Senin, 28 September 2015

SKETSA

     

     Anak-anak muda sangat senang ketika tahu bahwa mereka masing-masing dibuakan sketsa wajah, terlebih yang membuatkan sketsa wajah mereka adalah seorang seniman yang handal atau terkenal.

     Seluruh hasil sketsa wajah itu menampilkan karakter mereka dengan senyum gembira, bahagia. Jika kita masing-masing mau membuat sketsa wajah kita sendiri, terutama wajah hidup rohani kita, kira-kira akan seperti apakah karakter yang dimunculkan? Hanya kita sediri yang tahu dan bisa menggambarkannya.










(Yustinus Setyanta)

EKSIS

     

     Berbagai cara bisa ditempuh untuk eksis. Bagi anak muda, salah satunya adalah menjadi narsis, lalu memunculkan foto-foto dimana-mana, terutama di banyak jejaring sosial atau media sosial. Bagi orang tua, dengan aktif dan banyak berperan serta banyak bicara.

     Demikian menggebu kita, untuk bisa tetap eksis sebagai manusia di tengah kerumunan manusia. Hanya segumpal awan kecil yang tidak perduli ia akan menjadi seperti apa dan akan berada dimana. Ia menurut saja kemana dan bagimana angin membentuknya.









{Yustinus Setyanta}

NIAT

Bukalah pintu hati yang tulus dan cinta kasih dapat membangum hati kepada orang lain.











(Yustinus Setyanta)

Jumat, 18 September 2015

OLAHRAGA TANPA BAU BADAN

     Banyak keringat yang keluar kerap menjadi indikator umum untuk melihat apakah olahraga yang kita lakukan berhasil. Sayangnya, bau badan yang menyertai kucuran keringat bisa sangat memalukan. Padahal, keringat dan bau badan sebenarnya respons alami saat tubuh berolahraga. Kelenjar keringat mengatur suhu tubuh dan bertanggung jawab atas keluarnya keringat dan bau tubuh. Keringat menyeimbangkan cairan tubuh dan membuat kulit tetap terhidrasi. 

     Keringat sendiri bukanlah penyebab bau badan. Bau tesebut muncul saat keringat mengenai bakteri di kulit. Tingkat hormon, obat-obatan tertentu, pola makan, bahkan suasana hati, mempengaruhi jumlah keringat dan bau badan. Jika tidak ingin aroma tubuh yang menggangu, sebaiknya kurangi konsumsi bawang dan bahan makanan lain dengan bau yang kuat. Itu membantu mengurangi bau badan.

     Menambah zat besi dan magnesium dari suplemen, buah-buahan, dan sayuran juga bisa membantu. Waspadai jika pola makan yang baik tetap disertai bau badan berlebih, bisa jadi penyebabnya gangguan kesehatan semisal jantung, ginjal, atau dibetes. Bila begitu, lebih baik periksakan ke dokter. Selaini itu, bau badan saat berolahraga juga bisa dihindari dengan memilih pakaian yang tepat. Busana berbahan katun sebaiknya dihindari.

     Kemampuan katun dalam menyerap cairan justru kerap membantu keringat susah kering dari pakaian. Sebaiknya, dapat memilih busana olahraga berbahan sintetis yang dilengkapi dengan teknologi antimikroba. *** 








(Yustinus Setyanta)


::. GUSTI ORA SARE .::

Opo kowe ora ngrumangsani
Yen ati iki kowe sing natoni 
Sing salah sopo! aku opo kowe 
Gusti ora sare, tansah ngulatke

Keno opo seje ati, seje lambe 
Seje sing diucapake, seje sing ditindakake 
Aku ora nudoh sopo-sopo, opo maneh kowe 
Sing tak delok mung awakku dewe

Gusti ora sare
Ngerti sak nyatane

Urip ning ndoyo pisan lawase 
Jarene, mung mampir ngombe 
Ngelingo marang Gustine 
Opo wis memper karo dahwue

Gusti mboten sare
Ngerti saktenane

Bejo, ciloko, soro lan mukti 
Wis ginaris kang Dumadi 
Ben tompo wae kabeh lelakon iki 
Yen wis pancen dadi karepe Gusti

Keno opo ati digowo kuciwo lan urep dikuwatirno 
Wong nyatane rizki tan keno di nyono 
Lha njur ngopo urip di gowo nelongso 
Wong ginarise wis di nulis sing Mohokuwoso

Nek nyatane wis kudu koyongene 
Yo wis di trimak-trimake wae 
Ati lan roso iki di sabar-sabarke
Gusti Allah pirso karo awake dewe

Gusti ora sare 
Ngerti sak tenane 
Gusti ora sare 
Ngerti sak kabehe 
Gusti ora sare 
Ngerti sak nyatane 


















(Yustinus Setyanta)

HIDUP YANG DIBERKATI

     Maka dari itu, segala aktifitas apapun yang kita lakukan, kita lakukan dalam kerangka dari DIA, dalam DIA, untuk DIA. Mohon hikmat takut kepada Allah, mohon bimbingan-Nya maka hikmat yang lain mengikutinya.

     Semoga pengertian dan hikmat yang dari Allah menerangi hati kita, dan menuntun langkah kita. Amin.

Tuhan memberkati.




















(Yustinus Setyanta)



Kamis, 17 September 2015

5 BARIS KATA SAJA

Dalam kata ada makna
ada jiwa ada saudara
tapi kita kurang membiasa
dengan apa saja yang menjiwa
kenapa?
padahal jiwa mewakili Dia




















(Yustinus Setyanta)

CIPTA-RASA-KARSA

     Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga (segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
     Secara ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide-kreatifitas yang sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).







(Yustinus Setyanta)

Selasa, 15 September 2015

.:: BAIT AKSARA KU::.

Salahkah kubait aksaraku
Aksara hati lantunan jiwa 
Aksara akal budi tembangkan raga 
Maaf, jika tak berkenan di hatimu

Aku bukan rembulan 
     yang memberimu indah 
Aku bukan pelangi 
     yang meronai hari 
Aku bukan embun 
     yang memberimu kesejukan 
Aku pun bukan sebatang pohon rindang 
     yang mampu memberimu keteduhan

Tapi..... 
Aku punya ketulusan 
Aku punya kesungguhan
Aku punya keteguhan 
Hati.....

Aku punya sepercik cahaya 
Anugerah yang telah diberikan oleh-Nya 
Meski tak secerah matahari 
Dan tak seterang Sang Terang Sejati 
Namun kita dapat berbagi dan saling melengkapi

      Bait aksaraku..... 
      Bait ini tidaklah berurutan 
      Tidaklah senada rata 
      Karena alur hati tiada yang menentu

      Terkadang seri begitu indah 
      Terkadang mendug menebal badai 
      Kadang rinai menguyur bak air bah 
      Kadang membara bak api kobar-membakar

      Bukankah tinggal bagaimana 
      kita menyikapinya supaya selaras
      Ah, bilakah bait aksara kutemui 
      Titik akhir penghujung cerita 
      Sungguh bukanlah tak mengait kata 
      Yang ada 
      Kita menjalani hidup nyata




(Yustinus Setyanta)

RASA SESUATU

     Aku berjalan, melangkah perlahan, bibirku tersenyum, ringannya hati ini. Ada rasalega karena kini hatiku ada yang memiliki, gambaran hidup kedepan seakan pasti. Mengingat dirinya, darahku berdesir hangat, ada aliran hangat yang nyaman merambat lubuk hatiku meluas ke sekujur tubuhku mengimbangi dinginnya tetes gerimis hujan. Rindu yang begitu hebat menguasai batinku membuatku lemas tak berdaya. Tak berdaya karena merindukan kekasihku yang jauh disana. Komunikasi hati yang akrab tiap hari membuatku semakin mendambakan dirinya, menginginkan dia ada di sisiku, terlebih saat kuberjalan melangkah sendirian dalam gerimis rinduku malam ini.

     Jalan setapak yang gelap beraspal memancarkan keindahan, warna hitam pekat berselimutkan basah air hujan membiaskan warna perak keemasan yang menakjubkan, pantulan dari lampu jalan. Kuberjalan menyusuri jalan setapak ini dalam sunyi meski malam telah larut. Jalan pun nampak lenggang, kuberjalan dengan santi menikmati setiap langkah kakiku. Gerimis air langit teras sejuk menyentuh wajahku, kunikmati setiap butir tetesannya seakan memberi kesegaran dengan perlahan nan pasti mengangkat pergi penatku seharian. Ah.......Betapa sejuknya, betapa damainya.....


(Di Tulis oleh : Katarina Airin T)

ILAT TANPO BALUNG


Senin, 14 September 2015

TAKLUKKANKU

Kilat menyambar membelah langit malam 
Guntur bersahutan mengamuk garang 
Dinginnya malam ini begitu mencekam 
Merasuk, menusuk sukma dan tulang

Aku di sini berselimut rindu 
Rinduku merasuki aliran darahku 
Menyesakkan dadaku 
Seolah akan berhenti nafasku

Kurindu kau, kubutuh kau 
Kubutuh pelukan hangatmu 
Hanyutkan gejolak hasrat jiwaku 
Taklukkanku guntur yang mengamuk dalam diriku

(Puisi ditulis oleh : Katarina Airin T )


Minggu, 13 September 2015

PENDIDIKAN MASYARAKAT NON SEKOLAH

Pada awal dekade 1970-an pendidikan dikejutkan oleh statemen Ivan Illich dengan gagasan deschooing society (masyarakat tanpa sekolah). Dengan nada pruvokatif Illich mengatakan bahwa jika tingkat kedewasaan masyarakat sudah berkembang secara wajar maka dengan sendirinya institusi-institusi pendidikan formal tidak akan lagi di perlukan.
Illich mengandaikan, pendidikan adalah kegiatan bertujuan untuk membebaskan manusia. Lebih jauh dengan bahasa lain, pendidikan bukanlah semata persoalan sekolah yang hanya mengeluarkan ijazah. Gagasan Illich mengingatkan kita pada gagasan sekolah pembebadan milik Paolo Freir. Di indonesia sesungguhnya hal serupa juga pernah disuarakan oleh YB Mangunwijaya dengan sekolah mangunannya di Yogyakarta.

Semua tokoh diatas pada dasarnya sepakat bahwa pendidikan bukanlah soal urusan legal-formal, kurikulim, tatap muka bahkan institusional saja. Namun, lebih dari itu pendidikan adalah 'taman' di mana peserta didik dididik dengan sepenuh hati tanpa ada rasa paksaan untuk memahami kehidupan. Ini sebagai bekal kelak ia hidup di masa yang tentu tak sama dengan keadaan saat ini. Freidrich Nietzsche penah berkata secara lugas : "education is what you learn form school, from home, and more importantly between school and home". Pendidikan bukanlah sebatas urusan sekolah, atau juga bukan selalu urusan rumah. Lebih dari itu pendidikan adalah urusan lokus 'antara' rumah dan sekolah.

Gagasan yang dikembangkan Nietzsche sesungguhnya sama parsis dengan yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara : bahwa pendidikan adalah taman. Pendidikan berfungsi untuk menemani tumbuh kembang seorang peserta didik atau siswa dengan penuh riang gembira tanpa tekanan dan paksaan.Gagasan ini juga bermakna, pendidikan sesungguhnya bisa mengakomodir siapa pun tanpa ada sekat-sekat sosial. Rumusan yang ditswarkan Ki Hadjar Dewantara ini sesungguhnya berguna bagi kita, khususnya dalam dunia pendidika, terutama pemerintah, untukmengambil langkah yang adil dalam memperlakukan seluruh elemen yang terlibat dalam pendidikan di Negara ini. Seharusnya, perlakukan pemerintah kepada lembaga pendidikan swasta dan negeri harusnya sama. Demikian juga dengan tenaga pendidiknya. Mereka harusnya diperlakukan sama oleh Negara.
- Pemahaman Dangkal

Lalu tatkala ada pertanyaan retoris apakah pendidikan adalah validasi secarik kertas 'mahal' yang kemudian disebut dengan ijazah? atau apakah pendidikan juga hanya fomulasi rumit yang bercermin dalam IPK mahasiswa? ataukah pendidikan adalah sederet gelar kesarjanaan dengan sekian varian yang kian hari rasanya tak mampu otak kita untuk sekedar mengingat bahkan menghafalkan kepanjangannya? Tentu jawabannya tak bisa normatif hitam di atas putih.

Pertanyaan di atas bagi sebagian kita malah bukanlah merupakan pertanyaan. Lebih dari itu ia merupakan gugatan filosofis terhadap dunia pendidikan kita. Betapa kita hanya selalu mengurusi sekolah tanpa pernah mau untuk hanya sekedar menegok 'pendidikan' dalam artian yang lebih luas yang ada di luar sekolah.
Padahal, jam sekolah adalah jam di mana seorang anak diajari seorang guru lebih tepatnya tutor, tentang berbagai macam teori. Belajar teori berarti memberi asupan ranah kognitif dengan tanpa sama sekali memedulikan aspek-aspek diluarnya, seperti ranah afektif maupun ranah psikomotorik.

- Manusia Teoretis

Imbasnya, karena kedua ranah itu tidak tersentuh maka produk yang dihasilkan yakni manusia-manusia luasan sekolah ini, meminjam istilah Debra Masek (2007), penuh teori tapi miskin aksi dan nurani. Hal inilah yang disadari atau tidak, turut andil bagian memupuk pertumbuhan kejahatan dan juga kriminalitas yang kerap kita jumpai. Jika di ibaratkan mesin penggilingan padi, maka penggilingan ini tak berhasil mengupas kulit padi tersebut. Kulit padi adalah karakter kotor yang harus dilepaskan sebelum padi itu menjadi beras untuk kemudian disuguhkan sebagai hidangan di meja makan. Begitu juga dengan siswa, dengan berbagai 'kenakalannya' semestinya sekolah bertugas untuk mengupas aneka keburukan karakter tersebut. Sehingga pendidikan yang menjadi taman bagi siapa saja tanpa ada sekat-sekat sosial yang menghalanginya. ***










(Yustinus Setyanta)

PUISI SEORANG TEMAN

Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan 
Aku bertanya dalam batin "Siapa pasangan hidupku?"
Wanita diciptakan oleh-Nya 
dari tulang rusuk pria sesungguhnya

Kembali batinku bertanya 
"Menjadi tulang rusuk siapa aku?" 
Ada banyak cerita cinta asmara indah kudengar 
Lagi-lagi pertanyaan itu muncul dalam batinku 
"Akankah semua itu menjadi nyata?"

Kekuatan cinta dan sayang membuat semua baik adanya 
Akankah aku merasakan 
Sekarang aku tahu jawabannya 
Sekarang aku tahu nyata 
Kaulah jawabannya dari semua pertanyaan batinku 
Bertemu denganmu 
Kutahu kau adalah pasanganku 
Denganmu kurasakan betapa baik dan nyata cinta itu




Puisi di kirim seorang teman dan ditulis oleh : Katarina Airin T)

.:: SAJAK LIMA RASA ::.

(1) 
Aku serius bacalah
Itu adalah pituah

Tanpa buku, kita cuma akan jadi hantu 
Itu sebabnya, di pepustakaan tak ada hantu 
Yang ada kutu Ialah di sebut kutu buku 
Hantu takut pada buku dan debu 
Mereka tahu; Kita dan buku terbuat dari debu 
Eh, sekurang-kurangnya kita dan buku tak suka debu

Buku itu jendela dunia 
    : Sebelum ada windows 
Buku itu gudangnya ilmu 
    : Sebelum ada google 
Buku itu, ya..... 
Menulis tentang kita

Saat membaca 
"Sajak Lima Rasa"

Bab satu tentang rasa sunyi 
Yang 'kan meleleh dari halaman-halaman buku 
Menagisi kurcaci dan putri salju 
Hingga sangkuriang dan dayang sumbi 
Tragedi mengasingkan buku 
Lebih sunyi dari puncak salju

Nyanyian terdengar di pucak-pucak gunung panganti sunyi itu 
Mereka merindu di hutan-hutan bambu 
Meniupi seruling sehingga merindu 
Mematuk burung sehingga berlagu

Bagi para kembara yang enggan 
Mereka melukis warna malam 
Hingga langit menutup tilam 
Dengan awan berarak pelan

"Tinggi mengeri 
Rendah mendesah"
Itu lagu menyayat tanah 
Terdengar sampai kelembah


(2) 
Kamu bilang neraka bocor 
Maka udara panas dan kotor 
Jutaan bayang tersungkur di bawah pohon 
Para pengendara mesin menghembuskan karbon

Matahari menggelinding di aspal dan beton 
Kilaunya berkaca di gedung-gedung 
Sengatnya mendarat di atap mobil 
Mencabik, menusuk kulit 

Oh, dimana kamu tukang solder ? 
Bebatuan berkilat di batang sungai 
Air mengalir keluh dan lemas 
Angin bertikai dengan daun 
Capung dan burung-burung 
Serasa hendak melepaskan sayap 
Semua ingin berendam 
Tetapi logam seperti bolhan 
Menyala disetiap lubang

Ah, kesejukan kini dalam kemasan 
Gunung dan mata air dibawa ke kota-kota 
Kenyamanan dikenai bandrol dan pejak kemewahan 
Rakyat hanya boleh menikmati keringat rasa penat mendera

Bocah-bocah tak berbusana 
Berkerumun didalam mall, tersenyum bahkan tertawa 
"Ngadem katanya"
Mereka lalu berlari 
Ke " terik matahari" 
Coba-coba pakai busana


(3) 
Senang melihatmu berkipas menanti hujan 
Melekat baju di tubuhmu dengan keringat bertetesan 
Bagai siluet di bawah pancuran 
Sexy bagai kartu undangan perkawinan

Pangilkan pawang 
atau lemparkan 
sate cabe dan bawang merah ke atas genteng 
Ah, kumandangkan doa saja

Tak dinyana berubah wajah 
Langit naik birahi 
Genteng segera basah air tumpah 
Meluncur disetiap lekukan dan pori 
Menguyur, menghanyutkan 
Sampah-sampah ke selokan

"Doamu manjur, cinta!" 
"Jadi, apa donk upahnya?"
Ikan ya, ikan bawel diasinkan
Ah,hujan memang indah
 Dengan banjir sebagai hadiah

Wah, banjir lagi 
Ya..ya..ya..banjir lagi 
Cuma bandang yang keluar batasan 
Karena sungai cemberut-kesempitan

Karena sampah ketinggalan truk 
Karena rumah-rumah mengerami 
penduduk 
Begitu deh

Segala yang kotor girang berenang 
Ikuti arus berjalan, mengambang, melayang terbang 
"Emang mau main layang-layang juga?" 
"So what? Sudah tradisi, mas bro!"


4) 
Oh sayangku, sudahlah 
Tak usah bersedih 
Semua yang hanyut tak akan kembali 
Malah harus kita syukuri

Mereka akan reuni di laut sana 
Lalu akan membahas duka-gembira kita 
Yah, tetang rasa apa saja 
atas semua yang dicinta 
atas semua yang dilupa

"Kamu ingat kado hari jadi kita?" 
"Barongsi imlek?" 
"Eh bukan! Komik donal bebek" 
"O, hanyut,itu hanyut?" 
"Bebek kok bisa hanyut?"

Sudahlah, sayangku 
Yang bersedih cuma dua:
Kalau sudah tak cinta 
Kalau sudah tak benci

Kalau sudah takdir, mau bilang apa? 
Kemaren tukang bakso cerita 
Di solo ada drakula naik kuda 
Hausnya tidak terkira 
Dia menggigit leher tumirah 
Disangkanya istri pak lurah

(pesona canda tawa dibalik layar media)


(5) 
Nah, begitu donk, tersenyum? 
Seperti kuntum melati menebar harum 
Oh.....nampak begitu anggun 
Tebarkanlah sebagian dari harta karun 
Yang tak lain adalah senyum 
Senyum untuk segala kaum 
Terlebih bagimu yang ngga' umum

Eeittttt.....gigimu besar dan bergingsul 
Lonjong kayak kapsul 
Tak usah buka mulut lebar 
Simbolis juga oke:
 Taruh tanganmu menutup bibir 
Ya...ya...sambil selfie juga oke!

Gampang kan beramal itu 
Kita gembira, bikin orang lain gembira 
Seperti obral di toko: buy one get one 
Tentu tak ada yang rugi

Tukang bakso aja bisa jadi artis 
Masak kamu tak bahagia 
Meski masih norak oke lah dia 
Jangan menilai orang dari sampul bukunya 
Tetapi tak banyak orang suka membaca buku 
Apa lagi gedgat kini telah mempengaruhi




(: Yustinus Setyanta)


Foto urkan Kota yang begitu padat



LEWAT BEGITU SAJA

Bunga Kantung Semar

     Kita tidak tahu, dan peduli sekuntum bunga dengan sangat perlahan mulai membuka satu per satu kelopaknya. Kita hanya tahu bunga itu kemarin kuncup dan sekarang kok mekar dengan penuh. Betapa banyak hal mengagumkan yang lewat begitu saja.........

Bunga Terompet







{Yustinus Setyanta}

SESUATU YANG BERGUNA NAN NYATA

     Telepon gengam atau ponsel kini tidak hanya digunakan untuk menelpon atau berkirim pesan teks. Seiring semakin canggihnya teknologi peosesor dan kebutuhan akan internet yang semakin tinggi, telepon telah menjelma menjadi sebuah perangkat yang dibutuhkan dalam keseharian.



    Gegap gempitanya dunia maya yang kian hari kian semarak, diikuti dengan mudahnya akses internet bagi siapa pun, sepertinya tidak melulu membawa kemaslahatan. Secara simultan, sama seperti saat hadirnya televisi pertama kali, budaya baru ini tidak hanya membawa dampak positif namun juga membawa dampak negatif.

    Internet atau dunia maya dan televisi telah menghabiskan seperempat bahkan lebih umur hidup kita. Dengan mengakses internet, berselancar ke media sosial atau jejaring sosial dan juga dengan melihat televisi kita seakan telah mengetahui keseluruhan kehidupan di dunia ini dan keadaan sebenarnya dunia yang ada lebih maha besar dari pada hanya sekedar dari tayangan televisi maupun di dunia maya.


    Meski pun sedikit berbeda antara dunia maya dengan televisi, dunia maya memang memberikan kesempatan membaca dan menulis, walaupun tak jarang kita jumpai pecakapan berbentuk tulisan (Membaca "celoteh, membaca "ucapan" menulis "celoteh" menulis "ucapan"). Dan juga memeriksa dengan loncat kesana-kemari.

     Demikian pula dengan mengubah chanel televisi dan memantau acara yang akan kita lihat atau tonton yang kadang berbenturan dengan acara keseharian maka tidak akan kita bisa menyerap dari kejadian di dunia ini.

     Yang diperlukan dalam hidup ini akhirnya adalah kita fokus pada sesuatu yang berguna pada kehidupan di dunia nyata kita.


(Yustinus Setyanta)

Jumat, 11 September 2015

HANYA SEBUAH

         Hanya sebuah ungkapan barangkali tak akan cukup mewakili luapan perasaan, sebagaimana doa kita yang kadang tak tak mampu mewadahi perasaan kita kepada-Nya. Tetapi perasaan yang meluap-luap mungkin juga dibungkus oleh sebuah ungkapan. Sebagaimana luapan kasih Bapa yang terbungkus dalam ungkapan perjalanan-Nya ke puncak Golgota.




















[Yustinus Setyanta]

Rabu, 09 September 2015

::. MELATI .::

Yang seputih awan sudah tiada. 
Gadis itu mencarinya, 
hingga berkas-berkas cahaya 
menghamburkan segala warna.

Yang seputih awan sudah lenyap.
Gadis itu mencarinya, 
hingga warna bunga-bunga
berubah gelap.

Yang seputih awan sudah.... 
Gadis itu tiba-tiba menjelma bunga 
seputih melati.



(Yustinus Setyanta)

Senin, 07 September 2015

CONTEMPLATIVUS SIMUL IN ACTIONE


RANGKAIAN KESEHARIAN

      Orang sering membedakan antara doa dan kerja, antara yang sakral dan profan. Namun dengan sedikit kreatifitas, kerja pun bisa di kemas sebagai doa, dan dirangkaian dalam hidup keseharian sehingga pantas untuk menjadi persembahan bagi-Nya.


foto di ambil 2014







{Yustinus Setyanta}

MELANGKAH DENGAN SEMANGAT NABI ELIA

"Bangkitlah Lanjutkan Langkahmu bagi Tuhan"1 Raja-raja 19:1-18



PENGHALANG ITU TERTENDANG LALU HILANG

"Musuh itu tidak jauh; ada dalam diri kita sendiri, suasana di sekitar kita, dalam keluaraga kita sendiri kadang menjadi ajang pertempuran itu, bahkan tidak jarang di dalam hati hati dan pemikiran pun pertempuran itu terjadi. Namun acapkali kita tak menyadari bahwa diri kita sudah ada dalam kuasa kegelapan."

Refleksi: 
Kucoba untuk memejamkan mata dan menutup mataku dengan kain. Kucoba menutup mataku dengan kaca mata hitam. Guna untuk merasakan kegelapan. Aku hanya bisa meraba-raba, aku hanya bisa mengandalkan ingatanku akan situasi di sekitarku untuk melangkah. Kucoba untuk menutup telinga, hingga tidak mendengar suara apapun. Lalu diam dalam keterasingan dan kesendirian. Kucoba untuk merasakan kegelapan dan kesepian.

Ketika kulepas penutup mataku dan kubuka mataku, ketika kulepas penutup telingaku, ternyata aku masih berada dalam kegelapan dan kesunyian. Aku melihat namun tak melihat, aku mendengar namun tak mendengar. Aku mulai cemas, khawatir. Aku mulai berteriak untuk menarik perhatian-Nya. Tak lama kemudian kurasakan

Dia datang mendekat dan menyentuh mata dan telingaku. Dalam sekejap aku bisa melihat dan bisa mendengar bukan hanya melihat dan mendengar lewat mata dan telinga yang selama ini kualami tetapi kepekaan telinga dan mata hatiku.

Ketika aku bertanya kenapa bisa demikian? Dengan lembut Dia menjawab, " Ada penggangu diri yang menutup mata dan telingamu, sehingga engkau hanya bisa melihat dirimu sendiri dan mendengar dirimu sendiri. Sekarang segala penghalang itu sudah Aku angkat darimu"
Tak ada yang bisa kukatakan selain menunduk dan bersyukur bahwa Dia demikian mengasihi diriku, aku pun berterima kasih kapada-Nya, karena Tuhan telah menendang segala penghalang. Penghalang untuk menuju pada terang-Nya.







(Yustinus Setyanta)

Minggu, 06 September 2015

EFATA

Ketika kubuka jendela kamar, serangkum udara segar masuk dan Dia berbisik, "Efata..."
Ketika kubuka mata, aku melihat keindahan, keagungan dan kemuliaan-Nya, Dia pun berbisik, "Efata..." Ketika kulangkahkan kakiku meninggalkan kegelapan dan dengan pasti melangkah menuju terang, Dia menyambut dengan bisikan, "Efata...."
Ketika telingaku tuli terhadap sabda-Nya dan lidahku kelu untuk mengungkapkan sabda-Nya, Dia berbisik "Efata..."
Ketika aku tidak hanya mempunyai kesalehan ritual kerohanian terlebih memiliki kesalehan sosial, Dia berbisik "Efata..."
Ketika satu persatu masalah terurai dan kekhawatiran serta kecemasan itu hilang, Dia pun tetap membisikkan kata, "Efata..."











(Yustinus Setyanta)

Sabtu, 05 September 2015

::. SAJAK HARI .::

; pagi, 
persetubuhan dua biji mahoni
secangkir bulan melaut dan menanti
kita seteru selah semeti

; siang, 
percintaan dua kembang selasih
sepiring kolam merajuk dan menatih
kita rajam gemintang kasih

; malam,
perkelahian langkah pedati
semangkuk danau merutuk dan mengunci
kita tabuh dendang abadi

Uaahhmmm.....
geliat hari



(Yustinus Setyanta)



Jumat, 04 September 2015

:. HASRAT KASIH .::

Jauh sudah kutempuh jalan ini 
Seribu satu rintangan menghantui 
Seribu satu misteri tentang cinta suci 
Dan biarlah hasrat kasih bersemi

Kasih..... 
yang selalu kudamba 
Kasih.....
yang kutebarkan pada sesama 

Ya, Tuhan.....
Aku siap sedia untuk apapun juga 
Asalkan aku tetap dalam kasih-Mu 
Dan jangan biarkan aku binasa 
Karena tak mempunyai kasih-Mu









(Yustinus Setyanta)

Rabu, 02 September 2015

HIDUP SEPERTI SUNGAI

Foto 2013, Lokasi kotoarjo, Purworejo
Hidup itu mengalir seperti sungai. Sungai yang mengalir dan membenamkan kaki hingga lutut. Arusnya mendorong, mencoba membuat goyah dan jatuh. Ketika jatuh, ia akan menyeret terus dan terus.  Sekiranya mampu bertahan dan masih tegak berdiri, suatu saat akandatang pula arus yang lebih deras lagi. Yang mencoba untuk membuat jatuh atau membenamkan lebih tinggi, hingga tak ada tumpuan untuk tetap bertahan lagi, atau ia akan menenggelamkan sama sekali hingga tak kelihatan. Pada saat itulah dorongannya yang tak lagi tertahankan, akan membawa dan menyeret terus mengikuti kemana arus akan pergi. Pada saat itulah ia akan menampakkan kuasanya, yang dengan mudah dan bebas menggiring ke arah mana ia mau.

Berenang? Ya...., berenanglah selagi mampu dan bisa. Berenanglah agar tak terbawa arus selagi masih gagah dan kuat. Berenanglah dengan seluruh kekuatan, dengan segala akal budi dan pikiransejauh manapun berusaha, sejauh itu pula ia akan menambah kekuatan arusnya hingga mampu menyeret dan membawa pergi, hingga mampu menguasai sepenuh-penuhnya. Berdirilah aku di tepian, memandang potret diri yang mengapung di arus zaman.

Hidup ini mengalir seperti sungai. Dengan air yang jernih menuruni lereng-lereng pegunungan dengan bebatuan yang di tumbuhi lelumutan. Membawa kehidupan bagi setiap harapan yang di tanaman oleh setiap insan. Tanaman yang ditanam oleh para petani. Harapan yang terus membesar karena desakan para tengkulak dan para pedagang kota yang menawarkan eksotisme baru. Para petani itu memaksa tanamannya untuk memberi lebih dan lebih. Memberi dengan lebih cepat, memberi dengan lebih banyak. Penggangu dan hama tanaman di basmi dengan pestisida, herbisida, fungisida. Pupuk-pupuk kimia buatan pabrik menggoreng setiap jengkal tanah sawah hingga matang serta dihidangkan pada tanaman bahkan tak sanggup lagi menyerap air yang digelontorkan. Air pun mengalir bersama herbisida, pestisida, fungisida dan pupuk kimia lainnya melewati got-got, parit-parit kecil untuk bergabung kembali menjadi sungai yang terus mengalir menuju desa jauh di bawah.

Foto 2013
Di sana air itu di gunakan untuk mencuci, mandi, mengguyur sapi dan kerbau bahkan untuk minum sehari. Air sungai yang di atas pegunungan memberi kehidupan, di bawah membawa kematian secara perlahan. Siapakah yang persalahkan? Tiada semua makhluk di bumi membutuhkan. Berhentikah aliran sungai itu di sana? Tidak! Air sungai terus melaju menuju kota, menyusup di parkabungan warga, di perkampungan padat di mana tanah tak lagi terlihat, yang nampak.

Hidup seperti sungai. Seperti sungai yang digambarkan oleh para pelukis tradisonal di Sukaraja. Indah di kanvas, damai tergambar, tenang terlukiskan. Air berwarna jernih memantulkan setiap bayangan yang kelihatan, ada pohon dan tanaman, serta sawah di kejauhan Ada gunung dan awan lembut yang padu dalam warna dan kesejukan. Ada yang dilukiskan dengan perahu nelayan yang menggambarkan harap, atau para pemancing yang berusaha mendapatkan ikan untuk lauk hari ini. Ada pula yang melukis dengan riak-riak kecil dan ikan-ikan berenang tampak dari atas permukaan. Di satu sudut ada tanaman air yang segar, di sudut lain ada teratai yang memamerkan kelopak putih, merah, hijau atau ungu yang anggun. Hidup mengalir tenang seperti sungai yang menggambatkan estetika alam, namun tidak semua.

Pasar Apung, Lok Baintan, Banjarmasin
2012
Ada keindahan lain yang tak tergambarkan, ketika sungai itu menyusuri setiap kelokan, membentur batuan dan terjun dari ketinggian. Ketika terlihat lumpur, pasir di tepi sungai dengan berjajar tanaman bakau. Ketika terlihat dalam pusaran untuk beberapa saat sampai akhirnya harus mengalir lagi menuju titik-titik pertemuan dengan sungai kecil lainnya. Menyatu menjadi lebih besar dan terus bertemu dengan yang lain sampai kesungai yang lebih besar nan luas. Ketenagan sejenak akan terasa sebelum akhirnya memasuki muara, tempat dimana air sungai kehilangan identitas diri sebagai air sungai. Dimana kenyataan akhir berbicara mengenai deru gelombang dan ombak yang tak henti-hentinya membentur pantai, dan karang. Terus pergi dan terus kembali, terus menggelombang nan pecah sebagai ombak yang melaju membentur nan membentur lagi. Hidup tidak lagi seperti sungai, pada akhir perjalanan yang bilamana dilukiskan dalam kata. 
"Aku berdiri, seperti potret diri dengan lebih jelas. Haruskah hidup ini kusesali, kutangisi, ataukah untuk kupahami?"








(Yustinus Setyanta)

::. CINTA SEDERHANA .::

Aku mau cinta yang sederhana 
Dimana tiap setuhan membawa getaran 
Hati yang kembara melabuhkan kehangatan

Aku mau cinta yang sederhana 
Dengan lembut membelai 
Membawa damai ke relung hati

Aku cinta yang sederhana 
Tanpa iri, nafsu maupun paksaan
Bagai hembusan angin membawa kesejukan

       Aku mau cinta yang sederhana 
       Bukan kata-kata hampa 
       Bukan pula tempat persingahan sementara 
       Dimana kau dirundung kekosongan

       Aku mau cinta yang sederhana 
       Apa adanya bukan mengada-ada 
       Bukan pula kepalsuan dan kebohongan 
       Yang akhirnya tak dipertangung jawabkan
Aku mau cinta yang sederhana 
Seperti cinta-Nya yang luar biasa 
Cinta dari-Nya yang memberi segalanya



{Yustinus Setyanta}

Selasa, 01 September 2015

ROSE OF WHITE








(Yustinus Setyanta)

::. HANYA PADA-MU .::

Ingin ku hantam rembulan
Tuk pecahkan kemarahan
Luapkan segala beban
Muak dengan keadaan 

 Aku mau berlari
 Buang segala emosi
 Bosan dengan persoalan ini 
 Menghimpit sesakkan rongga nurani

   Biarkan ku berteriak 
   Luapkan jemu yang memuncak
   Lepaskan jiwa bergejolak
   Sapu awan hati berarak

    Biarkan ku teteskan airmata 
    Tumpahkan segala derita 
    Menyapa relung jiwa 
    Lenyapkan gelisah yang ada

      Bosan sudah ku menanti 
      Sebuah pengertian hati 
      Sanubari berteriak menyerah 
      Hanya pada-Mu, Tuhan kuberserah 




(Yustinus Setyanta)