakikatnya, warna dasar hidup kita adalah putih. Menjadi berwarna akibat dispersi, dll. Dalam fisika, cahaya putih polikromatik didispersikan ke prisma akibatnya menyebar menjadi tujuh warna berbeda, seperti warna pelangi. Maka marilah jalani kehidupan ini dengan indah. Pelangi merupakan optika atmosfer yang terjadi apabila masih ada sinar matahari setelah terjadinya hujan.

Demikianlah di suatu senja hari kulihat dan menatap pelangi yang muncul sehabis hujan dengan lajur warna wari muncul dengan satu pesona yang sangat menakjubkan. Setelah hujan mengusir panas terik. Dan pelangi muncul di langit yang kelabu tertutup mendung. Semuanya pun seakan mengabarkan kepada kita bahwa sesungguhnya di tengah ketidak-kekalan hidup ini, di dunia yang fana ini, selalu ada harapan untuk menikmati pesona alam. Selalu ada nuansa suka cita dalam perbedaan walau sering kelihatan tak rapi. Tetapi siapa yang mengatakan bahwa dunia ini harus selalu tertata rapi dan bahwa keseragaman adalah sesuai dengan kehendak Sang Pencipta sesungguhnya sama sekali tak mengenal Penciptanya sendiri. Maka marilah kita berjuang menghadapi diri kita. Berjuang untuk tidak memaksakan kehendak kita. Berjuang untuk tidak memaksakan kebenaran kita sendiri. Berjuang untuk tidak memaksakan keseragaman di dunia yang beragam ini. Berjuang untuk tidak merusak keindahan pelangi kehidupan ini. Sebab kita adalah mahluk hidup yang masing-masing memiliki cara pandang, kebiasaan, pemikiran dan perasaan sendiri-sendiri. Ingatlah bahwa, jika Sang Pencipta sungguh-sungguh menghendaki keseragaman di alam semesta ini, dan jika kita sungguh-sungguh percaya pada ke-mahakuasa-an-Nya, bukankah dengan mudah Dia dapat membuat kehidupan kita menjadi seragam? Dan karena sekarang nyata bahwa kita hidup masing-masing dengan keunikan kita sendiri, bukankah itu sungguh-sungguh juga berarti bahwa Dia memang menghendaki demikian? Biarlah kita masing-masing kelak bertanggung-jawab atas segala hal yang telah kita lakukan secara pribadi. Kita jangan khawatir dengan diri kita dan juga jangan membuat sesama kita khawatir karena keberadaan kita. Keberagaman itu indah. Keseragaman itu membosankan. Dan aku percaya bahwa, Sang Pencipta pun tidak ingin kehidupan yang diciptakan ini menjadi membosankan dan menjemukan bagi ciptaan-Nya.





Yustinus Setyanta
Jogja

Minggu, 24 November 2013

- KABUT -

Seiring kabut mengirim degup
Langkahmu, kudengar s'makin sayup
Letih melunta antara impian dan kenyataan
Yang kian mengores dalam kegalauan

Kesunyian menjelma, desah
Desau angin yang pecah
Melagukan desah rindu yang ngilu
Yang tertahan di selasar waktu

    Masih perlukah?!?

    Sesenguk tangis
    Masih perlukah?!?
    Sembilu mengiris
    Sedang perjalanan
    T'lah sering mengajarkan perih

Hati dan perasaanku akan kujaga rapi
Teguh dan kukuh ikrar di patri
Walau sebesar mana dugaan yang hadapi
Aku akan tetap kuat meniti
Bersama riang gembira senantiasa dirasai
   Meski kabut menyelimuti
   Aku akan belajar bersabar dan melebar seperti pagi
   K'rena kabut perlahan akan menepi
   Disinari hangat sang mentari
   Membuka cakrawala impian jelas nyata nan pasti
   Pun penuh arti.........



Yustinus Setyanta      -------------     Puisi
Jogja

Rabu, 20 November 2013

PELANGI CINTA

Kau tampakkan lengkung indahmu
Berwarna-warni lajur jalanmu
Kau tetap bersahaja nan memukau
Meskipun langit mendung di wajahmu

Beraneka warna kau tunjukkan
Menjadi indah dari perbedaan
Diantara titik-titik hujan gerimis tangisan
Kau tetap setia di penantiaan

Walau kau terusir oleh mentari
Tetapi kau kan selalu hadir kembali
'Tuk menghiasai gerimis lagi
Biarpun sang mendung ditiap sisi

Oh pelagi indah warnamu
Aku menyukaimu
Akan ketabahan dan kesetiaanmu
Yang telah meluluhkan batu cemburuku
Dan membuat diriku
DI warnai lajur cintamu

Antara warna yang terukir girang
Ada picisan nada menari riang
Antara lagu - nada - cinta dalam degup jiwa
Ada kasih diulit kasih sayang penuh irama


Yustinus Setyanta                         -------------                Puisi
Jogja - Di senja hari 19 Nov 2013

Senin, 18 November 2013

GORESAN LUKA

Terdampar hati penuh duri...
Mengikis luka dalam hati...
Irama dunia bernada sepi...
Hati tak jua terobati...
Merangkai kepingan hati penuh ilusi...
Menyentuh luka menahan diri...
Berharap lari dari hati...

Tersungkur perih tak terperi...
Saat hati disinggahi...
Noda-noda duri...


Tersibak kecerahan dalam hati...
Tatkala sejuk embung menyirami...
Disinggahi namun tak di bagi...
Ditemani...
Dibalut kasih Ilahi...
Lega, Legawa hati terobati...





Yustinus Setyanta

Sabtu, 16 November 2013

AJARLAH SAYA TUHAN

Ajarlah Aku Tuhan
 

    Suatu ketika sudah agak lama, saya merasa sedih dan kecewa karena rencana nobar (Nonton Bareng) filem Soegijapranata bersama teman berakhir tidak sesuai deagan harapanku. Beberapa teman sepakat untuk nonton pada hari pertama, sementara saya dan seorang teman lain kemarin berhalangan karena ada kegiatan lain...
 

     Saya sadar bahwa bisa jadi ada miskomunikasi antara saya dengan teman-teman, karena seingatku ketika terakhir bertemu untuk membicarakan jadual nobar itu, saya sempat mengingatkan mereka bahwa teman yang satu lagi biasanya hari Senin atau Selasa off, sehingga kalau mau nonton di hari pertama (Kamis), dia pasti nggak bisa ikut. Jadi saya beranggapan bahwa kami belum memutuskan tanggal nobar yang pasti.

     Rabu malam aku terkaget-kaget, karena seorang teman menanyakan besok kita gimana (nobarnya)? saya sama sekali gak kepikiran untuk nobar hari pertama karena teman yang lain kan memang berhalangan dan saya juga ada kegiatan lain di Kamis malam. Sedih, karena teman-teman sudah memutuskan untuk nobar Kamis malam tanpa konfirmasi ulang ke aku (mungkin mereka beranggapan aku sudah tahu bahwa kami mau nobar di hari pertama seperti diskusi dalam pertemuan terakhir kami yang waktu itu aku anggap masih menggantung karena seorang teman berhalangan ikut). Kecewa, karena keputusan itu baru aku ketahui malam sebelumnya, sehingga nobar yang ada dalam bayanganku harus berakhir dengan “nonton sebagian bareng”.

    Paginya setelah curhat dengan teman yang juga gak jadi nobar say memutuskan untuk tidak menjadi penghalang bagi teman-teman yang sudah mengatur jadwal mereka untuk nobar. Sms'an dengan teman ini juga sedikit menghiburku... Siangnya muncul inbox di FB dari teman lain yang gak ada hubungannya dengan rencana nobar kami, tapi saya merasa inboxnya itu mendukung keputusanku untuk menghadiri kegiatan di geraja dari pada nobar dengan teman-teman yang lain.

    Saya teringat bahwa voucher Soegija masih aku simpan dan aku memutuskan untuk membawanya ke kantor sehingga temanku bisa mengambilnya untuk nobar mereka. Dengan ekspresi yang wajar, sore itu kuserahkan voucher tersebut ke teman yang datang mengambil karena merasa bahwa itu sudah selesai... Biasanya saya akan bersikap dingin terhadap orang-orang yang telah membuat saya kecewa. Mungkin karena mereka teman-teman sekomunitas yang selama ini kami saling peduli satu sama lain, maka saya berusaha untuk tidak memperlihatkan kesedihan dan kekecewaanku itu, yang bagi mereka mungkin hanya masalah ketidakcocokan waktu, namun menurutku sebagai kelompok seharusnya kami bisa saling menyesuaikan waktu sehingga kami benar-benar dapat nobar...

     Pelajaran yang kudapat dari peristiwa kemarin adalah saya bisa belajar bersabar dan menutupi kekecewaan dan kesedihanku dari teman-teman yang lain, belajar menerima keputusan mayoritas tanpa terlibat dalam prosesnya walau mengagetkan dan membuat kecewa, belajar untuk tidak mengutamakan egoku sendiri dan menerima bahwa teman-temanku memiliki prioritas yang berbeda denganku (kesetiakawanan sebagai kelompok). Aku bahkan sempat terpikir bahwa inilah salah satu latihan yang saya perlukan agar dapat menghadapi masalah yang serupa (kesedihan dan kekecewaan terhadap orang-orang yang dekat denganku) di kemudian hari.

     Ya Allah Bapa yang penuh kasih, syukur dan terima kasih, Engkau telah membiarkan diriku mengalami semua ini. Aku percaya ini adalah salah satu rencana-Mu yang indah untuk membentuk aku agar dapat menjadi lebih baik lagi dalam melaksanakan ajaran kasih-Mu. Berikan aku hati yang lapang agar dapat mengolah kekecewaan, kesedihan, terlebih kepedihan hati yang kualami dalam hidupku menjadi berkat-berkat-Mu yang semakin menguatkan aku dalam pergumulan hidupku. Terima kasih Bapa yang penuh kasih, amin.




Yustinus Setyanta
Jogja

ANAK YANG HILANG



“Hidupku dipenuhi dendam. Aku luka, ya luka terbuka di dalam hatiku. Memang, aku hidup dengan berkelimpahan materi. Tetapi apakah itu cukup? Aku merindukan cinta. Cinta. Aku butuh diperhatikan. Aku mau dibelai, disayangi dan dipahami. Tetapi, tiap saat hanya kesunyian yang menemaniku. Orang tuaku terus saja sibuk dengan diri mereka sendiri. Terus saja menikmati kesenangan sendiri. Aku terlupakan. Aku tersingkirkan. Maka untuk apakah mereka melahirkan aku? Untuk apa? Untuk kesenangan mereka saja?” Anak lelaki itu menunduk. Tangannya gemetar. Matanya berkaca-kaca. Dia menekuk kedua lututnya dan bersimpuh di hadapan kami.

“Setiap kelahiran menandakan bahwa Tuhan belum putus asa terhadap manusia,” demikian tulis Tagore. Tidak, Tuhan tak pernah putus asa menghadapi kita semua. Sayangnya bahwa kita, manusia, yang sering merasa putus asa terhadap hidup yang telah diberikan oleh Tuhan. Kita sering melupakan bahwa hidup yang telah dilimpahkan kepada kita adalah suatu anugerah. Bukan suatu kutukan. Sementara kita tertatih-tatih menghidupi diri, waktu terus merayap. Bunga-bunga mekar mewangi lalu menguning layu. Musim silih berganti. Dan kita tetap saja meratapi dunia. Kita tetap saja enggan untuk berpikir. Untuk mencari makna keberadaan kita di alam raya ini. Untuk menghirup aroma segar hidup ini, harum atau busuk. Maka hidup pun menjadi gelombang kesepian yang pahit. Menjadi udara pengap ketakmampuan untuk menguak cahaya yang bersinar dari kasihNya. Kita menyisihkan diri sendiri. Lalu cahaya hidup menjadi padam...... Demikianlah, kami mengenal anak itu sebagai seorang bromocorah di suatu daerah perumahan yang cukup berada. Entah sudah berapa kali dia dibui karena perbuatan-perbuatannya. Perkelahian, penodongan, mabuk-mabukan dan bahkan pernah menikam seorang temannya hingga terluka dan nyaris tewas. Kini dia terlibat dalam kegiatan sosial di sebuah yayasan. Dia amat rajin dan lincah, terutama bila itu berhubungan dengan pembagian sembako kepada umat yang amat miskin. Pelayanan yang diberikannya terutama amat membantu di saat ketika banyak yang menyumbang sembako tetapi tidak ada tenaga lain yang bisa membantu menyalurkan sumbangan itu. Dan kini anak itu tepat berada di depan kami. Dan bertutur tentang salib hidupnya sendiri.

“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku” sabda Yesus. Ya, hidup kita adalah salib kita. Salib yang sering amat berat kita panggul. Salib yang sering membuat tubuh dan jiwa kita menjadi letih. Salib yang membuat, suatu saat dalam hidup Pablo Neruda, dikatakannya, Aku letih menjadi manusia. Salib kehidupan adalah salib yang saat ini kita semua memikulnya. Maka sesungguhnya kita semua adalah anak-anak yang hilang. Anak-anak yang kini hidup dalam perjalanan untuk mencari kebenaran sambil menghabiskan talenta kita. Dan mengais ampas kebenaran untuk dapat meneruskan perjalanan kita menuju rumah Bapa. Bapa yang tidak pernah akan membiarkan seorang pun dari anak-anakNya hilang. Anak lelaki itu lalu memandang kepada kami semua. Lalu dia melanjutkan kata-katanya. “Tetapi kemudian aku sadar. Betapa lemahnya aku. Aku telah tenggelam dalam duka lara untuk sesuatu yang tak pantas kutangisi. Untuk kemalangan yang tak mampu kuubah, aku harus menerimanya. Untuk kemalangan yang mampu kuubah, akan kupergunakan seluruh talenta yang telah diberikanNya, untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Mungkin tenaga satu orang tidak berarti apa-apa. Tetapi, paling tidak, bagi diriku sendiri, aku telah punya arti. Dan itu jauh, jauh lebih penting daripada hanya mengutuk dan menyesali hidup terus menerus. Dan tenggelam dalam duka cita yang tidak berguna.”

Kami semua berdiam diri. Kami semua sedang menikmati satu momen penting dalam menghayati keberadaan hidup ini. Seorang anak hilang kini telah kembali. Memang kita semua adalah anak-anak yang hilang. Tetapi siapa bilang kita cuma bayang-bayang? Siapa bilang kita tidak eksis? Dan di atas segalanya, dapatkah kita mengatakan bahwa hidup itu hanya suatu kesia-siaan? Bukankah dengan suatu sentuhan lembut dalam hati kita, suatu hari kelak, kita mungkin kembali? Dan tidakkah, suatu hari kelak, jika saatnya tiba, Dia akan bersabda: “Datang dan duduklah dalam haribaanKu yang tak terbatas, anakKu”
 
 
Yustinus Setyanta
Jogja

KISAH SEBUAH BALON MERAH



Seorang bapa memiliki dua orang anak. Setiap kali bila mereka memiliki waktu bebas, maka ia akan membawa kedua anaknya ke lapangan luas dan melepaskan balon-balon ke udara. Anehnya, balon-balon yang dilepaskan itu semuanya berwarna merah. Setiap kali mereka datang ke lapangan itu pasti balon merahlah yang dilepaskan.

Suatu saat sang ayah ditugaskan untuk bekerja di kota lain. Pada saat hendak meninggalkan rumah ia berpesan kepada kedua anaknya bahwa bila mereka sungguh amat merindukan kehadiran sang ayah, maka mereka hendaknya melepaskan balon merah agar ditiup angin ke langit lepas. Dan dengan melihat balon tersebut sang ayah bisa mengetahui kalau mereka sedang merindukan kehadirannya.

Ternyata kepergian sang ayah bukanlah suatu perpisahan yang singkat. Kedua anak tersebut menanti dengan penuh rindu, dan berulang kali melepaskan balon merah ke udara. Namun tetap saja tak berguna karena ayahnya yang bekerja di tempat yang jauh tak pernah mampu melihat balon yang dilepaskan tersebut.

Suatu hari, kedua anak tersebut secara sembunyi-sembunyi sekali lagi melepaskan balon merah. Para tetangga merasa begitu iba dan terharu melihat betapa besar kerinduan kedua anak tersebut untuk bertemu sang ayah. Karena itu semua tetangga lalu ramai-ramai membeli jutaan balon dan menjadikan saat itu sebagai saat istimewa bagi warga tetangga tersebut. Semua beramai-ramai menuju lapangan luas dan melepaskan jutaan balon merah ke udara. Ke mana saja mata memandang, yang kelihatan adalah warna balon merah yang menakjubkan. Keajaiban balon merah tersebut ditangkap oleh seorang reporter. Dan...tatkala melihat berita keajaiban tersebut, sang ayah tahu bahwa kedua anaknya sedang merindukan kehadirannya, dan dengan segera melepaskan kesibukannya untuk kembali memberikan kasih sayang kepada kedua anaknya tersebut. Balon merah sungguh telah menjadi sarana yang menyatukan mereka kembali.

Kita pun memiliki kerinduan akan kehadiran Cinta Tuhan dalam diri kita dan hidup kita. Apakah kita pun sering melepaskan balon merah sebagai ungkapan tanda kerinduan kita akan kehadiran Allah Bapa di surga??
Semoga saja demikian.



Yustinus Setyanta
Jogja

KU RENUNGKAN SELALU ( Ada 40 Fakta Cinta Didalam Alkitab)

Ada 40 fakta cinta di dalam Alkitab:

11 September 2012 pukul 22:37
1. Cinta adalah pencipta keindahan terhebat (1 Timotius 2:9-10)
2. Cinta adalah suatu wujud keinginan; dalam niat dan tindakan (1Yohanes 3:18)
3. Cinta harus menjadi dasar dari segala sesuatu (1 Korintus 13:3)
4. Rumus untuk mencapai hubungan yang sukses: Perlakukan semua bencana seperti masalah sepele, tetapi jangan pernah memperlakukan masalah sepele seperti sebuah bencana (Filipi 4:5)
5. Tidak ada yang dapat mengimbangi besarnya nilai kenangan bersama: kenangan melalui masa sulit bersama (2 Timotius 1:2-3)
6. Kita dapat menjaga kehidupan cinta kita bila menjadikannya sebagai prioritas dalam kehidupan kita (Kidung Agung 4:16)
7. Cinta selalu percaya akan adanya mukjizat (Roma 8:28)
8. Cinta membuat segala sesuatu menjadi ringan (Matius 11:28)
9. Ketika cinta harus menanggung sesuatu, ia tidak akan dianggap sebagai beban. (Matiua 11:30)
10. Cinta memberikan segala-galanya dengan tidak mengharapkan balasan. (Yohanes 3:16)
11. Cinta kekanak-kanakan berkata: “Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu.” Cinta dewasa berkata: “Aku membutuhkanmu karena aku mecintaimu.” (1 Yohanes 3:16)
12. Cinta memang benar seperti yang terdengar, terlihat, tertulis, dan dibicarakan banyak orang. Cinta patut diperjuangkan dengan mempertaruhkan semua yang ada untuk mendapatkannya (1 Yohanes 3:1)
13. Cinta adalah suatu pencarian (Galatia 5:14)
14. Kebiasaan terlihat indah di dalam cinta. (2 Korintus 8:12)
15. Keuntungan cinta pada pandangan pertama adalah memperlambat pandangan yang kedua (Roma 5:8)
16. Cinta adalah satu-satunya gairah yang memasukkan kebahagiaan orang lain dalam mimpinya (Yohanes 14:1-3)
17. Cinta adalah satu-satunya usaha yang sangat boros:meskipun cinta itu diberikan, dibuang, disebarkan, dikosongkan dari perbendaharaan anda, anda akan memiliki lebih banyak dari semula. (Lukas 6:38)
18. Untuk mencintai seseorang, kita hanya dapat megharapkan kebaikan baginya. (1 Korintus 10:24)
19. Cinta mengubah semua hati yang keras menjadi lembut (Roma 8:6)
20. Kebersamaan menguatkan cinta (Filipi 1:7)
21. Ketidakhadiran mempertajam cinta. (2 Timotius 1:4)
22. Cinta adalah apa yang telah kita alami bersama dengan seseorang (Kisah Para Rasul 20:31-32)
23. Hargailah kebajikannya. Jangan terlalu melihat kesalahan-kesalahannya (Kidung Agung 5:16)
24. Bagaimana aku dapat mencintaimu? Izinkan aku melakukan banyak hal untuk menunjukkan cintaku (Hosea 3:1)
25. Pembicaraan intim dengan pasangan dapat meringankan beban perjalanan yang penuh dengan tantangan (Kidung Agung 4:1)
26. Pertahankan hal-hal yang sudah disetujui bersama dan rundingkan hal-hal yang dapat dikompromikan (Filipi 2:4)
27. Cinta bukan hanya saling memandang satu sama lain, namun bersama-sama melihat pada satu tujuan (Kisah Para Rasul 2:44-45)
28. Cinta memenuhi dan menyelesaikan banyak hal ketika salah satu dari pasangan tidak berdaya dan tidak berpengharapan (Pengkhotbah 4:10)
29. Tidak ada satu bagianpun yang ada padamu yang tidak aku ketahui, tidak kuingat, dan tidak kuinginkan (Kidung Agung 5:2)
30. Tiada hubungan yang tidak bermasalah (Pengkhotbah 7:29)
31. Cinta berani mengambil risiko untuk melihat impian pasangan anda menjadi kenyataan. (1 Petrus 3:6)
32. Kita dapat memberi tanpa mengasihi, tetapi kita tidak dapat mengasihi tanpa memberi (Amsal 20:22)
33. Cinta memerintah tanpa pedang. Cinta mengikat tanpa tali (2 Korintus  3:17)
34. Anda tidak bisa membuat saya berduka bila saya memiliki cinta (Roma 8:1-2)
35. Tidak ada yang kalah atau menang dalam suatu konflik, tetapi itu akan menjadi terobosan baru menuju pengertian yang lebih baik satu sama lain (Roma 13:10)
36. “Aku mencintaimu”. Itu berarti: “kamu, kamu,kamu dan hanya kamu seorang.” (1Ptr. 3:7)
37. Pernikahan bagaikan proses pembedahan karena sifat ingin dipuji dari seorang wanita dan sifat mementingkan diri sendiri dari seorang pria diambil tanpa memakai obat bius (1 Korintus 13:5)
38. Pernikahan adalah petualangan menuju keintiman, sedangkan keintiman adalah keterbukaan seseorang terhadap yang lain (Roma 12:9)
39. Tujuan pernikahan bukan untuk mempunyai pikiran yang sama, tetapi bagaimana supaya berpikir secara bersama-sama (Efesus 4:3)
40. Pernikahan yang sukses membutuhkan jatuh cinta berulang kali kepada orang yang sama. (1 Petrus 1:22)



Yust.S
Jogja

MEREKA YNG TELAH MENINGGAL DUNIA

Salahkah mendoakan orang yang telah meninggal dunia?

        Mungkin kita sering mendengar bacaan 1 Tes 4:13-18 pada saat kita megikuti upacara, doa atau ibadat umat kristiani yg telah meninggal. Mungkin juga kita merasa ragu mendoakan mereka yang telah meninggal dunia. Akan tetapi, St Paulus kepada jemaat di Tesalonika dan tentunya juga kepada kita member nasehat supaya kita mengetahui mereka yang telah meninggal dunia. Pengetahuan yang benar tentang nasib mereka yg menumbukan sikap yang benar pula. Menurut St Paulus, mereka yg telah meninggal dunia akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Kristus yg telah wafat dan bakit dan menjadi sumber pengharapan setiap orang beriman. Itulah sebabnya apabila kita mengalami salah satu anggota keluarga kita meninggal menurut St Paulus berpesan "janganlah berduka cita seperti orang yang tidak mempunyai pengharapan". Apakah artinya; kita tidak perlu menangis saat orang yang kita kasihi meninggal dunia....? Tentu saja tidak...! Secara manusiawi, kematian akan selalu mendatangkan kesedihan dan duka cita, namun janganlah berduka cita seperti orang yang tidak punya pengharapan. Mengapa.....? Alasanya tentu sangat jelas. Kalau kita percaya Yesus telah wafat dan bangkit maka kita percaya juga hahwa mereka yang telah wafat dalam nama Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia. dan tentunya kita yang masih hidup masih menantikan kenyataan tersebut, sedang yg telah meninggal telah bersatu dengan-Nya. Selain itu kita juga diundang untuk percaya, bahwa mereka yg telah meninggal dunia akan dibangkitkan oleh Kristus. Kita resapi kata St Paulus ini, "mereka yang telah mati dalam Dia akan lebih dulu dibangkitkan, sesudah itu kita yang masih hidup yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan diangkasa". Inilah masa depan orang yang mengimani Kristus. Bukan masa depan yang suram namun masa depan yang cerah. Bukan karena kehebatan kita namun semata-mata karena kasih Kristus yang begitu besar.
          Oleh karena itu kita yang masih hidup dipanggil untuk saling menguatkan satu terhadap yang lain. Kuncinya adalah iman kita akan Yesus Kristus. Iman ini kita hayati dan hidupi dalam situasi konkrit kita. Kesetian pada iman akan Tuhan Yesus Kristus yang kita hayati dalam hidup konkrit kita setiap hari akan mendatangkan keselamatan.
Saling menghibur dan menguatkan serta saling mendukung merupakan wujud konkrit dan sikap iman yang ditawarkan oleh bacaan 1 Tes 4:13-18 ini. Sehingga pada akhirnya kita bisa saling memberi peneguhan untuk masa depan kita. Amin.







Yustinus Setyanta
Jogja

KIDUNG MALAM


Senja berlalu tinggalkan kenangan dipelataran hati
Sang mentari rebahkan wajahnya

Sungguh indah rahmat dan berkat-Mu hari ini
Ku bersujud memuji dan bersyukur kepada-Nya

Sepoi angin mendayu
Membelai lembut dalam sujudku
Sedang waktu terus berjalan 

Seperti Kasih-Mu, Tuhan tak berkesudahan

Ketika angan dalam pengharapan
Ketika lelah, letih, lesu
Ketika menanti jawaban doa dari-Mu
Tuhan dan juruselamat ku
Aku rindu dalam pelukan-Mu

Hanya kepada-Mu Tuhan pengharapan dan tumpuan hidup ini ku gantungkan.
Semoga indah pada waktunya.







Yustinus Setyanta
Kalasan - Jogja "09

RENUNGAN ( Hidup dan Pandangan Hidup )



        Hidup amat berharga, oleh sebab itu, manusia selalu berusaha mempertahankan hidupnya. Kalau sakit atau terancam nyawanya, ia akan selalu mencoba mempertahankan hidupnya dengan obat, dengan perawatan, dan kalau perlu dengan senjata. Masyarakat kita sangat menjunjung tinggi kehidupan. Oleh sebab itu, mereka mengamankan hidupnya (dengan menjaga hubungan yg selaras) dengan sesama, dengan linkungan dan dengan adi kodrati. Mereka juga berusaha melanggengkan hidupnya melalui keturunan. Kehidupan itu sungguh bernilai. Manusia tidak akan menyia-nyiakannya atau mempertukarkan dengan hal-hal lain. Alkitab menyatakan "Apa gunanya memperoleh seluruh dunia tapi kehilangan nyawanya? Apa yang dapat diberikan sebagai ganti nyawanya?" (Mrk 8:37)
Tidak ada!.....kekayaan seluruh dunia tidak sebanding dengan hidup "orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya (Ayub 2:4).
Tetapi ia tidak akan berhasil mempertahankam nyawanya. "walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah terdapat dalam kekayannya" (Luk 12:15).
Injil mengigatkan orang yg sempit pandanganya, "Hai orang bodoh, malam ini juga jiwamu akan diambil dari pada mu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu?" (Luk 12:20)
Hidup amat berharga, namun manusia tidak berkuasa atasnya "jika orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamya" (Pkh 11:8)
Yang biasanya terjadi justru sebaliknya. "manusia lahir dari perempuan, singkat umurnya. Ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan (Ayub 14:1-2)
Hidup itu memang misteri. Hidup itu ada, tetapi sekaligus tidak ada di dalam tangan kita "apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam; siapa dapat menemukannya?" (Pkh 7:24).

Misteri Dan Makna Hidup
         Kalau dilihat dari luar, seolah-olah "Nasib manusia sama dengan binatang, sebagaimana yang satu mati, begitu juga yang lain" (Pkh 3:19). Akan tetapi, manusia bukan binatang. Ia mempunyai cita-cita, ia mempunyai rencana, ia tahu mau ke mana. Memang sering hidupnya berjalan lain dari pada rencananya, dan nasibnya berbeda dengan cita-citanya, yang diinginkanya. Manusia menyadari hal itu, justru karena itu tahu kemana sebetulnya arah dan yang ditujunya. Bagamanapun juga, manusia mengalami hidupnya seakan hanya berjalan dari kemarin ke esok. Dari esok ke lusa. Ia berjalan terus, entah sampai ke mana. Hidup itu penuh misteri misteri. Karena itu pulalah manusia selalu bertanya tentang dan mencai makna hidupnya, serta memaknai keberadaanya di dunia ini.





Yustinus Setyanta
Jogja

EMBUN MALAM-MU

Embun Malam-Mu

Embun malam-Mu menyentuh
Membasahi dedaunan hati yang keruh
Menghibur hati yang gemuruh
Membagkitkan cinta yang kian luluh

   Kuingin cinta kasih itu kembali bagkit
   Tak lagi hidup terbelit
   Kuingin cinta kasih itu kembali tumbuh
   Tak lagi bercampur keruh

Kuingin merasakan embun malam-Mu
Mengali cinta kasih yang terpendam kelu
Menuju esok dalam indah rencana-Mu
Di sepanjang hidup ku 


  Ku ingin embun malam-Mu membasahiku
  Menghibur hati yang perih nan pilu
  Aku ingin kembali hidup
  Diatas cinta kasih yang tak pernah redup



Yustinus Setyanta
Jogja

ENERGI DOA


         Doa, termasuk doa resmi seperti Bapa Kami, dll, yang menghasilkan energi, akan mampu mendekatkan diri seseorang atau sekelompok orang kepada Allah. Energi itu baru akan hadir, apabila doa dilakukan secara intens, rutin, dan dalam jangka waktu lama. Setelah energi itu bekerja mendekatkan diri seseorang atau sekelompok orang kepada Allah, segala permintaan (atau harapan) akan sesuatu akan langsug dikabulkan oleh Allah. Sebab, Allah Mahatahu, dan Mahamurah hingga seberapa intens, seberapa banyak, dan seberapa lama seseorang berdoa, akan ia ketahui, dan diberi imbalan. Itulah pendapat umat pada umumnya.
          Selain itu, umat juga selalu beranggapan bahwa seseorang yang dengan Allah, akan selalu beruntung. Badan sehat dan rezeki lancar, bencana dan malapetaka menjauhinya. Pendek kata, mereka yang dekat dengan Tuhan, akan hidup bahagia. Tanpa ada cacat, dan hambatan sedikit pun. Ibarat berkendaran sedan BMW atau Mercedes Benz dijalan bebas hambatan, ia nyaman, terlindungi dari panas dan hujan, meluncur mulus dan cepat, hingga bisa segera tiba ditempat tujuan. Akan tetapi, kenyataan sehari-hari tidaklah demikian.
          Mereka yang telah berbuat baik, rajin berdoa, bisa saja tetap miskin, jatuh sakit, terlunta-lunta, menderita, susah jodoh. Mereka yang korup, berbuat jahat, tak pernah berdoa, juga bisa hidup makmur, sehat sejahtera. Ketika ada kecelakaan dan bencana, korbannya juga tidak diseleksi seperti pada zaman Nabi Nuh, atau sodom dan Gomora. Dalam kenyataan sehari-sehari, yang baik, yang korup, yang rajin berdoa, yang malas ke gereja, yang tidak punya kepedulian, semua berpeluang selamat, atau menjadi korban. Lalu, dimanakah letak ENERGI DOA? Apakah setelah seseorang atau sekelompok orang berbuat baik, berdoa mendekatkan diri kepada Allah Bapa, yang didapat bisa tetap kemiskinan, kesusahan, bahkan jadi korban penyakit, susah dapat jodoh, bencana dan kecelakan?
           Ketika pertanyaan tersebut diajukan, sebenarnya seseorang telah salah mengartikan energi doa, telah salah memaknai perbuatan baik, serta kedekatan dengan Allah. Perbuatan baik dan doa bukan sarana transaksi dengan Allah Bapa, seperti pada zaman Nabi Nuh. Manusia tidak sepantasnya bertransaksi dengan Allah Bapa: "Tuhan saya sudah berbuat baik, sudah berdoa, maka Tuhan harus menurunkan keberuntungan, dan menarik seluruh kesialan dari sekitar saya!"
Menurunkan penyakit, kecelakaan, bencana, malapetaka, memberi jodoh atau sebaliknya berkah kesehatan, keselamatan, kesejahateraan, dan kebahagiaan; adalah "HAK PREROGRATIF" ALLAH.
           Hadirnya pertanyaan-pertanyaan tersebut juga menandakan bahwa iman si penanya masih sangat lemah. Padahal, Tuhan Yesus selalu menyampaikan kepada para murid : Imanmu Telah Menyelamatkanmu (Matius 14:22-36). Hingga hadir tidaknya energi doa, sangat bergantung pada seberapa kuat iman seseorang, atau sekelompok orang. Bukan seberapa intens doa dilantunkan, bukan seberapa banyak doa diulang, dan bukan pula seberapa lama doa dipanjatkan. Allah Mahatahu, dan tidak mungkin ditipu oleh kekhusyukan, jumlah, dan waktu doa. Selain faktor iman, seberapa kuat energi doa tampil juga sangat ditentukan oleh perilaku dan tindakan sehari-hari si pendoa.



Yustinus Setyanta
Jogja

SENYUM dan SEMAGAT


Kenapa harus
"SENYUM dan SEMANGAT"


Mungkin ada yang menanyakan ... Jikalau disana ada diriku pasti kata-kata ini tak akan jemu 'tuk ku ungkapkan .... "SENYUM & SEMANGAT"

Kata-kata simple tapi penuh makna bukan hanya sekedar kata-kata yang mewarnai setiap kalimat ku, bukan kata-kata tanpa pembuktian, "SENYUM & SEMANGAT" adalah kata-kata guna memotivasi diriku untuk menjalani perjalanan hidup yang singkat namun terasa panjang ini, manakala berada dalam kelesuan. Namun tubuh yang letih hanya menyimpan semangat sesaat.


Kenapa harus
"SENYUM dan SEMANGAT" toh?

Sudah selalu sering terbuktikan, kata-kata ini mempunyai peran besar dalam perjalanan ku entah sejak kapan ku mulai menyadarinya. Kata-kata yang jelas terukir disudut kamarku yang menemami segala aktivitas ku yang telah berteman dalam di hati yang selalu mengingatkan ku ketika lupa dalam kata semangat itu, yang kadang juga saat ku lunglai lemah....kata itu menyapa ku dengan lembut yang terbugkus kasih KRISTUS yang indah, yang sangat luar biasa kasih-Nya hingga ku terus berjalan menapaki jalan hidup ini hingga saat ini.


SENYUM......Tersirat arti yang begitu dalam pada setiap insan yang merasakannya, terlalu banyak makna yang tak bisa ku ungkapkan dengan hadirnya, bukan sekedar peghangat suasana, bukan hanya sebagai lambang cinta kasih.
Ketika ku putuskan untuk tersenyum, senada dengan itu hadirlah keikhlasan dalam hati keikhlasan yang menyejukkan, siapapun yang memandangnya, membacanya, mendengarnya.


Lalu ada apa dengan "SEMANGAT" kenapa harus bersanding dengan sang "SENYUM"

Semangat itu kan datangnya setelah senyum terkembang, saat sang insan dalam keikhlasan dan kepasrahan kepada kehendak Allah Bapa. Maka menjadi kekuatan yang begitu besar yang akan menemani perjalanan setiap insan kekuatan berdasarkan atas keikhlasanya terhadap apa pun yang terjadi.


SENYUM & SEMANGAT
Akan berjalan beriringan bagai simfoni romantis yang kan menemaniku sampai perjalanan panjangku, mengerti dan memahami aku, membujuk saat aku merajuk, merangkul saat aku terpukul, mengampuni saat aku di sakiti, dan seperti setia menemani aku, memberi perhatian pada ku, ketika telah sampai pada satu tujuan untuk mengapai rahmat sang Ilahi.
Maka berikan senyum untuk Yesus. Senyum untuk Yesus adalah senyum dari dasar hati bersirat suatu ketulusan yang dihiasi sebuah keikhlasan. Senyum untuk Yesus adalah senyum kepada sesama yang kita berikan dengan kerelaan tanpa mengharapkan imbalan. Senyum untuk Yesus sebuah senyum yang datang sebagai buah karya kasih yang ter ulur lewat tangan kecil dari kita untuk semua. Bersama dengan senyum itu hadir puls selimut kehangatan dari jalinan benang kemurahan, berukir rasa persudaraan dan senyum itu merupakan pemberian harapan, mampu menguatkan iman serta menabur kasih.

BAPA... Terima kasih untuk senyum-Mu kepadaku yang tertuang lewat setiap hari, setiap saat, setiap menit, setiap detik sungguh sempurna tiada duanya yang penuh arti dan mengkuatkanku.


( eetttt....tapi jangan senyum-senyum sendiri lho yahh ....hikhikixixixi.......)


Yustinus Setyanta
Jogja



DI PERATAUAN

SAJAK ANAK PERANTAUAN

Kala senja datang menghampiri bumi
Kegelapan pun datang dengan sendiri
Kesejukan udaran meniup rambut helai demi helai
Keramain berubah menjadi sepi dan sunyi
Hanya terlihat percikan mentari yang membenamkan diri
Tiada terasa air mata pun ikut membasahi bumi
Seiring tetes-tetes gerimis ikut mengenangi

Kala jiwa teringat tanah kelahiran
Kala hati rindu akan kampung halaman
Begitulah nasib anak perantauan
Di Kala siang akan berganti malam
Seakan hati tertusuk sembilu yang tajam

Hidup dirantau bukanlah senang dalam berjuang
Kadang makan hanya sarapan kacang
Kadang nyanyian perut kosong yang dibawa untuk bertangang
Begitulah rintangan yang harus di hadang
Laksana para pejuang yang kelaparan dalam berperang

Hidup dirantau seperti anak tak bertuan
Tiada orang yang perduli kala sakit menyerang badan
Hanya isak tangis menjadi teman dibawah remang cahaya bulan
Begitu pilu badan di atas tikar pandan yang dianyam tangan

Begitulah nasib badan yang malang
Bagaikan kerbau yang terjepit di kandang
Kurus badan hanya tinggal tulang
Demi mengais rejeki dan mencari uang.
Untuk meminang anak gadisnya orang
hehehheheee..........



Yustinus Setyanta            -------------              Puisi
Jogja

HARI

Burung-burung bernyanyi
Menyambut datangnya pagi
Angin berhembus kesana-kemari
Dinginnya menembus kulit ini

    Sinar mentari ramah menyapa
    Desir angin lembut menyapa
    Hadirkan getar-getar rasa
    Hinggap di hati sejukan jiwa

Dari pagi sampai siang
Dari siang hingga petang
Ku berjalan dan berlari
KU bernyanyi dan menari


    Sesaat sunyi
    Namun bergemuruh di hati
    Oh...indahnya menikmati hari
    Dan yang pasti
    Semua patut di syukuri
    Karena masih punya hari

Laluilah hari ke hari
Dan jadikan penuh arti
Setiap hari
Hingga tutup usia nanti



Yustinus Setyanta                 -----------------               Puisi
Jogja

Jumat, 15 November 2013

KENANG-KENAGAN dan MENGENANG



Mengenang dan sekaligus kenang-kenangan dulu waktu blog yang lama mendapat juara pada lomba blog nasional 24 April 2O11 yang di selengarakan oleh Universitas Kristen Petra Surabaya. Semoga Sebagian tulisan yang di ambil oleh panitia bisa bermanfaat. Maka kini ku berganti blog yang baru dan menapaki lembaran hidup baru di dunia nyata.
Thank GOD


                                                                                                                                                                                                                                            


                     
-----------------------------------------------------------------------------


Kenangan-kenagan Pemenang I lomba Karya tulis tentang keindahan alam dalam rangka Dies Natalis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 27 April 2012 Kategori untuk umum









Puji syukur dan terima kasih ya Allah Bapa atas semua yang Engkau berikan pada ku. Amin

Kamis, 14 November 2013

REVELASI IMAN

Belajar dari Bartimeus, Si pengemis Buta di pinggir Jalan.
       
        Si Pengemis buta itu duduk di pinggir jalan ( Mark 10 :46-52). Di pinggir jalan adalah situasi yang tidak penting. Ia hanya menjadi penting kalau merujuk pada apa yang sedang terjadi di tengah jalan. Namun, Meskipun demikian, siapa pun yang mengerti tentang keadaan di pinggir jalan, akan segera merasa bahwa berada di pinggir jalan adalah suatu pilihan yang di lakukan dengan sadar, suatu keputusan yang dijalankan dengan tepat, karena pilihan ini berkenaan dengan posisi yang pas untuk mengamati apa yang sedang terjadi di jalan.
         Bartimeus memilih dengan sadar untuk berada di pinggir. Ia berada dari suatu jarak. Meskipun tidak dapat melihat, ia selalu berusaha mendengarkan apa yang sedang terjadi de tengah jalan. Niatnya hanya satu, yaitu merekam sebanyak mungkin, dan mengingatkan dirinya sendiri tentang apa yang sedang terjadi, dan apa saja yang menjadi perbincangan banyak orang di tengah jalan.
         Mungkin ini yang menjadi alasan mengapa ia tidak mau masuk ke tengah kerumunan dan lalu lintas orang banyak di tengah jalan. Yang di butuhkan adalah mandengarkan dengan tekun, menyimpan semuanya di dalam diri. Tentu ia tidak saja mendengarkan tentang semua yang dikatakan. Tetapi, lebih khusus lagi, ia mendengarkan tentang peristiwa-peritiwa ajaib: si lumpuh berjalan, yang sakit di sembuhkan, roh jahat di usir, dan bahkan orang mati dibangkitkan. Semua yang ia dengar itu berhubungan dengan satu nama: YESUS, anak Daud.

Pengharapan.
         Secara pribadi, Bartimeus mengharapkan agar semua yang ia dengar, boleh terjadi pada dirinya. Oleh kerena itu, ketika YESUS berjalan lewat dari pinggir jalan, ia berteriak secara spontan: "Jesu, fili David miserere mei - YESUS, anak Daud, kasihanilah aku" Seruan ini muncul secara sepontan, keluar begitu saja dari mulutnya dan tanpa beban. Selain itu, seruan seperti ini lahir dari kondisi dan situasi, yang baginya tidak perlu diterima sebagai tugas yang di berikan oleh eksistensi yang peduli dengan persoalaan dan harus segera di tuntaskan. Yang ada di dalam dirinya hanya satu pengharapan, meskipun pengharapan itu tercampur dengan kefanaan dari diri yang terbatas.
         "Anak Daud, kasihilah aku!" Ini adalah pengakuan iman Bartimeus yang paling jujur. Pengakuan ini tidak lahir dari tradisi, atau merupakan warisan. Ia adalah hasil revelasi hidupnya yang membaur dengan keterbukaan dari diri yang terbatas.
         Tampaknya pengakuan seperti ini juga tidak di dasarkan pada kanon-kanon agama, atau pada ritus dan ibadat yang diajarkan sebuah tradisi. Imannya bertumbuh dari revelasi hidupnya di jalan dan menyatu dengan bumi. Dengan fananya hidup ini. Tidaklah mengherankan, ada yang melihat bahwa seruan semacam ini adalah credo dan mazmur yang datang dari jiwa yang tulus dan luhur.
          Siapa yang tahu kemana kata-kata atau suatu pembicaraan akan pergi. Bartimeus juga mungkin tidak tahu dan tidak percaya akan apa yang ia serukan. Yang terjadi bahwa kata-katanya kuat dan hidup terus, dan bahkan menggema mengatasi dirinya. Kekuatan seruan seperti inilah, kemudian membawa Bartimeus masuk ke dalam lompatan transendental untuk menyeberang dari dirinya. Lompatan ini berawal dari kesadaran tentang situasi dari yang terbatas: berada di pinggir jalan, tidak dapat melihat, dan selalu mengemis. Ketiga hal ini adalah motifasi yang  yang menggerakkan dia kepada satu kesadaran yang lebih tinggi, yaitu agar dapat melihat!

Iman Yang Jujur
           "Rabuni, supaya aku dapat melihat!" Bagi Bartimeus, melihat buakan sekedar sustu kerinduan psikologis. Lebih dari itu, Baginya, melihat adalah kekuatan yang dapat mengubah sekaligus menghidupkan. Oleh karena itu, ia pun berjuang dan memberanikan dirinya masuk ke tengah pasar keselamatan dan melakukan tawar menawar.
            Setelah ada kesadaran baru untuk mempertanyakan kondisi dirinya, lalu memilih jalan bersikap kontra diri - dari keadaan buta kepada kerinduaan untuk melihat - Bartimeus dengan tegar ingin segera mengekspresikan suatu antitesis dengan keadaan yang sedang ia gumuli. "Rabuni, supaya aku dapat melihat!"
            Hal semacam ini dapat di mengerti, karena Bartimeus merasa telah menguasaui dirinya dan ia mau memperlihatkan suatu bentuk ekspresi imannya yang paling jujur. Ia seolah mau mempertanyakan, apakah ungkapan iman yang dikemas lewat peti konvesi masih cukup sesuai dan juga masih kuat untuk suatu kehidupan? Batimeus mungkin lebih yakin, bahwa ungkapan iman yang dikemas lewat peti konvensi masih cukup sesuai dan juga masih kuat untuk suatu kehidupan? Barimeus mungkin lebih yakin, bahwa ungkapan iman tidak selamanya terjadi dalam ruang kudus tempat orang memasang lilin, dan kemudian bertekuk lutut sambil melupakan kehidupan yang keras di luar.
             Memang kefanaan selalu menguncangkan hati, dan kita pun selalu merasa di sentuh oleh kefanaan itu. Sering ia membuat kita bergetar, karena kita selalu berada dan berhubungan dengan bumi. Kesadaran seperti ini dapat saja menampilkan bayangan lain di dalam diri kita, yaitu bahwa kita sebenarnya juga buta, dan seharusnya kita juga selalu memohon. Begitulah, kita harus selalu hidup dan senantiasa meminta diri. Tentu ini semua hanya mungkin, kalau kita sanggup membawa diri kita ke pinggir, mengambil jarak, menemukan sendiri batas-batas diri, dan boleh mendengar lagi secara baru segala hikmat kehidupan yang sedang mangalir di tengah jalan hidup kita.
              Kita boleh mengatakan bahwa iman adalah sebuah seruan yang selalu terbuka bagi suatu keadaan. Namun, seperti Batimeus, kedatangan itu harus selalu di antisipasi agar setiap kita mampu bergerak melampaui setiap hirizon diri, meninggalkan batas-batas diri, dan mampu bersentuhan dengan Yang Tidak Terbatas. Bukankah cerita tentang iman adalah cerita saat manusia menjadi makhluk yang tidak sempurna dan mengalami persentuhan dengan yang Mahasempurna? Begitulah, kita harus selalu dan senantiasa meminta diri agar kefanaan kita berhubungan dengan yang abadi itu, dan dosa kita selalu bersentuhan dengan rahmat.






Yustinus Setyanta
Jogja