Rabu, 21 Januari 2015

TARIAN KEHIDUPAN

     Seorang gadis menari dengan gerakan yang sangat luwes. Kadang tampak demikian lambat namun kadang dia bergerak dinamis. Raut wajahnya menyinarkan penghayatan yang penuh terhadap tarian yang sedang dia bawakan. Telinganya terus memperhatikan irama musik yang mengiringimya. Kesadaran seluruhnya tertuju pada jiwa dari tarian itu, serta yang melihatnya menari dapat menagkap roh dari pertunjukannya. Setia orang, disadari atau tidak, dia sedang menarikan tarian kehidupan. Maka dari tarian itu bisa dilihat dan dinilai sejauh mana mutu dari pertunjukannya. Mutu itu menyangkut tarian yang dia bawakan, sekaligus juga menyangkut cara dia menarikan. Mutu itu dipengaruhi oleh musik pengiringnya tetapi sekaligus juga suasana yang dibangun. Akhirnya mutu itu juga menyangkut kesan, pesan yamg ditangkap, sekaligus kegembiraan, kepuasan baik yang menikmati tarian maupun yang menarikan. Semua terangkai dalam sebuah harmoni, harmoni kehidupan.

     Sejak kapan manusia menarikan tarian kehidupan? Sejak aku mengenal "aku", sejak saya mengenal relasi dengan sesuatu yang di luar "saya". Sejak aku tumbuh dari upaya untuk mempertahankan kebutuhan hidup, respon terhadap ketidaknyamanan, dan bereaksi terhadap keinginan. Allah sumber kehidupan membekali manusia dengan naluri untuk mempertahankan hidup, akal dan pikiran untuk mengembangkan hidup, dan roh yang terus menerus mendorong gerak kehidupan. Semua itu membuat kita mampu menarikan tarian kehidupan. Semua itu adalah anugerah Allah untuk kehidupan. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup, perlu makan. Makan untuk mempertahankan hidup. Di dalam memcari makan, ada rasa untuk memiliki, ada proses untuk belajar dan berkembang, ada kehati-hatian untuk menentukan. Semua dikakukan agar hidup tetap dapat dipertahankan dan dikembangkan. Ketika secara tidak sadar manusia mulai dikendalikan oleh naluri yang lepas kendali, maka hidupnya untuk makam, makan untuk kenikmatan, harta ditumpuk untuk kecemasan akan makanan di masa depan. Nanti makan di mana, besok makan apa, dimana. Lusa siapa yang dimakan, bulan depan makan siapa. Tarian kehidupan menjadi liar, seluruh ruang panggung coba dikuasai, melompat ke sana melompat ke mari, bergerak ke sana berguling kesini. Yang berani mendekat diusir. Karena ketakutan akan kehabisan ruang untuk menari. Semua berawal dari ketakutan, keragu-raguan, ketidakyakinan bahwa besok masih menari.

     Dengan perasaan, akal dan pikiran manusia mengenal dirinya sebagai manusia. Dengan interaksi dengan manusia lain, dia semakin mengenal kemanusiaannya. Jiwanya tumbuh, jiwanya berkembang. Dia semakin menjadi manusia karena manusia lain, semua proses akan menjadikan dirinya menjadi manusiawi. Maka proses itupun akan membangun kesadaran untuk memanusiakan manusia lain. Banyak momen-momen penting, hal-hal kecil yang berperan dalam membangun dirinya menjadi semakin manusiawi. Namun ketika manusia secara tidak sadar dikendalikan oleh naluri yang lepas kendali, maka hidupnya akan diwarnai oleh persaingan dan perjuangan untuk memperoleh kepuasan, mempertahakan kenyamanan, membentengi diri dengan rasa aman. Hal itu membuat kesadaran manusiawinya semakin luntur. Ketika keadaan itu semakin luntur, dan orang melihat orang lain dalam kriteria bisa dimanfaatkan atau tidak, menguntungkan atau tidak, membayangkan atau tidak. Ketika manusia lebih mengarahkan dirinya pada kepentingan pengakuan akan kemanusiaannya dan tidak mau mengakui kemanusiaan orang lain, maka dia akan berjuang untuk memanfaatkan orang lain, mempengaruhi orang lain, dan menguasai orang lain, agar ekshstensinya tetap terjaga. Jiwa terjebak dalam egoisme sempit. Ketidaksadaran itu akan membuap seseorang tega mengorbankan kemanusiaan orang lain, menginjak dan membunuh kemanusiaan orang lain, meperlakukan orang lain secara tidak manusiawi. Jiwa manusia tumbuh dibekali bakat untuk berinteraksi dengan manusia lain. Sekecil apapun bakat itu adalah anugerah yang harus dikembangkan untuk membangun dunia manusia yang semakin manusiawai. Perlu kesabaran untuk merenungkan hal-hal yang kecil dan sepele ketika berinteraksi dengan orang lain, dan perlu kesadaran yang terjaga bahwa manusia lain adalah anugerah Allah bagi dirinya. Maka manusia hanya akan berkembang ketika ada keinginan dalam dirinya untuk mengembangkan manusia lain, dan buka sekedar memanfaatkan untuk kepentingan diri semata. Karena ketika manusia selalu berorientasi pada dirinya sendiri, akan muncul puas diri, rasa bosan. Ketika kegagalan demi kegagalan menghimpit, yang kemudian muncul adalah keragu-raguan, dan rasa tidak percaya diri.

     Misteri yang melingkupi kematian, ketidakpastian akan kedatangannya, gambaran kabur akan peristiwa sesudahnya, menjadikan kematian sebagai hal yang mengerikan. Agama menjawab keresahan itu dengan memberikan kepastian dan gambaran-gambaran akan apa yang akan dialami manusia setelah raganya mati. Namun agama tetap tidak bisa menjelaskan kapan, di mana dan bagaimana maut akan datang. Realitas yang dihadapi manusia, adalah hidupnya di dunia tidaklah abadi. Hukum alam menginkatnya dalam kurun waktu yang terbatas. Konsekwensi dari perubahan yang terjadi ketika manusia dilahirkan sebagai bayi lalu tumbuh berkembang menjadi anak-anak dan terus menjadi manusia dewasa, perubahan itu terus berlanjut hingga sampai pada titik terlemah. Ketika lahir dia tidak bisa apa-apa maka setelah melalui siklus yang harus dilalui, dia juga akan sampai pada keadaan tidak bisa apa-apa. Hidup hanya sebentar bila dibandingkan dengan kurun waktu keberadaan dunia. Namun dari hidup yang hanya sebentar itu, peran apa yang sudah di mainkan? Untuk menjawab itu, perlu bertanya kepada diri kita sendiri apa tujuan hidupku? Soal tujuan hidup, mungkin dengan sedikit merenungkannya kita dapat menemukan atau merumuskan apa tujuan hidup kita. Oh, tujuan hidupku....demikian? Oh, jika aku demikian....? Banyak macam jawaban yang bisa kita sampaikan, namun ketika kita meyakini bahwa kita hidup karena ada yang memberi hidup, ketika kita percaya bahwa hidup adalah anugerah Allah, bolehlah kita juga bertanya, lantas apa tujuan Allah memberikan aku hidup? Allah menciptakan segala sesuatu tentu dengan sebuah tujuan, dan bukan tanpa alasan. Allah menjadikan tumbuhan hidup, menjadikan binatang hidup, dan menjadikan manusia hidup, tentu ada maksud dan tujuannya. Karena manusia dikaruniai akal budi, maka pantaslah jika manusia bertanya tentang itu semua. Allah adalah kasih, dan kasih itu diungkapkannya pada kehidupan. Allah mengasihi kehidupan adalah keyakinan kita pada realitas yang ada di hadapan kita dan ada di dalam diri kita. Karena kasihNya maka Allah menciptakan penyangga kehidupan. Tumbuhan yang diciptakan Allah untuk menyangga kehidupan. Dari tumbuhan kehidupan dimungkinkan, oksigen dihasilkan, makanan disediakan, kesejukan dihadirkan. Namun kehidupan butuh keseimbangan, jika tumbuhan sebagai penyangga kehidupan terus dibiarkan, lalu untuk apa? Maka Allah menciptakan binatang. Binatang membentuk keseimbangan kehidupan. Antara tumbuhan dengan binatang membentuk keseimbangan kehidupan. Antara tumbuhan dengan binatang antara binatang pemakan tumbuhan dengan binatang pemakan lain yang memakan binatang. Terjadilah rantai makanan dan terbentuklah sebuah ekosistem. Kehidupan berjalan dan terus berjalan, namun kadang berhenti. Maka Allah menciptakan manusia sebagai pengatur keseimbangan. Manusia yang diberi tugas untuk mengatur keseimbangan, dikaruniai akal dan pikirian agar mereka bisa mengembangkan dan menjaga kehidupan agar terus dalam keseimbangan. Manusia menjadi anugerah Allah, menjadi penyataan kasih Allah pada kehidupan.

     Pada awalnya Allah menciptakan secara langsumg, tetapi Allah tidak berhenti setelah semuanya tercipta. Allah masih terus mencipta melalui dan bersama manusia. Ketika manusia dengan naluri dan akal/pikirannya terjebak ketidaksadaran, maka manusia tidak lagi membangun dan mengatur keseimbangan namun justru merusak keseimbangan tersebut. Dan manusia pun tenggelam dalam kematian karena merusak kehidupan. Situasi tersebut dijawab Allah yang penuh kasih dengan menyelamatkan manusia. Pada awalnya Allah menyelamatkan manusia secara langsung, namun apakah setelah itu Dia berhenti menyelamatkan? Tidak! Allah terus menyelamatkan bersama dan melalui manusia yang telah Dia selamatkan. Maka itulah panggilan hidup manusia; terus menjadi ungkapan kasih Allah yang menyelamatkan dan mengasihi kehidupan. Tujuan Allah yang menyelamatkan manusia untuk bersama-sama dengan Dia dan menjadi sarana bagi Dia dalam mengungkapkan kasihNya pada kehidupan. Untuk mengatur keseimbangan kehidupan. Ketika manusia mampu merefleksikan tujuan hidupnya dengan tujuan Allah, maka dia bisa menatap hidup dengan mantap dan tanpa keraguan-raguan. Begitupun dia akan menghadapi kematian tanpa rasa takut dan kecemasan.. Perubahan terjadi, namun kurun waktu yang telah dia lalui, telah membuat perubahan yang berarti bagi kehidupan. Manusia menjadi ungkapan kasih Allah, dia hidup dalam suasana kasih Allah maka ketika waktu tiba dia akan siap untuk bersatu dengan Sang Sumber Kasih, Sumber Kehidupannya. Manusia berhasil menarikan tarian kehidupannya dengan baik.

    
Gadis penari, setelah melewati kurun waktu puluhan tahun, berubah menjadi nenek. Suatu pagi di halaman rumahnya dia berdiri. Perlahan dia menggerakkan tangan, menggeser kaki dan meliukan tubuhnya yang renta dengan pelan, nenek itu menari, dia menari tanpa iringan musik, tanpa ada penonton yang menikmati. Dia menari untuk dirinya sendiri. Musiknya adalah tiupan angin yang berhembus membelai rambut, wajah, dan mengibarkan selendangnya. Nenek itu membangun harmoni melalui tubuhnya dengan alam di sekitarnya. Matanya terpejam, bibirnya menyunggingkan selendangnya. Nenek tua itu membangun harmoni melalui gerakan tubuhnya dengan alam di sekitarnya. Matanya tepejam, bibirnya menyunggingkan senyum, raut wajahnya menyiratkan kedamaian hati, kebebasan batin, dan kegembiraan hidup yang sesuangguhnya. Dia menarikan tarian kehidupan yang telah dipelajarinya sepanjang kurun waktu kehidupan. Dia menarikan tarian hidup yang semakin matang karena di setiap gerakan dan di setiap penggal harmoni itu, peran Allah mengambil tempat yang utama dalam hidupnya. Nenek penari itu rambutnya telah putih semua. Kulit tubuhnya telah dipenuhi oleh keriput, gerakannya pun tidak seluwes dahulu ketika dia masih muda. Pakaian dan selendang yang dia kenakan bukan dari kain yang baru, tetapi kain lama yang telah kusam dan sedikit koyak. Nenek penari itu tidak pernah menolak rambutnya yang menjadi putih. Ia juga tidak menolak keriput yang menghiasi kulitnya, dan diapun tidak menolak tulang-tulangnya yang semakin rapuh, ototnya yang semakin kaku. Dia tidak menolak pakaian yang kusam, dia tidak menolak apa yang ada pada dirinya. Sungguh pun untuk tariannya, dia memikirkan gerakan yang terbaik, dan mengharapkan bisa menampilkan yang terbaik, tapi dia tidak pernah menolak apa yang ada pada dirinya. Dari segala yang ada pada dirinyalah dia mencoba untuk menarikan tarian kehidupan yang terbaik. Dia bukan seorang perfeksionis yang hidupnya penuh penolakan karena penilaian dan keinginan untuk mendapatkan yang terbaik.

     Tarian kehidupan adalah tarian yang mengatur keseimbangan, keserasian, harmoni dari kehidupan. Tarian kehidupan bukan sebuah tarian yang berlangsung dalam kurun waktu singkat, tetapi tarian yang terus ditarikan sepanjang kehidupan si penari. Tarian kehidupan juga bukan tarian yang sudah selesai penciptaannya ketika ditarikan, tetapi tarian yang menciptakan bersamaan dengan ketika tarian itu ditarikan. Tarian kehidupan menuntut kehati-hatian dan ketekunan, agar harmoni itu terus dan terus dapat diwujudkan, karena tarian kehidupan adalah ungkapan kasih dari Sang Sumber Kehidupan. Nenek penari itu berhenti sejenak. Dia belum selesai menari tetapi hanya sejenak mengistirahatkan gerakannya. Sebentar waktu diambilnya untuk diam. Dengan wajah memerah dan peluh yang menetes keringatnya, dia mendongak dan berbisik pelan. Dia demikian yakin bahwa dengan bisikan yang begitu pelan dan lembut itu, suaranya tetap sampai ke tujuan : "Tuhan, bagaimana dengan tarianku? Adakah sesuatu yang kurang dari gerakanku? Adakah aku telah dengan benar menangkap kehenda-Mu? Dengan segala keterbatasanku, aku telah melakukan dan mengungkapkannya, semua itu kulakukan sebagai wujud syukurku kepada-Mu karena Engkau berkenan menggerakkan diriku." setelah mengambil nafas panjang, nenek penari itu melanjutkan tariannya. Seorang laki-kaki keluar dari sumah dan berjalan menuju halaman di mana nenek penari itu terus menari. Laki-kaki yang juga sudah tua itu suami dari nenek penari. Dia berdiri sejenak, mengamati tarian kehidupan yang sedari tadi ditarikan oleh istrinya. Perlahan laki-laki tua itu meletakkan tongkatnya di tanah dan dia pun lalu menggerakkan tubuhnya untuk menari. Dia pun menarikan tarian kehidupan. Naun dengan gerakan berbeda dengan gerakan tarian istrinya. Perjalanan hidupnya telah membentuk gerakan-gerakan yang khas, gerakan yang tumbuh dari harmoni kehidupan yang dia hayati. Berdua mereka menari di halaman rumah, ketika pagi sudah beranjak siang. Mereka tetap menari dengan penuh perasaan, penghayatan, dan dengan penuh kegembiraan. Hidup adalah panggilan, panggilan untuk meneruskan kasih Allah. Mengungkapkan dan mewujudkan kasih itu bagi kehidupan. Mereka memikulnya dan membentuknya menjadi tarian kehidupan yang khas dengan gayanya masing-masing. Kedua tarian kehidupan yang berbeda proses penciptaannya itu, membentuk lagi harmoni baru, keseimbangan baru, yang memberi warna kedamaian, kebahagian dan keindahan yang menakjubkan di halaman rumah tua mereka, rumah yang juga sudah mereka serahkan untuk kehidupan. Berdua mereka menarikan tarian dengan penuh semangat. Kedua penari itu, menyadari benar bahwa disetiap gerakan mereka bukan hanya dibangun dari kesempurnaan, tetapi juga dari ketidaksempurnaan, dari kesalahan, dari kegagalan, dan dari kejatuhan. Namun mereka juga menyadari bahwa ketidaksempurnaan itu berarti batas untuk menghentikan tarian mereka. Kegagalan, kesalahan, kejatuhan, bukanlah akhir dari sebuah tarian kehidupan. Pengampunan dan kesediaan untuk memperbaiki adalah daya yang mendorong tarian itu untuk terus dilanjutkan. Belajar dari kesalahan, mereka berdua saling mengisi, saling memperbaiki. Mereka menyadari bahwa kehidupan mereka tidaklah sempurna, namun justru dari ketidaksempurnaan itulah segala ikatan tidak menjadi ikatan yang kekal. Kesempurnaan Allah adalah ikatan yang sesungguhnya, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak dapat menyumbangkan sesuatu bagi kehidupan orang lain. Ketidaksempurnaan itupun mereka bagikan karena dari dari ketidaksempurnaan orang lain pula mereka memperoleh gerakan-gerakan indah yang memperkaya tarian kehidupan mereka. Kasih Allah mengalir bukan karena manusia itu sudah menjadi sempurna sebagaimana Allah sendiri. Kasih itu mengalir karena ketidaksempurnaan gerak tarian mereka, maka tak ada alasan bagi mereka untuk tidak bersyukur.

     Berdua mereka masih terus menari. Mereka tahu persis kapan harus terus bergerak dan kapan berhenti sejenak. Kapan mereka diam untuk bersyukur kepada pemberi kehidupan dan kapan mulai mengungkapkan syukur bagi kehidupan. Berdua mereka terus mendengarkan irama tiupan angin yang berbisik di seluruh tubuh mereka. Irama itu mengendap di dalam hati dan lalu menggerakkan keseadaran mereka untuk bergerak. Meraka berbicara dengan gerak, dan tindakan. Kebijaksanaan mengalir dan terus mengalir serupa peluh yang mengalir di tubuh mereka. Kepada Sang Pemberi Hidup mereka bertanya, dan kepada kehidupan mereka menyampaikan jawabam. Mereka menari dan terus menari, tetapi tahu kapan harus bergerak dan bagaimana bergerak, kapan harus berbicara dan gerakan dan tindakan dan kapan harus diam. Itulah tarian kehidupan yang terus mereka tarikan entah sampai kapan. Kebijaksanaan mereka bukan dibangun dalam sekejap. Keindahan mereka bukan hasil sihir atau sulap. Semua tumbuh dan berkembamg dari interaksi mereka dengan kehidupan itu sendiri. Ketika kehidupan menilai mereka, hal itu tidak membuat mereka berhenti menari. Mereka sepenuhnya memahami bahwa ketika orang lain menilai, maka sepenuhnya orang itupun sedang menarikan tarian kehidupannya.

     Siang yang semula tampak cerah, mulai tertutup awan mendung. Mereka masih menari ketika gerimis turun. Gerimis itu semakin lebat dan menjadi hujan di siang hari. Ada pilihan bagi mereka, untuk terus menari di halaman atau berhenti dan masuk ke dalam rumah. Serempak mereka bergerak dengan gerakan yang nyaris sama. Kaki-kaki tua mereka membawa tubuh bergeser mendekati pintu rumah, tetapi masih tetap dalam gerak tarian pula. Mereka telah memilih, memilih untuk tidak berhenti, tetapi juga tidak menari di tengah hujan lebat. Mereka bersikap memilih dan bukan tidak memilih. Mereka memilih untuk terus menarikan tarian kehidupan, sebuah pilihan yang mereka sadari sebagai panggilan hidup. Tetapi merekapun menyadari bahwa hujan dan basah akan merusak keseimbangan mereka, maka mereka bergeser ke teras rumah. Di teras rumah itu mereka masih tetap menari dengan irama yang kini berbeda. Musik yang dihasilkan oleh jatuhnya air dan tiupan angin serta bau tanah basah itu membentuk harmoni baru yang mereka sesuaikan dengan gerak tarian mereka. Mereka tidak berhenti menarikan tarian kehidupan, karena tarian itu adalah panggilan. Dalam keadaan kritis tidak bersikap netral, melainkan berani mengambil sikap yang jelas dan tegas, dan tidak bersikap oportunis, 'asal selamat/menguntungkan'. Senja mulai jauuh, hujan masih tetap jatuh. Sebentar kemudian malam tiba, kegelapan hadir di rumah tua mereka. Mereka berhenti sejenak dari tarian mereka, menyalan lampu dan duduk di ruang tengah. Ada waktu kini untuk diam dalam keheningan, waktu untuk saling memandang dan bercerita tentang tarian kehidupan mereka. Di dalam keheningan itu mereka teriteraksi bahwa tarian kehidupan ke dalam bidang yang tidak lagi terlihat oleh mata, namun jelas dalam suasana terang batin.

     Di tengah hujan kilat menyambar, sebentar kemudian bunyi guntur menggelegar memekakkan telinga. Terlintas dalam ingatan mereka ketika masih kecil dahulu, bunyi guntur itu amat menakutkan, kegelapan itu mengerikan, dan mereka hanya bisa diam menutup telinga dan memejamkan mata, diam tidak beranjak dari tempat mereka berada. Juga terlitas dalam ingatan mereka ketika kehidupan menhadirkan bayangan menakutkan, ketika kewajiban-kewajiban mengurung mereka dalam keterpaksaan. Saat itu merekapun hanya diam. Mereka tidak segera mengambil keputusan untuk menjadi penari kehidupan. Baru ketika ketakutan mereka menepi dan dapat mereka atasi mereka menatap diri mereka sendiri dan berkata, "Aku siap menjadi penari kehidupan. Selam pikiran dan hati belum tenang, ada rasa ketakutan/keterpaksaan bukan saatnya mengambil keputusan penting.". Keputusan mereka untuk membawakan tarian kehidupan bukanlah keputusan yang aman-aman saja, yang menghadirkan mereka dari sergapan kesedihan. Bukan pula payung yang membentengi mereka dari hujan tangis. Keputusan mereka untuk menjadi penari kehidupan, adalah piliian untuk menjawab panggilan untuk meneruskan dan mengungkapkan kasih Sang Sumber Kehidupan. Kesadaran itulah yang mereka yakini akan membuat mereka selalu berada dalam penyertaanNya. Mereka yakin bahwa Dia menghendaki yang terbaik bagi mereka, karena Dia adalah Pengasih dan Penyayang Kehidupan. Mereka menatap hidup dan bergerak dalam kegembiraan, sekalipun ketika kesedihan datang, sekalipun ketika badi menerjang. Mereka hidup dalam keyakinan bahwa mereka menari bersama Sang Pemilik Kehidupan. "Kebahagiaan hidup tidak berarti hidup tanpa air mata, melainkan hidup dengan kepercayaan bahwa kasih Allah dalam keadaan apapun juga - juga bila airmata sedang bercucuran setia menyertai dirinya, bahwa Allah selalu menghendaki yang terbaik bagi dirinya.

     Malam semakin larut, tiba saatmya lampu dian dimatikan dan mereka diam dalam kegelapan yang pernah mereka takutkan. Namun ketika lampu dian itu pada, ketika kegelapan membungkus, dari tubuh kedua orang tua yang duduk saling berhadapan itu keluaran cahya yang menerangi seluruh ruamgan. Cahaya yang keluar dari hati mereka, memancarkan kehangatan dan menghapus kegelapan. Kini mereka berdua duduk mendaraskan doa pujian. Mereka kembali menarikan tarian kehidupan dengan gerak bibir dan hati. Ketulusan, kasih yang terungkap menjadi persembahan atas kasih yang mereka terima. Terang mereka mengundang, kehangatan yang terpancar memanggil siapapun untuk datang dan ikut menari bersama mereka. Siapapun, siapapun...bagi siapapun yang datang, mereka berdua akan menyambut dan menghadirkan secangkir ketulusan dan kegembiraan untuk menarikan tarian kehidupan. Malam itu, dari bibir mereka terdengar lantungan lagu "Berserah Diri". Aku yang datang dan ikut menari bersama mereka tidak mampu berkata-kata lagi. Aku hanya mampu menggerakkan tanganku untuk menuliskan kalimat demi kalimat yang masih kuingat.

 "Singkirkan beban hidup masa silam, kekecewaan dan noda yang suram. Singkirkan beban hidup masa depan, cemas gelisah dan kekhawatiran, percuma megelisahkan yang belum pasti. Terimalah beban hidup masa kini, dengan iman dan kasih dalam hati, jadikan korban persembahan diri, melimpah berkat dan rahmat Illahi. (Syair dalam lagu 'Berserah Diri').

( Sekian Oase : Sebuah kisah yang terinspirasi oleh buku kecil yang di tulis Mgr. Prajasuta MSF. berjudul "Mutu Hidup")


(Yustinus Setyanta)

PERISTIWA YANG LUAR BIASA

     Mukjizat adalah kata yang digunakan untuk menyebut suatu hal atau peristiwa yang luar biasa dan tidak masuk akal sama sekali. Mukjizat menjadi suatu hal yang irasional, entah...bagaimana, tetapi terjadi. Peristiwa Yesus menggadakan lima roti dan dua ikan hingga dapat memberi makan 5000 orang lebih selama berabad-abad diyakini dan dipercayai orang bahwa hal tersebut terjadi (Mrk 6:34-44). Bagaimana kita sebagai orang kristiani yang hidup di jaman modern yang notabene mengukur segala sesuatu dengan kacamata rasio/akal ini melihat mukjizat yang di lakukan oleh Yesus tersebut?.

     Mungkin ada yang tidak percaya dan memandang peristiwa tersebut hanyalah dongeng semata untuk menguatkan kepercayaan bahwa Yesus Sang Mesias. Namun ada pula yang mencoba untuk merealiskan peristiwa tersebut dengan hanya mengambil inti persoalan dan kesudahannya. Intinya peristiwa itu ingin menggambarkan semangat berbagi dan sudah. Hanya dengan tahu bahwa mukjizat penggandaan roti maknanya adalah agar kita memiliki semangat berbagi, lalu kita sudah merasa paham dengan nas tersebut.

     Tidak bisa disangkal bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dengan metode ilmiahnya menggiring semua orang untuk berpikir seturut metode ilmiah. Berpikir dengan mendasarkan diri pada data/pengamatan, menghubungkannya dengan dengan sebuah metode, menganalisis dan menarik kesimpulan berdasarkan logika. Nalar/logika menjadi dasar pijak kebenaran, hal yang berada di luar jangkauan nalar untuk sementara dikotakkan ke dalam peti yang berlebel 'irasional' dan kebenarannya masih di pertanyakan.

     Orang semakin tidak mampu melihat mukjizat namun tidak bisa disangkal pula bahwa orang semakin ingin mengalami mukjizat. Maka kemunculan ilusi, metalist, sulap, metapfisik, dan hal-hal yang spektakuler ingin dilihat dan dialami. Dorongan rasa penasaran untuk mengetahui hal-hal di luar jangkauan nalar manusia tetap ada. Menjadi yang luar biasa, mengalami hal yang luar biasa menjadi idaman, sementara hal-hal yang biasa berlalu begitu saja tanpa diperhatikan. Orang berlomba untuk membicarakan hal yang luar biasa yang dia alami dan tidak perduli akan hal-hal yang biasa yang telah dia lalui.

     Terpaku pada mukjizat membuat mata kita tertutup untuk melihat keseluruhan proses yang terjadi. Peristiwa penggandaan roti dan ikan, diawali dari tergeraknya Yesus oleh rasa belas kasihan, 'ketika Yesus melihat jumlah orang yang begitu banyak, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Selanjutnya Yesus menyuruh para murid untuk memgumpulkan apa yang ada, sekalipun tidak cukup dan sangat terbatas tetapi Yesus menerimanya. Yesus kemudian menegadah ke langit, mengucapkan berkat, memecah-mecah lalu memberikan kepada para murid untuk dibagikan.



Refleksi:
     Roti itu adalah hidupku, ikan itu adalah hidupku. Didorong oleh belas kasih-Nya maka Yesus meminta agar aku datang kepadaNya. Dia tetap menerima aku apa adanya, dalam kekurangan maupun keterbatasan ku, sebagaimana Dia tetap menerima lima roti dan dua ikan. Dia akan memegang aku dengan kedua tanganNya, memberkati hidupku untuk memecah-mecahnya dan membagikan hidup ku untuk sesama melalui gereja. Keberanian untuk datang kepada Yesus Kristus sebagai roti dan ikan, adalah keberanian untuk menjadi ungkapan kasih-Nya. Kerelaan untuk dipecah dan dibagikan adalah wujud kesediaanku memanggul salib.





{Yustinus Setyanta}

ALTAR CINTA





Kususun jari di altar-Mu,
   doa puji persembahanku.....
Tuhan penghiburku,
   kupercaya s'lalu......
Kubawa hatiku bagi-Mu,
   lambang cinta bukti baktiku.......

Segal milik kuserahkan,
   suka dan duka ku sertakan.....
Di dalam kurban-Mu,
   yang tiada cela......
Agar Engkau kuduskan diriku,
   s'moga pantas jadi putra-Mu.....
(MB. 232)

TENTANG SENI TARI

     Setiap manusia memiliki cara untuk memaknai perjalanan hidupnya, terlebih jika usia itu tak lagi muda. Mungin kita baik yang muda maupun tua pernah atau akan mengalami merasakan 'reborn' sebuah kelahiran kembali, atau dalam kata lain hidup baru. Dalam tradisi China ( jianzi), pengertian robern bukanlah terlahir kembali secara fisik, namun lebih pada kelahiran spirit baru di dalam hidupnya. Moment ini mengesankan sebagai peringatan bagi dirinya, berkesesenian bukan berhenti pada 'pencapaian', namun sebuah proses kreatif yang tiada pensiun. Misalnya seni tari.

     Seni tari pada dasarnya memiliki fungsi dan peran. Fungsi tari secara umum merupakan bentuk tertinggi dari aktivitas yang komunikatif. Dalam wilayah yang lebih khusus seni tari bisa berdiri sebagai sarana presentasi dari seseorang dan representasi kepada seseorang. Tari sebagai presentasi adalah ketika tari berdiri sebagai media komunikasi antara koreografer dan audens. Sementara tari representasi adalah ketika tari di pakai sebagai persembahan kepada penguasa (raja), tari menjadi hak milik raja, sebagai bentuk legitimasi raja atau ungkapan terima kasih.

     Tari. Tarian kipas merupakan satu jenis tarian yang memerlukan 9 orang ahli, di mana 7 wanita dan 2 lelaki. Jenis tarian ini menunjukkan bahwa kipas china mempunyai arti yang sehati dalam masyarakat china di mana dewa-dewi pada masa lalu senantiasa menjadikan kipas sebagai alat keperluan. Tambahan lagi, angin merupakan satu tradisi masyarakat cina yang mana masyarakat china mempercayai "Fung Shui" yaitu suatu kepercayaan masyarakat china umumnya tentang suatu petanda yang baik dan buruk terhadap sesuatu kehidupan di tempat mereka. Oleh itu, jenis tarian ini dimainkan supaya tarian ini boleh membawa kebaikan atau "Fung Shui" yang baik kepada seluruh anggota masyarakat. Tari kipas ini mempunyai bentuk kreativitas seni dengan nilai filosofis yang tinggi, di dalam penyajiannya secara memyeluruh memperlihatkan komposisi tari yang baku (pakem).

     Di lihat dari sisi komposisi, sebuah tarian akan selalu mengandung tiga pola gerakan pokok.Demikan pula setiap komposisi memiliki tiga ciri utama yaitu
1. Pola Gerak berpindah (locomotion)
2. Pola Gerak Murni (pure movement)
3. Pola Gerak maknawi (gesture). Gesture adalah gerak-gerak maknawi yang dihasilkan oleh tubuh manusia.

     Dari sisi komposisinya sebuah seni tari tentu memenuhi, memiliki ketiga unsur tersebut, bahkan ketiga-tiganya mampu tersusun secara apik dan seimbang. Setruktur komposisi akan melihat tari dari sisi bentuk, sedangkan fungsi akan memandang tari dari sisi kegunaan atau sumbagan nyata dari tujuan tari tersebut di buat. Dengan demikian tari secara bentuk tercapai dengan memenuhi sisi artistik dan estetika dari sebuah karya seni tari itu, sedangkan secara fungsi sebagai representasi kepada raja telah memenuhi kriteria.

     Karya seni, apapun itu, merupakan suatu proses panjang dan terus menerus, disinilah seni memiliki 'potensi hidup' terus berkembang. Dari pengelihatan kreatif seorang seniman akan melahirkan ide kreatif, dari ide kreatif memunculkan bentuk kreatif. Sebuah kreativitas tari, di dalamnya pastilah mengandung unsur inovasi, namun sebuah inovasi yang tidak meninggalkan akar dan roh pembentuknya yang akan berhasil muncul seni baru bernilai tinggi. Sebuah karya seni tari adalah bukti nyata dari proses kreatif yang panjang itu, yang berhasil dikomunikasikan dengan baik kepada audens sebagai penikmatnya. Semoga kita masyarakat telah mendapatkan penghiburan seni berkualitas sekaligus menambah pengetahuan tari.











{Yustinus Setyanta}

NYANYIAN JIWA



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
        Nyanyian. Suara dengan notasi-notasi akan menghasilkan bunyi yang menarik dipendengaran tergantung iramanya akan menjadi kesan tertentu bagi siapa yang mendengarkan. Kadang lirih, adakalanya menggembirakan namun bisa juga memberi semangat walaupun ada juga yang tak selalu nyaman di hati. Itulah nyanyian, walau bukan hanya yang keluar dari mulut biduan; bisa guntur yang menggelegar, siulan burung, hempasan ombak, hembusan angin, atau apa saja yang kita rasakan dalam menjalani hidup.
 
Hidup ini mungkin ganjil, tetapi kusadari pula betapa pengalaman kita sungguh tergantung dari bagaimana kita berpikir saat memandang apa yang sedang kita alami dan rasakan. Apakah kita akan menghadapinya dengan tabah dan menikmati saja apa yang ada, ataukah kita akan merasa kalah dan lari dari kenyataan itu? Bagaimana pun, kita adalah manusia yang selalu tergantung pada bagaimana kita memikirkan kenyataan ini

Tak seorang pun layak untuk kalah jika memang dia tidak pernah merasa kalah. Apa pun yang sedang kita hadapi sekarang, semuanya hanya ada dalam perasaan kita. Semuanya bersumber dari pikiran kita. Tahukah kau betapa semuanya harus kita nikmati apa adanya? 
 
 
{Yustinus Setyanta}

Minggu, 11 Januari 2015

AKU MAU.................

 ".......... Aku mau, jadilah engkau tahir......." (Luk 5:12-16)

REFLEKSI:
"Aku mau, jadilah engkau tahir."
"Maaf Tuhan, apa artinya menjadi tahir untuk hidupku saat ini?"
KataNya lagi...
"Aku mau, jadilah engkau tahir."
Kalimat itu menggema dan menyusup di relung-relung kesadaranku. Aku diam. Diam dalam hening, membiarkannya menyusup kian dalam. Kata "Aku mau......." itu bergaung penuh tekanan. Ada sesuatu mendorong dan memberi isi dari dua kata yang diucapkanNya. Aku masih diam, kian memperhatikan sesuatu yang mendorong kata "Aku mau" itu. Ada getaran yang perlahan membesar dan terus membesar. Getaran itu menggetarkan hati, dan seluruh sel dalam tubuhku. Kucoba untuk merasakan getaran itu, karena sepertinya aku pernah merasakan getaran yang sama. Kucari kapan saat getaran yang sama itu pernah muncul dan aku rasakan. Aku ingat. Kuingat benar getaran yang mirip sama itu, dulu yakni saat tangan ibuku, tangan ayahku, tangan orang yang terdekat denganku membelai rambutku ketika aku menjalang tidur, atau dikala aku duduk di sampingnya. Getaran itu adalah getar-getar kasih.

"Aku mau........."
kata itu penuh getaran kasih. Yang manghangatkan. Kata itu didorong oleh rasa kasih yang dalam. Kata itu adalah ungkapan kasihNya. Kubiarkan, kubiarkan terus getaran kasih itu semakin membesar dan memenuhi seluruh rongga hidupku. Kubiarkan kasih itu ketika getarannya menyingkirkan keinginanku untuk berpikir, kubiarkan getaran itu menghalaui kepandaian, pengetahuan, dan mengusir pergi kesombonganku.

Aku diam tanpa berpikir, diam dalam hening. Aku hanya merasakan dan terus merasakan. Kasih itu membawa suasana hangat, nyaman, tenang. Getaran kasih itu meneggelamkan aku dalam perasaan yang dekat denganNya. Kasih itu membuat aku berdiri di tengah ruangan dimana Dia memeluku erat sebagai Bapa, dan ruangan itu kuberi nama ruang pen-tahir-an.

Tetapi seandainya aku tidak merasa bersalah dan merasa sebagai korban dari  kesalahan orang lain. Maka aku pun mohon agar Dia mentahirkan orang tersebut sehingga terbuka bagi pengampunan dari Allah. Namun sebelum aku menunjuk orang lain, ada baiknya jika aku mulai dengan melakukan refleksi yang mendalam atas diriku sendiri.
Ya Tuhan, aku ini orang berdosa.
Aku ada dalam kegelapan.
Datanglah Tuhan, jamahlah diriku sehingga bolehlah aku mengalami pentahiran di hadapan-Mu. Amin.













{Yustinus Setyanta}
 











{Yustinus Setyanta}

WINE

     "Wine" adalah minuman yang dibuat dengan proses fermentasi dari buah anggur. Lama-kelamaan, nama anggur sebagai minuman lebih umum dari pada wine. Maka entah dibuat dari buah apa, sebutan bagi minuman berfermentasi tetap menyertakan kata anggur. Misalnya saja, anggur mete, anggur rosella, anggur apel, anggur jahe, angur madu, anggur beras, dll.

     Yesus Kristus adalah pokok anggur, Dia juga berkuasa untuk mengubah air menjadi anggur melalui 'Fermentasi' istimewa. Entah kita ini jambu mete, jambu biji, salak, atau buah apapun jika mengalami 'fermentasi' istimewa oleh kuasa-Nya maka jadilah anggur. Proses 'fermentasi' istimewa itu hanya akan terjadi jika kita bersedia memanggul salib dan mengikuti-Nya.
.














{Yustinus Setyanta}

SARANA TRANSPORTASI

     Setelah manusia berhasil menemukan jenis gas yang ringan, maka gas itu dimasukkan ke dalam balon sehingga balon itu bisa mengudara. Lalu diikatlah kerjanjang di bawah balon sehingga balon itu bisa mengudara. Lalu diikatlah keranjang di bawah balon dan dinaiki manusia sehingga manusia bisa ikut mengudara. Balon udara itu kini sudah kuno, karena sudah muncul pesawat terbang yang bisa membawa manusia mengudara dan berpergian kemana saja dengan lebih mudah.

     Sebagai sarana transportasi, baik balon udara maupun pesawat terbang, dipergunakan untuk membawa manusia ke suatu tempat dan bertemu manusia lain. Hanya jika terjadi kecelakaan dan ada korban jiwa, maka sarana trasportasi itu juga akan membawa manusia kepada Allah.

    Gereja adalah sarana trasportasi untuk datang kepada Allah, ajaran-Nya dalam Alkitab adalah peta yang menunjukkan arah yang benar kepada Allah. Maka cukup aman bagi kita untuk bisa sampai kepada Allah tanpa harus mengalami kecelakaan terlebih dahulu.













{Yustinus Setyanta}

TLISIPAN

     Pada suatu hari seorang pemuda apel ke rumah kekashinya, mamun sesampainya di sana ia tidak bertemua dengan si pujaan hatinya karena sang kekasih sedang pergi. Tak disangka, rupanya kekasih itu pergi ke rumah si pemuda itu. Rupanya mereka tlisipan di tengah jalan.

     Banyak manusia yang berusaha datang kepada Allah dan tidak menyangka bahwa Allah sendiri sudah datang kepada Allah tidak menyangka bahwa Allah sendiri sudah datang menjadi manusia. Rupanya terjadi pula tlisipan karena mereka mencari Allah seperti yang mereka imajinasikan sementara Allah menjadi manusia yang sungguh nyata dan bukuan imajinatif belaka.















{Yustinus Seyanta}

KETERBATASAN

     Manusia hidup dalam keterbatasan, terbatas ruang, pikiran dan waktu. Oleh karena itulah sepanjang zaman manusia berusaha untuk mengatasi keterbatasan. Munculnya kendaraan yang semakin hari semakin cepat dan semakin jauh daya jangkaunya merupakan sarana untuk mengatasi ruang dan waktu. Perkembangan pengetahuan dan semua system pengajaran merupakan upaya mengatasi keterbatasan pemikiran. Ramalan-ramalan atau prediksi juga bentuk upaya mengatasi keterbatasan waktu. Juga sarana komunikasi, semua itu untuk meretas keterjarakan dan waktu. Maka bisa disimpulkan bahwa manusia cenderung berusaha menggapai ketidakterbatasan.

     Kita meyakini bahwa satu-satunya yang ada dalam ruang ketidakterbatasan itu adalah Allah. Serta sebagai orang kristiani bahwa Yesus Kristus yang berasal dari ketakterbatasan itu datang dan menjadi manusia, memasuki keterbatasan menjadi manusia seutuhnya. Menyadari kemanusiaan-Nya, Yesus pun mengikuti tradisi dan pengalaman duniawi. Untuk itu Dia datang kepada Yohanes, dan dipermandikan. Inilah sikap yang berkenan bagi Allah. Maka terkuaklah langit dan terdengarlah suara, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mu Aku berkenan" (Mrk 1:11).

     Yesus Kristus yang berasal dari Allah yang Maha Tinggi menjadi manusia dan hidup di antara manusia. Secara langsung Dia membimbing manusia untuk sampai pada kemanusiaan yang sepenuhnya. Manusia yang mengasihi Allah dan sesama, inilah manusia seutuhnya seturut ajaran Dia. Manusia yang tidak lari dari manusia lain, yang tidak memanfaatkan manusia lain demi kepentingan diri, melainkan yang mengasihi dan mau berkorban untuk manusia lain. Manusia yang tidak berusaha menjadi Allah, tidak bersembunyi dari Allah, tidak menganggap Allah itu khayalan atau sesuatu belaka. Namun manusia yang benar-benar mengasih Allah dengan sepenuh hati dan menjadikan Allah Sang Sumber Hidup sebagai gantungan hidupnya.

     Jika Yesus bersedia menjadi manusia sepenuhnya, maka hal itu merupakan undangan bagi kita untuk juga menjadi manusia sepenuhnya manusia. Manusia yang sadar bahwa dirinya selalu berkaitan dengan manusia lain, berada di antara manusia lain. Dengan kesadaran itu maka muncullah sikap menghargai, menghormati keberadaan manusia lain. Dari kesediaan untuk menghargai dan menghormati inilah akan timbul sikap mengasihi sesama secara wajar. 

REFLKESI DIRI:
     Ya Tuhan, ada banyak keterbatasan dalam diriku, karena apalah dayaku, tak mampu aku membeli sedetik waktu untuk menambah umurku. Banyak kelemahan dalam diriku, karena tak mampu aku membawa segenggam harta duniaku ketika jiwa ini meninggalkan raga. Betapa terbatasnya aku, ketika kusadari bahwa hidup ini demikian tergantung pada hidup orang lain. Betapa terbatanya aku ketika.............?

     Bebaskan aku, ketika aku demikian terikat oleh keinginan-keinginan, harapan, nafsuku sendiri. Merdekakah aku ketika rutinitas demikian membelenggu dan mematikan gairahku? Oh, betapa aku seperti tawanan dalam sel pengap berjeruji besi nan kuat. Betapa aku menjadi tawanan dunia dan diperbudak oleh arus keadaan. Tanpa daya aku terombang-ambing, tanpa kuasa aku terus digiring.

     Aku melihat, bahwa aku tidak melihat pula aku menyadari bahwa kesadaranku sering aku tinggalkan pergi begitu saja. Tiada pula aku sanggup melihat isi hati orang yang ada di dekatku. Tiada aku melihat akhir dari hidupku. Pengelihatanku hanyalah sejengkal yang terapung di atas ingatan yang timbul dan tenggelam. Di luar semua itu, tak melihatnya aku. Hanya gulita yang menganga. Terlebih perkara-Mu, yang menghidupkan dan menghidupi aku, gelaplah seluruh penglihatan.

     Ketika jaman terus bergulir pun aku berdiri di lintasannya. Jaman itu terus bergerak melitas dan menindas, lalu aku melekat. Gerak putarannya menjadi gerak putaran hidupku. Dan saat aku mencoba melepaskan diri, serentak tangan-tangan kuat merenggutku kembali. Lantas aku menjadi bidak yang mudah digerakkan kemana pun oleh tangan tak tampak, sekedar agar permainan jaman terus berjalan. Lalu datanglah Dia. Tangan-Nya menjamahku, di rangkulnya aku, digandengnya aku untuk berjalan bersama-Nya, namun kadang aku memberontak melepaskan gandengan Tangan-Mu. Tetapi tak hentinya Tangan-Mu memegang erat tanganku, Dia pun menatap ketidakberdayaanku, keterbatasan-keterbatasanku bahkan Dia memperhatikan hidupku yang berada dalam tindasan jaman. Sinar mata-Nya menyusup di antara jeruji sel dimana aku tertawan oleh hidupku sendiri.

     Selesai membaca Dia mengajarku, memberiku teladan. Bagaimana membuka hati dan menyerahkan diri agar Roh-Nya dapat membimbingku keluar dan aku dapat menghirup udara kemerdekaan, Dia hadir sebagai manusia agar aku dapat melihat apa yang tidak aku lihat. Dia datang sebagai terang agar aku sadar bahwa hidup bukan semata-mata ruang gulita sepekat seribu malam. Serta Dia memberi tawaran padaku, untuk menjadi ungkapan kasih-Nya.

     Betul banyak keterbatasan dalam diriku. Namun sebelum aku agar orang lain memahami akan keterbatasanku ada baiknya aku pun memahami keterbatasan orang lain, memakluminya untuk dapat menghormati, mengharagai orang lain. Banyak kelemahan yang membuat aku diam dan tidak peduli. Banyak keterbatasan yang membuat aku diam dan tidak mau berbuat sesuatu.
Ya Tuhan. Bersabdalah kepadaku, maka aku akan berjalan......
Bersabdalah padaku, maka aku akan melangkah.








{Yustinus Setyanta}

Jumat, 09 Januari 2015

tes


CERPEN KEMBALI KE GALILEA

     Sobatku Nina kemarin datang ke rumahku dan minta diantar ke rumah temannya. Sebenarnya aku malas banget mengantar dia, apalagi hari sudah sore, tapi begitu melihat roman mukanya yang sedih dan pucat, aku jadi tidak tega. Akhirnya, aku keluarkan mobil di garasi dan kuantarkan dia ke rumah temannya. Di jalan, dia menceritakan padaku tentang masalah yang sedang dia alami saat itu. "Sebenarnya gue gak mau ngerepotin lu, tapi lu satu-satunya orang yang bisa gue andalkan untuk menemani gue saat ini," katanya kepadaku.
"Udah gak apa-apa, lagian percuma dong gue ngaku-ngaku jadi sobat lu, begitu lu lagi sedih malah gue tinggal. Eh, ini belok kemana?"
"Belok sini! Nah iya, terus lurus sampe ketemu rumah yang pagarnya biru. Nah itu tuh! Oke, kita udah sampe, yuk turun!" katanya setelah kami sampai. "Gue gak usah turun aja kali, gak enak ganggu lu yang mau curhat. Gue jalan-jalan saja dulu, nanti kalo lu udah selesai miscall gue aja, Ntar gue jemput lagi disini," "Alah lu pake acra gak emak segala, katanya sobat gue. Udah gak apa-apa, ikut aja, ayo masuk!" katanya sambil menarik tanganku.

      Kemudian Nina memencet bel di dekat pintu dan tak lama ada orang dengan badan tinggi besar mempersilahkan masuk. "Andra," kata temen Nina itu sambil menjabat tanganku kemudian kami masuk dan duduk di sebuah ruang tamu yang cukup nyaman. Kami ngobrol-ngobrol sebentar sampai Nina menceritakan masalahnya kepada Andra. "Sebenernya gue mau datang minggu aja, tapi rasanya dada ini udah penuh banget dan mau meledak. Gue udah ngk kuat lagi, Ndra, makanya malam-malam gini gue minta dianterin ama sobat gue ini," kata Nina sambil memandang ke arahku. "Memang bapakmu mulai neror, kalian lagi setelah kamu bersama ibu dan kedua adikmu memutuskan pergi dari rumah?" tanya Andara. "Neror sih nggak, tapi dia minta gue pulang, kan lu tau saat ini kami belum bisa pulang selama dia masih melakukan kekerasan kepada kami," kata Nina lagi. "Ya, saat ini memang kalian belum bisa pulang dan ini bukan yang pertama kalinya kalian mengalami hal ini kan? Sekarang belajalah dari pengalaman, kamu mau jatuh ke lubang yang sama untuk ke dua kalinya? Tidak kan?" kata Andra lagi. "Iya sih, tapi bagaimana pun juga dia kan bokap gue. Meski kadang dalam hati gue marah ama dia, tapi tetap aja rasa sayang itu masih ada. Selama ini bokap gue ya cuma dia, Ndra, bingung gue Ndra, kadang gue bertanya, hidup ini pilihan gue sendiri sebagai manusia bebas, atau memang sudah ditakdirkan ama Gusti Allah ya?" Tanya Nina. "Aku tau, saat ini kamu bener-bener bingung sama posisi kamu sebagai anak, memang seperti makan buah simalakama. Tapi, lihat pengalamanmu dulu dan belajarlah dari pengalaman itu. Cobalah melihat pilihan hidup begini, pilihan hidup kita akan selalu kita selaraskan dengan kehendak Gusti Allah. Bahwa apa yang kamu jalani saat ini ingin kamu jalani saat ini ingin kamu persembahkan sebagai jawaban atas perutusan Gusti Allah kepada kamu. Kamu sudah baca blog 'KalaKita' punya temanku itu kan?" tanya Andra kepada Nina.

      Kalakita adalah blog milik wawan, temannya Andra, Nina pernah memgirimkannya kepadaku dan sudah kubaca. Teman Andra menulis tentang tradisi Salubong di Filipina yaitu suatu tradisi tentang penampakan Yesus kepada Maria, Bunda-Nya setelah Dia bangkit dan kisah ini memang tidak ada di Kitab Suci. Tapi menurut Ignasius Loyola - Seorang Jesuit dari spanyol - dalam buku latihan rohaninya, dia merefleksikan bahwa Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, orang pertama yang akan Dia kunjungi pasti adalah Ibu-Nya. Kitab Suci menuliskan bahwa Dia menampakkan diri kepada para murid setelah Dia menampakkan diri pada orang banyak lainnya. Yang kemudian diartikan oleh Santo Ignasius bahwa salah satu dari orang banyak itu Bunda-Nya, Maria. Kemudian Andra melanjutkan, "Di blog itu tertulis, malaikat berkata kepada murid-murid-Nya untuk pergi ke Galilea bila mereka mau menemukan Yesus dan tidak di makam-Nya. Mengapa Galilea? Kamu tahu kan di sanalah tempat Yesus memilih murid-murid-Nya. Tempat Dia mengajar pertama kali, melakukan berbagai aktivitas, dan menyembuhkan banyak orang. Mengapa kita kemudian diajak kembali ke Galilea kita sendiri? Kamu tahu tidak makna di balik itu semua? Galilea itu sama seperti pengalaman pertama kita. Kejadian dalam hidup kita ini yang sudah pernah kita lewati bersama Gusti Allah.

      "Dengan melihat pengalaman yang lalu kita juga bisa melihat dan merasakan kembali kasih Gusti Allah kepada kita. Kamu bisa tetap ada dan terus melangkah sampai saat ini adalah berkat kasih Gusti Allah yang terus membimbing kamu. Gusti Allah sudah membantu kamu dan keluarga kamu melewati masa-masa sulit kalian sampai hari ini. Dalam hidup ada masa ketika kita jatuh, tetapi kita tidak boleh terlena, melainkan harus berani berjuang untuk bangkit lagi. Dan itu semua merupakan proses yang harus dilalui, menjadi sakit dan kecewa untuk kemudian bakit kembali meraih kebahagian dan kegembiraan. Karena hidup ini tidak seinstan seperti kita bikin mie instan kan? Dalam kesusahan yang melilit keluargamu. Gusti Allah selalu tinggal bersama kalian dengan cara-Nya yang ajaib. Gusti Allah terus-menerus membantu kalian dalam membuat keputusan yang terbaik untuk semuanya. Cobalah kembali ke Galilea hidupmu dan lihatlah pengalaman-pengalaman itu untuk membuat kamu bangkit lagi demi masa depanmu yang lebih cerah lagi. Yakin deh, di depan sana pasti ada yang terbaik untuk kalian. Ngak usah takut, karena ketakutan itu hanya ada dalam pikiran saja tepislah itu, yakinlah bahwa kamu tidak pernah sendirian. Ada Gusti Allah, keluargamu, teman-temanmu, dan sobatmu ini yang mau mengantarkan kamu malam-malam begini ketemu aku. Monggo, Mbak, disambi (Silahkan, Mbak, diminum), jangan diam saja. Cape ya dengerin aku ngomong berteori gini. Aku ini kalau sudah ngomong cerewet banget ya?" tanya Andra kepadaku. "Ahh, enggak apa! Aku juga ikut belajar kok." jawabku.

      Akhirnya, setelah puas ngobrol-ngobrol, aku dan sobatku pamit. Dalam perenunganku malam itu, aku sadar kalau selama ini aku pun jarang melihat masa laluku, jarang kembali ke Galilea hidupku sendiri. Yang bisa kulihat adalah pegalaman yang kuhadapi saat ini dan masa depanku. Tapi aku pun menyadari bahwa dalam melihat pengalaman masa lalu, aku pun perlu hati-hati agar tidak terjebak ingin kembali ke pengalaman masa lalu yang menyenangkan saja. Benar kata Andra melihat masa lalu untuk melihat kasih Gusti Allah dalam hidupku.




(Yustinus setyanta)

DI ATAS LANGIT ADA LANGIT

      Allah adalah misteri, seperti langit yang tanpa batar. Ketika manusia sudah merasa dekat, merasa tahu segalanya mengenai Allah dan Allah sudah bukan misteri baginya, maka dia bukan Allah lagi. Maka ungkapan 'di atas langit ada langit' bagus juga untuk menyadarkan yang merasa sudah suci, sangat suci, sudah tahu segalanya mengenai Allah.

     Jika kita membaca komik atau cerita silat, sering kali ada ungkapan dunia persisajatan, "di atas langit ada langit", tentu ada yang tahu apa arti dari sebuah ungkapan itu. Artinya yakni, sehebat apapun, sesakti apapun sesorang, masih ada yang lebih sakti. Ungkapan itu sering digunakan untuk menyadarkan seseorang agar tida jumwa atau sombong, merupakan nasihat untuk selalu bersikap rendah hati, karena sepandai apapun, sesakti apapun, pasti ada yang lebih pandai dan lebih sakti.












{Yustinus Setyanta}

Selasa, 06 Januari 2015

SEPERTI SUNGAI


Seperti sungai hidup ini.
Ada kelokan disana, ada pusaran disana. Kadang terjun dari ketinggian, menbetur-bentur batu dan tebing yang membatasi alirannya.
Seperti sungai hidup ini.
Kadang berarti dan sangat berarti. Kadang menggenang diam tak bergerak.
Seperti sungai hidup ini. Ada kalanya tampak jernih dan bening, namun ada kalanya keruh, penuh sampah dan berbau.
Seperti sungai hidup ini. Kadang menghadirkan kelegaan dan kesejukan, namun kadang menjadi bencana yang mematikan.
Seperti sungai hidup ini. Yang akhirnya bermuara di danau atau laut lepas.

Ketika ketakutan "jangan-jangan...." ketakutan tidak di hargai, ketakutan tidak dihormati,, dihina, tidak dipedulikan, bahkan ketakutan tidak diperhatikan, dan kekhawatiran mendera serupa angin sakal saat mengarungi hidup, dengan susah payah berusaha mendayung menuju ke tempat aman. Didorong oleh belas kasihNya, Dia datang dan menghampiri kita. Dia datang dengan berjalan di atas air, berjalan di atas kehidupan nyata yang sedang di geluti. Dia datang dengan berjalan di atas air, berjalan di atas gelombang pusaran persoalan.

Berkali-kali Dia berkata, "Tenanglah. Aku ini, janganlah Takut!" Namun entah karena ketakutan itu terlalu mencekam hidup, ataukah karena khawatir Dia akan mengambil alih biduk yang di tumpangi, lalu mengarahkan ke arah yang tidak di mau, maka tak mendengar suaraNya.

Lalu Dia datang lagi dan berkata, "Tenanglah. Aku ini, jangan takut!". Namun semakin ketakutan dan menjauh dariNya, karena melihat apa yang Dia lakukan tidak masuk akal. Karena baginya yang disebut kebenaran adalah hal yang masuk akal saja, masih saja diam dan menanti, diam : tak bergerak, menanti bukti yang sekalipun terserak di hadapan, namun belum juga meyakini.

Lagi-lagi DIA datang dan berkata: "Tenanglah. Aku ini, jangan takut"




(Yustinus Setyanta)

SI GALILEA

      Yesaya sebagai nabi besar di jamannya, mengatakan kebenaran mengenai Galilea. Galilea adalah wilayah bangsa-bangsa yang diam dalam kegelapan, negeri yang dinaungi maut. Kita bisa membayangkan situasi Galilea dengan pernyataan ini. Nasareth adalah kampung wilayah Galilea, dan Yesus pun dikenal sebagai orang Galilea. Mungkin menyebut diri sebagai orang Galilea bukanlah suatu yang membanggakan, mungkin pula sebutan sebagai Galilea adalah sebutan yang meremehkan, merendahkan, sebagaimana di jaman ini kita menyebut sebagai wilayah tak beradab, kampungan, dsb. Jika jawasan Yudea, orang-orang yang terhormat kebanyakan tinggal dan membentuk komunitas terhormat di kalagan bangsa Yahudi, maka Galilea adalah wilayah yang dinilai buruk. Bahkan di benak orang-orang Yahudi, ada sebuah pernyataan yang menyakitkan, 'mungkinkah ada yang baik muncul dari kawasan Galilea?' kita tidak perlu ikut mendeskriditkan Galilea, karena seandainya kita melihat ke dalam diri kita sendiri, situasi hidup kita tidak jauh dari Galilea. Situasi di dalam kegelapan adalah situasi dimana kita tidak tau arah, tidak pasti dalam melangkah, tidak tahu situasi kanan dan kiri. Yang bisa kita lakukan hanyalah meraba-raba.

     Mengapa Yesus memberitakan Kerajaan Surga? Firman yang disampaikan oleh Nabi Yesaya, menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut : Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah sebagai Sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain: bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar (Yes 60:1-6). Dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut telah terbit Terang. Yesus adalah Terang itu sendiri dan Kerajaan Surga yang diwartakanNya adalah situasi hidup dalam naungan Terang itu. Kegelapan yang identik dengan ketidaktahuan arah dan jalan yang dituju, mendapat kepastian dan pengertian yang benar dalam diri Yesus. Situasi yang dinaungi maut dimana hidup dihantui kekhwatiran dan ketakutan, mendapat kebeberanian, kelegaan, dan ketenangan dalam diri Yesus yang hadir sebagai Terang yang sesungguhnya (bdk Mat 4:12-17, 23-25).

     Kita menengok ke dalam hidup kita dengan melihat Galilea bukan sebagai wilayah tetapi sebagai ruang hidup kita sendiri. Galilea adalah hati dan pikiran kita. Adakah disana kita sebagai orang kristiani melihat peran Yesus sebagai Terang yang sesungguhnya.

REFLEKSI:
     Tahukan aku, jika sejengkal waktu di depanku, aku tak tahu apa yang akan kualami? Tahukah aku, jika kapan tumbuhnya satu centi rambut ku pun tak pernah bisa kuamati? Tahukan aku, jika detak jantungku, aliran darahku, debar hatiku, aku tidak tahu mengapa semua itu terjadi? Tahukan aku, jika kemana hilangnya ingatan-ingatanku tak pernah kuketahui? Tahukan aku jika peristiwa demi peristiwa, persoalan demi persoalan datang silih berganti tanpa aku mengerti mengapa datang dan tak dapat aku selami? Tahukah aku tetang diriku sendiri? Tahukan aku tentang hidupku?

     Aku seperti si buta yang meraba dan melangkah dalam kegelapan. Dalam kegelapan aku melangkah begitu saja. Dalam kegelapan aku hidup dengan naluri, yang dituntun keinginan surupa tongkat yang mengetuk-ngetu untuk memastikan bahwa tempat berpijak selangkah di depan cukup aman. Maka ketika Yesaya menyebutku orang Galilea yang hidup dalam kegelapan, aku katakan padanya: "Benar. Sesungguhnya demikianlah aku. Kuhidup dalam kegelapan yang nyata, karena demikian banyak perkara dalam hidupku yang tidak aku tahu". Amankah aku, jika kekhawatiran menghantuiku saat menatap hari-hari yang ada di depanku? Tenangkah aku, ketika kusadari saat berakhirnya hidupku yang tak tahu kapan akan terjadi, aku tak tahu apa yang akan terjadi denganku? Manakah aku saat ketakutan senantiasa memelukku; ketakutan tidak dihargai, tidak dihormati, dihina, tidak dipedulikan, dan disingkirkan menjadi udara yang senantiasa kuhirup? Maka ketika Yesaya, menyebutku sebagai si Galilea yang hidup dalam naungan maut, aku hanya bisa diam yang hidup dalam naungan maut, aku hanya bisa diam dan mengangguk membenarkan.

Aku Si Galilea, kuhidup dalam kegelapan dan kuhidup dalam naungan maut. Lalu aku si Galilea dalam kegelapan, aku melihat Terang itu datang, Terang yang besar menghampiri diriku. Dengan suara yang agung Dia berseru, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!"

Sambil menunduk, tanpa keberanian untuk menatap, di hadapanNya aku mengaku; "Ya Tuhan, buruklah keadaanku. Gelaplah hidupku, lumpuhlah jiwaku. Hatiku dipenuhi dengan penyakit gila hormat dan terbelenggu oleh kecemasan. Tiada pantaslah aku di hadapanMu. Bersabdalah saja Tuhan, maka aku akan sembuh". Amin

(Yustinus Setyanta)


Senin, 05 Januari 2015

::.CINTA DAN MAKNANYA.::











Cinta itu adalah rasa...
Ada di setiap nyawa...
Beraneka macam maknanya...
Tetapi berarti ke satu titik bahagia...

     Cinta kepada Sang Pencipta...
     Memiliki makna rasa selamanya...
     'kan selalu patuh dan percaya...
     Maka dapat ketenangan jiwa...

Cinta kepada lawan jenis kita...
Rasanya berbunga-bunga...
Jika berkorban pasti rela...
Dan tidak bersifat memaksa...

     Cinta kepada sesama...
     Mempunyai makna rasa...
     Menghormati tua maupun muda...
     Mau membantu bebannya...

Cinta kepada lain-lainnya...
Rasanya sanyang dan suka...
Mau selalu menjaga...
Dan melastarikanya...

            : Damai


{by: Yustinus Setyanta}

BINTANG TIMUR

Salah satu penampakan besar kala itu adalah munculnya bintang timur yang sangat terang. Fenomena ini sangat menarik bagi para ahli perbintangan, dan mereka membacanya sebagai tanda, tanda akan muncul/lahirnya seorang pemimpin, seorang tokoh besar. Mumgkin mereka mengkaitkannya dengan Bintang Daud, sehingga berani menyimpulkan bahwa tokoh besar itu akan lahir dari keturunan Daud di Bethlehem.

Dari zaman ke zaman, penampakan bintang tertentu menjadi tanda bahkan menjadi penunjuk arah. Tetapi saat ini, bintang menjadi sebuah bagi orang yang terkenal, populer, atau berpengaruh seperti bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, bintang politik dan bintang lain-lain. Sekalipun mereka diikuti dan dicermati oleh banyak orang. Cara berpakaian mereka menjadi mode, tingkah laku dan gaya bicara menjadi trend. Kesuksesan mereka menjadi kiblat untuk dicontoh banyak orang. Yang membedakan adalah, jika penampakan bintang yang benar membawa orang untuk sampai pada terang yang sesungguhnya yakni Tuhan, penampakan mereka menggiring orang untuk sampai pada diri mereka sendiri, demi popularitas supaya semakin meroket.

 {Yustinus Setyanta}

KUPU-KUPU DAN KUNANG-KUNANG







    
      Matahari terbenam di ufuk barat, seekor kupu-kupu dan kunang-kuang mengejarnya. Kupu-kupu hendak mengajak matahari kembali karena belum semua madu dihsapnya. Kunang-kunang mengejar hedak membadingkan terang bubuhnya dengan terang matahari. Akhirnya kedua kelelahan dan terkapar dalam ruang kesia-sian. Keesokan pagi matahari muncul di ufuk timur, melihat mereka berdua tertidur pulas.

{Yustinus Setyanta}

Minggu, 04 Januari 2015

PERJALANAN KE TIMUR

       Diceritakanlah ada tiga orang Majus dari Timur ke Yerusalem. Mereka melihat bintang-Nya di Timur, maka mereka pun datang pergi sesuai petunjuk bintang itu. Tentu saja karena bintang itu di Timur maka mereka megarah ke Timur. Mereka dari Timur dan pergi ke Timur, padahal kalau mereka ke Yerusalem tentu mereka melangkah ke Barat dan bukan ke Timur, sementara bintang itu ada di Timur.

       Mungkinkah mereka bertemu dengan apa yang mereka cari? Berdasarkan logika arah, tentu tidak mungkin, tetapi kenyataannya mereka sampai di Betlehem dan bertemu dengan Sang Timur. Begitulah kompas logika, tidak akan membuat kita sampai kepada-Nya. Yang membuat aku sampai adalah kerendahan hati, kepercayaan yang penuh dan keberanian untuk bertanya.


{Yustinus Setyanta}

Sabtu, 03 Januari 2015

MALAM LEKAS MENJEMPUT












Senja...
tak henti kau mengeja keelokan dipenghujung hari
kau laksana pentas sebuah janji
takkan henti pena jemariku meliuk menari
mengalunkan nada-nada di setiap pena ini
hingga laguku tersyair merdu di relung hati
bertinta warna-warni lengkung pelangi
kau...bagai kisah yang berbuku di diary hati
yang tak kan terhapuskan walau badai melanda jiwa ini
jelaga rasa yang setia menemani

padamu senja ku rangkai aksara
menjadi bait-bait indah laksana nirwana
kan ku maknai semua arti tentangmu
tanpa peduli orang memaknai arti awanmu

senja...
meski malam benamkan jinggamu dalam lelap
aku tidak mampu meniadakan keberadaanmu
kau serasi elok dengan kelak kelok sungai
yang mengaliri sebuah hati di lembah penantian

Lihat matahari mulai
menyombongkan perhiasan emasnya....
Merayu bebukitan untuk mau bersetubuh
Menghindari gelap yang selalu
merongrong wibawanya....
Malu jika angkuhnya
berkalung bintang



{Yustinus Setyanta}

Bukanlah


Jumat, 02 Januari 2015

SETIAP HATI


 Setiap hati pasti pernah merasakan adanya gejolak, entah itu tentang cinta, kerinduan, pengkhianatan, duka, kehilangan, penantian serta perjuangan dalam menguatkan hati untuk mengharungi ujian hidup. Tidak semua orang mampu mengatasi gejolak jiwanya sendirian, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memberikannya semangat atau solusi, minimal ia akan bercerita pada orang terdekatnya atau sekadar menuliskannya di buku harian.



 {Yustinus Setyanta}

JIWA dan RAGA

Jiwa…..
Hembusan nafas kehidupan dari Allah Bapa
Ia tak ter-benda-kan
Ia kesatuan Roh yang tak ter-benda-kan
Jiwa.....
ia kesatuan Roh
ia tidak dapat lepas dari raga
ia tinggal di dalam manusia hidup

Raga....
dia  ter-benda-kan duniawi
dia tempat bagi jiwa manusia
dia bentuk pelaku pengisi duniawi

Manusia…
dia hidup dari kesatuan jiwa dan raga
dia hidup dalam alam ke-duniawi-an
dia hidup ter-benda-kan berbentuk raga
 

hai Jiwa Raga Manusia…
bersatu-lah

mengikuti hembusan nafas Illahi
Yesus Kristus lah pembuka jalan
tat kala…
raga…menetap di duniawi
jiwa…kembali menuju Allah Bapa 


*****************

Hakikatnya dalam setiap diri manusia terdiri dari tiga bagian utama yang terpadu yaitu jiwa (sukma), jasmani (raga) dan nyawa (roh). Ada yang memberikan batasan yang sama terhadap roh dan jiwa. Padahal kedua hal tersebut (roh dan jiwa) adalah sesuatu yang berbeda hakikat. Jika kita ibaratkan dengan sebuah mesin komputer, jasmani adalah perangkat kerasnya (hardware) dan jiwa adalah perangkat lunaknya (software). Sedangkan roh adalah energi listrik yang dialirkan ke dalam perangkat-perangkat tersebut sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dengan tersusunnya manusia atas tiga substansi utama tersebut maka wajarlah jika dalam kristiani kemudian memberikan bimbingan yang terkait dengan masing-masing bagian tersebut. Dan di dalam Kitab Suci pun terdapat, berhamburan ayat-ayat yang membimbing dari ketiga bagian tersebut.

Jiwa. Merupakan sesuatu yang abstrak dalam diri manusia. Sedangkan raga sebaliknya, yaitu kongkrit, jelas, dan nyata. Gerak jiwa tidak dapat kita amati dengan panca indra. Sedangkan gerak raga sudah pasti dapat diamati. Namun meski gerak jiwa itu tidak dapat diamati secara panca indra, namun ia dapat dirasakan. Bahkan jiwa itulah yang sebenarnya menjadi penggerak dan motorik bagi raga. Jika demikian, jiwa adalah sebuah substansi yang ada dalam diri manusia. Substansi itu kemudian dituangkan menjadi raga. Namun ternyata juga tidak semua raga itu dapat merepresentasikan substansi diri kita. Ada jiwa yang hanya ada dalam jiwa itu sendiri. Memang tidak semua raga memiliki raga yang lengkap (cacat fisik) tetapi Allah Bapa tetap memberikan hati, jiwa. Sedangkan ke-cacat-an tidak hanya melulu raga/fisik.

Jiwa. Dengan jiwa manusia menyadari dirinya sebagai manusia. Dengan jiwa pula manusia menyadari hubungannya dengan manusia lain. Manusia mengetahui bahwa keberadaannya sebagai manusia adalah karena adanya manusia lain. Maka dengan jiwanya manusia menghargai dan penduli terhadap manusia lain. Tumbuhnya jiwa manusia sangat dipengaruhi oleh hasrat dan keinginannya, dan juga dipegaruhi oleh dialektikanya dengan alam dan manusia lain. Hal demikian sudah ada sebelum jiwa manusia tumbuh, bahkan sebelum raga terbentuk. Kesadaran akan hidup inilah yang dimaksud sebagai roh. Hanya dengan roh-nya manusia menyadari hidup berkaitan dengan Dia Sang Sumber Hidup. Roh memampukan manusia mengenali tujuan dari kehidupannya. Roh manusia itu berasal dari keabadian maka dia akan tetap abadi, tetapi kehidupan manusia tidak, karena dia harus mengakhirinya dengan kematian. Raga bersifat fana.

Jiwa adalah sesuatu yang membuat setiap pribadi menjadi manusia: prinsip hidup rohaninya dan keberadaannya yang tertinggi. Jiwa menyebabkan badan jasmani menjadi tubuh manusia yang hidup. Melalui jiwanya, manusia merupakan makhluk yang bisa berkata: "saya" dan berdiri di hadapan Allah sebagai individu yang tak tergantikan.

Manusia adalah makhluk jasmani dan rohani. Roh manusia lebih fungsi badannya dan tidak bisa di jelaskan seperti menjelaskan susunan jasmani. Akal budi memberi tahu kita bahwa seharusnya ada sebuah prinsip rohani yang disatukan dengan badan, tetapi tidak identik dengan akal budi. Kita menyebutnya "jiwa". Walaupun beberadaan jiwa tidak bisa "dibuktikan" menggunakan ilmu pengetahun seperti halnya tubuh badani, tidak berarti bahwa manusia tidak bisa dimengerti, baik sebagai makhluk rohani mengatasi hal-hal jasmani ini. "Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan........ Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia" (Kol 1:15,16b).
Demikianlah sekilas tentang jiwa dan raga.













{Yustinus Setyanta}



Kamis, 01 Januari 2015

::.BUNGA TERUNTUK.::

Bunga.....bunga.....bunga........
teruntuk yang berbunga-bunga
Ku persembahkan bunga
untuk mewakili segenap rasa

Rasa yang ku jaga untuk dia
karena
bunga cinta
hadir untuk hati yang penuh cinta.....
    Rawatlah ia, pupuk dengan kasih
    siram dengan senyuman..........

Mekar...bening...sejuk...menyegarkan.....
Itulah suasana hati
             yang tidak tertambat
             pada yang fana.......
Tetapi hanya semata
             kepada-Nya....

Yaaaaaa....
bunga cinta....
Memang harus menghadirkan cinta
kepada Sang Pencipta

Sehingga refleksi cinta-Nya
Hati ini bagai embun....
yang menyegarkan dedaunan
di pagi hari......

Dalam warna-wari,
akar,
batang,
ranting,
dan kuncup.....
Sang bunga tak pernah alpa...
hati terarah pada-Nya













{Yustinus Setyanta}

::.TAHUN KE TAHUN.::

Tahun ke tahun...
berlalu sejalan kehidupan yang terus berganti
bawakan berjuta cerita, bakti dan karya
berlalu sembari kita mengurai mimpi
yang tergambar jelas dalam layar nyata

Tahun ke tahun kita jalani...
Lewat amal kasih lahirkan karya sukses...
Dengan keunikan jalan ikhtiar...
Berikan kesan panjang dari perolehan hasil...

Tahun ke tahun kita lalui....
Berlalu sepintas jumpa kita tak abadi...
Bersama merangkai harapan tuk tunjukkan jalan bakti...
Bagi Sang Pencipta yang terus memberi...













{Yustinus Setyanta}