Rabu, 24 September 2014

CERPEN ANAK AYAM

"Anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberi-Nya menjadi tebusan bagi byak orang." (Mat 20,28).
    Udara di luar terasa menyengat, padahal waku baru menunjukkan pukul 09.00. Di saat kesendirian Tika asyik mengamati anak-anak didiknya, karena di sana sering ditemui berbagai ekspresi. Anak didiknya sedang mengerjakan tulisan apa saja yang menarik minatnya.

Tiba-tiba, pintu berderit. Sesosok wajah tampan muncul di ambang tintu. Ia datang terlambat lagi seperti biasanya. Agak ragu, ia mendekati mejaku. Entah kenapa Tika tidak dapat meninggikan suara untuk bertanya kepadanya. "Pagi, Bu! Maaf saya terlambat lagi!" Alvin mendatangi meja Tika meminta maaf dengan berbata. "Kenapa telambat lagi?" tanya Tika serta mengamati wajah Alvin, telihat tidak ingin mengatakan alasan keterlambatannya. "Ya, sudah duduk dan kerjakan tugasmu!". Tika bingung dengan dirinya sndiri, kenapa tidak bisa marah dengan siswa yang satu ini. Ada apa dengan ini. Ketika ia duduk di kursinya, tanpa berkedip Tika mengamati wajahnya. Terhitung waktu hampir 15 menit, terlihat kertasnya masih bersih belum ada sepotong kalimat pun yang tergores. Ketika Tika melewati mejanya, tanpa sadar membaca guratan di wajahnya. Kosong! Terlitas sebuah tanya, ada apa dengan yang satu ini? Ditepuk-tepuk pundaknya. Dipalingkan wajahnya ke arah Tika. Di matanya Alvin menemukan sebuah bndungan yang hampir jebol tanggulnya. Tika balik menatapnya. Ya, Tuhan! "Alvin, boleh kita bicara nanti? Temui ibu di ruang tamu?" kata Tika. "Apakah saya bersalah, Bu?" Alvin menjawab dengan tubuh gemetar. Alvin melihat wajah Tika dengan pandangan termangu. Ia tertegun sejenak. Matanya menerawang jauh masuk ke dalam dirinya. Tika tidak sanggup bebalas tatapan wajah Alvin. Ia begitu murung. Entah apa yang membuatnya murung.

Cakrawala kian tak bersahabat, ketika Alvin menemui Tika di ruangan tamu siang itu. Nampak wajahnya pun sata tidak bersahabtnya dengan udara di luar sana. Ia melangkah ragu. Tangannya meremas-remas ujung kemeja putih yang dikenakanya. Pergumulan di benak Tika kian seru, karanya melihat wajahnya yang ditekuk begitu pula dengan matanya yang kosong, seringkali dijumpai di kelas. Senyumnya yang mahal membuat Tika termangu resah. Perasaan sesak gelisah. Di benak bayangan kekosongan wajahnya menggelitik mengusik ketenangan Tika...... "Alvin, bolehkah kita berteman?" Tiba-tiba meluncur pertanyaan yang dianggap tidak masuk akal, karena Tika bingung ingin membukanya dari mana. Ditatapnya wajah tika, sementara mendung bertambah mengelanyut di matanya. "Kenapa kamu sering terlambat, dengan alasan yang tidak jelas?" Tanpa menjawab pertanyaan Tika tanggul air di matanya jebol, ambrol juga. Tika merasakan pergumulan di benaknya Alvin kian seru, maka pertanyaan beikuatnya tidak diajukan. Dibiarkan berdamai dulu dengan dirinya. Namun tiba-tiba, "Saya benci papa mama!" kalimat itu keluar dengan berbata-bata.

Tika nyaris mengeluarkan pertanyaan baru, tapi, "Kenapa aku dilahirkan, kalau pama mama tidak pernah menyapaku? Aku dibiarkan terlantar?" "Anak ayam saja sejak ditetaskan selalu dijaga dan ditemani induknya, kemana pun melangkah".

Realitas muram itulah yang kini terpampang terang benderang di hadapan Tika. Di biarkan Alvin menumpahkan segalanga. Dengan sekuat tenaga ia menceritakan kenapa sering datang terlambat. Alvin selalu menunggu papa mama pulang. "kenapa, Bu, papa mama tidak pernah punya waktu untukku? Sibuk dengan kesenaganya sendiri. Sejak kecil aku selalu ditemani Mbak Irma. Dialah yang menyiapkan segala keperluanku, terkadang rapot pun diambil olehnya. Perhatian kasih sayang banyak tercurah dari Mbak Irma". Sebuah suara keluar lagi dari mulut Alvin yang begitu kusut, "Mama tidak pernah tau menau diriku, apalagi melayani" "Alvin, bukankah manusia dilahirkan bukan untuk dilayani tetapi akan bahagia bila kita dapat melayami?". Tika memotong ceritanya ditengah isak yang tertahan. "Besok pagi, coba minta bantuan Mbak Irma menyiapkan sarapan untuk papa mama, bagaimana?" Lalu jawab Alvin dengan ketus, "Untuk apa, Bu? Bukankah itu teguran manis untuk mereka?" Tika menegarai keraguannya. "Tapi, Bu....." Tika melihat wajah Alvin dengan pandangan termangu, kemudia tertegun sejenak. Matanya menerawang jauh masuk lewat pikirannya.

Tika menangkup tangannya diatas kedua tangannya, "Bagaimana kalau kita berdoa." Tika tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Lamat-lamat terdengar doa yang begitu panjang. Dibiarkan Alvin bergumul dengan dirinya. Terlihat dipelupuk matanya, sungai itu telah mengering. Ia telah berdamai dengan dirinya. Doanya telah diakhiri dengan tanda salib.

Hari ini sang mentari bersinar kegirangan. Terlihat senyumanya sudah mucul di ujung bibir. Tiba-tiba, ia mencium telapak tangan Tika sebagai ucapan tdrima kasih. Tika merasa tidak memiliki apa-apa, selain dirinya yang dibawa kesana-kemari menuemukan awan-awan mendung di setiap pelupuk wajah manis anak-anak.

(Yesaya 40:31)
Ketika ia membalikan badan, bibirnya pun ikut tersenyum mengamati langkah sudah tidak ragu-ragu. Senja menjelang tiba bergegaslah untuk mandi, seusai mandi dipanjakan syukur kepada Tuhan. Alvin kini bukan anak ayam lagi, tetapi seekor elang, seekor rajawali yang terbang jauh. "Tuhan, kusyukur!" sura lirih dari mulut Tika, mengakhiri doanya.
Sekian.




{Yustinus Setyanta}

::.PERSAHABATAN.::

Berbagai bunga di taman..
Bercerita tentang kita..
Sebuah isyarat t'lah melukiskan...
Isayarat tentang kita...

Saat deras hujan bagikan airmata...
Berada dalam tangis dan tawa...
Kita..
Bersama dalam suka dan duka...

Walau jarak memisahkan
Walau sudah tak ada dalam kebersamaan
Namun persahabatan
Tetap menyimpan kenangan indah tak terlupakan

Namun apabila dalam perahabatan...
Saat perbedaan menjadikan keindahan...
Saat kehangatan selimut kebersamaan..
Saat cerahnya mentari bagaikan senyuman...


Dan saat itu...
Langitpun kembali cerah...
Hujanpun kembali reda...
Burung-burung berkicau merdu..
Melantunkan kerinduan...
Sambut esok dimana kita kan selalu bersama..
Mengisi hari-hari yang hampa...
Dengan canda, tawa kita..
Bersama...



(By : Yustinus Setyanta)



Selasa, 23 September 2014

::.PEMATANG.::

Saling menyapa merapat, gepas mendekap...
Di hamparan pematang kisah meluap...
Menjadi penanda sebuah rasa berulah...
Meningkah di sela kegundahan yang pongah...

Rumput meliuk centil berlenggang...
Terkecup angin, berputar pasrah...
Seri kegirangan bak penari bergoyang...
Elok, saling memangut menuju arah...

O, waktu yang terus melaju setubuhi ruangan...
Lepas segala rupa tak ingin berpura-pura...
Tegak pun mulai goyah ikuti kesiur angin...
Kemana alamat ketika tubuh beranjak jera...

Menari dan angin terus meminag...
Hijau rumput berangsut menguning...
Angin yang gagah terus bertiup kencang...
Menyapu debu pada tubuh pematang...


(Yustinus Setyanta)


RUMAH ASRI


Atasi Lahan Sempit dengan Tanaman Vertikal.

    Salah satu fungsi taman di rumah adalah mengurangi kepenatan. Melihat bunga mekar dan tanaman yang menghijau akan membuat mata dan pikiran mejadi rileks. Tapi, bagaimana jika hanya memiliki lahan yang sempit? Dengan semakin terbatasnya ketersediaan lahan, dibutuhkan inovasi untuk membuat taman, yang salah satunya adalah dalam bentuk taman vertikal.

    Biasanya taman vertikal diimplementasikan pada bidang di sisi kiri dan kanan yang membatasi dengan bangunan tetangga, serta dinding di sisi muka bangunan. Bahkan pada satu sisi, area taman juga diterapkan di lantai dasar menerus ke lantai kedua. Artinya, pada areal yang terbatas bahkan tanpa lahan pun, taman tetap dapat dibuat dan didesain secara vertikal, yang terlihat kesuburannya dan tidak kalah dengan taman biasa, yang ditata di area horizontal pada umumnya.


    Nah, untuk menyiasati agar semua tanaman dapat mendapatkan pencahayaan yang maksimal, maka pilih tanaman yang sesuai untuk taman dengan laham sempit. Untuk area yang hampir sepanjang hari berada areal gelap, dipilhh jenis tanaman dengan tenduh. Untuk area yang pada waktu-waktu tertentu mendapat cahaya matahari, bisa dipilih tanaman yang lebih bervariasi dengan tanaman yang daunnya bercorak dan berbunga sperti anggrek. Sedangkan area yang mendapat cahaya watahari penuh sepanjang hari akan lebih banyak jenis tanaman yang bercorak warna sebagai pilihan.

    Sistem media tanaman untuk proyek vertical bisa mengunakan kantung kain sintetis polipropiline yang dipasang pada struktur rangka baja. Sistem ini mudah diaplikasikan karena didesain customized dan disesuaikan dengan situasi lapangan.



     Lahan yang terbatas tidak menjadi penghalang untuk menghadirkan taman yang asri ke tengah-tengah rumah. Bisa menyiasatinya dengan menciptakan taman vertikal atau yang sering disebutvertical garden. Model taman vertikal ini sedang menjadi primadona masyarakat Indonesia khususnya di perkotaan. Desain taman hias vertikal ini bisa dibuat sederhana dengan menggunakan tanaman dalam pot yang disusun ke atas atau menggunakan tanaman rambat di bagian dinding rumah.


    Ada beberapa manfaat penggunaan model taman ini diantaranya lebih menghemat tempat dibandingkan dengan taman horizontal. Selain itu, taman vertikal di rumah dapat menahan panas dari luar, meredam kebisingan, meningkatkan persediaan okisigen, mengurangi tampias hujan serta dapat mempercantik tampilan rumah. Perawatan nya pun cukup mudah dengan menempatkan tanaman di daerah yang terkena paparan sinar matahari. Cara ini dilakukan agar taman vertikal di hunian

{Yustinus Setyanta}

.::PARUH CAHAYA WAKTU::.

Paruh usia waktu yang lewat...
Menjelma sayap-sayap cahaya...
Selembut dan selembab kabut..
Menelusup menerangi pekat..

Kerap kita bercengkrama di keteduhan..
Melamurkan gurat menepis keraguan..
Yang terbersit isyarat di tiap paras pucat..
Mengadu tersesat rambu arah alamat..

Kau lekaki yang berintimkan aksara-aksara..
Seraya menyedu kopi pekat memikat..
Denting beradu hasrat lantunkan tata bahasa..
Meneguk aroma kata-kata kau bagi tanpa sekat..

Di pematang yang tandus..
Kau tebar tubuh beranjak..
Bersama kita samai bukan diberangus..
Dari getir jemari yang meraut sajak-sajak..


(Yustinus Setyanta)
 

FARISI

Nama Farisi berasal dari kata "p'rushim" (ibrani) yang berdasar dari kata "perush" yang berarti "penjelasan". Jadi, kata Farisi "orang yang menjelaskan". Pada masa Yesus, orang farisi adalah salah satu dari tiga sekte utama yahudi, yang lain adalah saduki dan eseni. Dari ketiga sekte itu, orang-orang farisi paling terpisah dari pengaruh asing yang sedang menyerbu Yudaisme dan perilaku umum orang-orang yahudi di negeri itu.

Sekte farisi diduga berasal dari abad ke-3 SM, ketika orang-orang yahudi berada di bawah dominasi dan helenisasi yunani. Saat itu, ada kecenderungan kuat antara orang-orang yahudi untuk menerima kebudayaan yunani dengan adat-istiadat agama pangannya.

Munculnya orang-orang farisi adalah wujud reaksi dan protes terhadap kecenderungan tersebut di antara sesama dan kerabat mereka. Maka, tujuan orang-orang farisi sebenarnya positif, yaitu menjaga integritas nasional mereka dan mematuhi hukum Musa secara ketat. Namun, mereka kemudian berkembang menjadi kelompok orang merasa dirinya paling benar lalu terjerumuslah menjadi orang yang munafik.

Orang-orang farisi paling banyak dan berpengaruh dari antara sekte-sekte keagamaan pada zaman Yesus Kristus. Mereka terkenal sangat kukuh memelihara hukum dan tradisi. Meski tidak dimungkiri ada beberapa orang baik di antara mereka, tetapi sebagaian besar dikenal karena ketamakan dan kemunafikannya.

Mereka pun termasuk di antra orang-orang yang telah menghukum mati Yesus yang mereka anggap telah melanggar hukum Taurat, bekerja dan membuat mukjizat pada hari sabat, bersahabat dengan para pendosa, serta menghujat Allah dengan mengaku sebagai Putra Allah.

Umat kristen perdana pun kerap dianiaya oleh seorang farisi yang sangat taat kepada Hukum Taurat, namanya Saulus dari Tarsus. Tetapi, setelah mengalami perjumpaan dengan Yesus di jalan menuju damaskus (damasyik), saulus mengalami pertobatan dan menjadi rasul bagi bangsa-bangsa non-yahudi yang dikenal dengan nama Paulus. Bahkan, ketika dihadapkan pada Mahkamah Agam, ia berkata, "Hai, saudara-saudaraku, aku adalah orang farisi, keturunan orang farisi; aku dihadapkan ke Makamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati." (Kis 23:6)




(Yustinus Setyanta)

BBM

Amin.

BAMBU

   
          Tak hanya menarik ketika ditata untuk mengias taman atau membuat kerjinan dari bambu. Pohon berbatang ramping atau saya menyebutnya Kutilang : Kurus Tinggi Langsing. Bambu mengandung flosofi hidup yang berguna untuk manusia. Walaupun tak hanya pohon bambu saja yang mengandung filosofi, juga berguna bagi manusia. Kita dapat menjumpai pohon bambu dengan meriah di sekitar lingkungan. Penampakannya sangat khas, rimbun berumpun dengan batang yang panjang serta daun yang bentuknya mirip rumput. Bambu tergolong keluarga gramineae (latin) disebut juga dengan giant grass, berumpun dan terdiri atas sejumlah batang yang tumbuh secara bertahap. Mulai rebung, batang muda, hingga dewasa. Bentuk batang berbuku-buku atau beruas. Ia juga berdinding keras, dan tiap ruasnya ditumbuhi mata tunas atau cabang. Ada banyak macam jenis bambu yang dapat kita jumpai. Saat angin berembus, suara dari gesekan daun bambu memancarkan ciri tersendiri. Pohon yang dapat menyejukan taman ini juga menyimpan filosofi. Bambu, yang perubahan 'wujudnya' terbilang lambat, sebetulnya memiliki kekuatan pada akar. Satu hingga tiga tahun, pertumbuhan pohon ini dirasa lambat. Namun, sebetulnya selama kurun waktu tersebut, akar bambu sedang tumbuh dengan pesat sehingga memiliki kekuatan luar biasa. Pertumbuhan bambu baru terlihat secara signifikan setelah empat tahun, dengan akar-akarnya yang juga tumbuh subur. Pada tahun kelima, setelah pertumbuhan akarnya selesai, barulah batang bambu akan muncul.

              Tumbuh menjulang kelangit. Proses kehidupan pohon bambu mengandung arti filosofi, yakni betapa fondasi yang kuat sangat diperlukan. Menurut klasifikasinya, bambu tergolong tanaman rumput. Namun, bambu adalah rumput spektakuler. Tingginya bisa terentang dari 30 cm hingga 30 meter. Bambu sebuah tanaman rumput yang unik. Meski berlatar tanaman rumput, bambu menjadi beda lantaran karakternya. Kegunaan dan cara bambu mengeskpresikan diri, menjadikannya tanaman rumput yang beda. Dalam kehidupan pun latar belakang kita sebenarnya bukanlah penentu, melainkan bagaimana kita berupaya mengekspresikan potensi diri, tidak peduli latar belakang apa kita. Itulah yang akhirnya membuat kita menjadi pribadi luar biasa.
        Sebelum tumbuh akar bambu lebih menguatkan dirinya sendiri. Meskipun berakar serabut, pohon bambu tahan terhadap terpaan angin kencang, dengan kelenturanya ia mampu bergoyang bak seorang penari balet, pun dapat mengeluarkan desis suara mengikuti irama angin, bak penyanyi yang bernyanyi mengikuti nada, irama musik. Fleksikilitas itulah bambu. Memberi inspirasi sikap hidup yang berpijak pada keteguhan hati dalam menjalani hidup penuh cobaan dan tantangan, namun tidak kaku. Akar bambu memiliki struktur yang unik karena terkait secara horizontal dan vertikal. Bahwa kita berguna bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain, sehingga hidup ini bermakna dan bermanfaat dalam kehidupan kita.

Jadi jelas bahwa pohon bambu itu, dari akar sampai daunya mempunyai fungsinya masing-masing. Ini menggambarkan bahwa pohon bambu mempunyai manfaat yang luas bagi kehidupan. Demikian hal kita yang adalah manusia.



 Salam Semangat










 {Yustinus Setyanta}

KASIH-NYA TIADA HENTI

Kadang aku merasa bahwa Allah demikian jauh, demikian tidak peduli akan hidup ini. Ketika harus melihat sanak-saudara atau teman yang mengalami penderitaan, sakit dan tidak kunjung sembuh, hidupnya selalu ada dalam kekuramgan, atau harus mengalami cacat semenjak lahir.

Mungkin aku adalah satu dari orang-orang yang demikian mudah melihat bahwa Allah tidak adil. Jika DIA Maha Kasih, mengapa pula DIA membiarkan manusia hidup dalam penderitaan! Jika DIA Maha Sempurna, kenapa pula menciptakan ketidaksempurnaan pada manusia? Demikian mudah goyahnya kepercayaan akan diri-Nya.

Barangkali ada banyak orang di luar sana yang juga kadang berpikir seperti aku. Dalam situasi seperti itu, maka dengan mudah menyimpulkan bahwa ketika seseorang hidupnya selalu sehat, dalam kelimpahan harta, dan perpandang, mereka itu yang hidupnya sempurna maka mereka yang dikasihi Allah. Lalu akupun membayangkan jika hidupku ini sempurna. Jika aku berlimpah kekayaan, jika aku tidak pernah sakit dan mampu melakukan banyak hal, maka aku akan merasa betapa aku dikasihi oleh Allah.

Tetapi jika aku jatuh dalam penderitaan, jika tidak mampu berbuat apa-apa karena miskin harta, jika menjadi orang yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh orang lain, aku merasa jauh dari kasih Allah. Di dalam pandanganku, bukan aku yang berdiri di wilayah abu-abu, tetapi Allah. Sosok Allah seolah kutempatkan di tempat yang baik pun tidak, jahat juga tidak. Sempurna tidak, namun tidak sempurna pun juga tidak.

Semua itu ternyata terjadi hanya karena aku memandang bahwa hidup itu saat ini, dan hanya saat ini. Hidup itu hanya kenyataan yang terjadi di muka bumi ini, selebihnya selesai sudah. Sedikit demi sedikit DIA meyakinkan aku, bahwa hidup ini bukan hanya saat ini. Bahwa ada hidup yang tidak lagi pernah mengalami kematian. Ada hidup yang senantiasa berada dalam kesempurnaan dan kebahagiaan. Dan semua itu hanya disa didapat, hanya bisa ku alami jika aku mau belajar untuk menyadari kasih-Nya yang tiada henti. Setiap kejadian, keadaan yang sesulit apapum, yang sangat menyakitkan atau penuh dengan penderitaan, adalah sarana untuk belajar melihat dan mengalami kasih-Nya. Di dalam sebuah penderitaan, di sana ada kesempatan emas bagiku untuk belajar mendengarkan apa yang sebenarnya DIA kehendaki. Di dalam sebuah kebahagian, di sana ada kesempatan emas bagiku untuk berbicara dengan-Nya, mengungkapkan syukur atas kasih-Nya. Sungguh DIA tidak pernah berhenti mengasihi, baik dalam hidup yang penuh penderitaan maupun kebahagiaan.

{Yustinus Setyanta}

SALAM SENJA

Salam senja pada keemasan sinar surya yang iringi hati
akan gerakan langit yang membius awan....
Pada serenceng kabut yang berdendang
selalu pada segumpal embun yang menari riang.....


Salam senja pada keindahan gunung yang kokoh
akan tinggi yang menjulang di angkasa
pada sebait nyanyian burung yang indah
pada kaki kaki bukit yang berjajar damai
pada tetes tetes hujan yang basahi puncak





Salam senja pada keindahan laut yang menari senang
pada keindahan ombak yang meliuk mesra
pada keindahan karang yang bertafakur
pada pasir pasir pantai yang tersenyum malu
Salam senja pada keindahan gunung yang kokoh






Salam Senja di hiruk pikuknya jalan
para manusia bergegas
ada yang hendak pergi
ada yang hendak kembali
setelah mengarungi hari






Sungguh elok hamparan senja yang tersenyum
sungguh damai nyanyian senja yang menghibur hati
sungguh sejuk irama senja yang bentangkan rasa
sungguh nikmat senja yang membasuh hati



Salam senja di manapun berada
Salam senja ku haturkan untukmu sahabat









(Yustinus Setyanta)


Desain Rumah Mungi

Bagian 1










>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>



Bagian 2




>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

BAGIAN 3





oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo

Bagian 4


 












(By : ystinus Setyanta - jogja)












Minggu, 21 September 2014

::.NYANYIAN KICAU BURUNG.::


Kicau burung di pagi yang terang
Membuat jiwa kian lapang
Menghibur hati yang sedang bimbang
Menerjang bahaya yang slalu menghadang

Tubuh kurusnya berbaur dengan sapa sang mentari…
Begitu bergegas menyikapi hari demi hari…
Apa dicari?
Istana megah berlapis permadani?
ataukah kuda mewah sekelas merci?

O Tidak…!

Ia hanya mengejar sebutis nasi…
Hari hari yang terus saja berlari…
Dari pagi hingga kepenghujung hari…
Ketika senja ia ke sangkarnya kembali...

Ketika malam dengan setia coba memetik mimpi…
Ketika pagi iapun malangkah lagi…
Dengan segepok receh dan bunga hati…
Menapaki langkah 'tuk hidup berarti...




(Yustinus Setyanta)




Sabtu, 20 September 2014

Sore di perjalanan


.::PANORAMA KEHIDUPAN::.

Angin bertiup kearah sang penghidupan...
Membelai ranting serta dedaunan..
Menikmati panorama dipagi hari..
Merasakan sejuknya alam yang damai..

Para burun mulai keluar dari rumahnya..
Beterbangan mulai mencari apa yang hendak ia cari..
Awan hitam yang menyelimuti..
Kini berubah menjadi awan biru cerah ceria..

Langit yang anggun...
Sejuknya embun..
Lukisan-lukisan yang mengihasi langit pagi..
Menambah kedamaian hati...

Itulah TUHAN
Sang Pencipta abadi
Menciptakan segala rupa..
Nikmati dengan rasa syukur..
Hasil karya-Nya, tentang..
Indahnya panorama kehidupan..



{Yustinus Setyanta}


MENJADI UANGKAPAN KASIH-NYA

      Hukum yang utama dan pertama yang Dia ajarkan adalah kasih, aku tahu itu. Tetapi kasih tidaklah cukup untuk menjadi pengetahuan belaka, atau ilmu yang dipelajari dengan akal atau logika. Kasih harus memujud, karena kasih itu hanya akan menjadi kasih ketika ada ungkapannya. Jika Dia menghendaki aku hidup dalam kasih, maka sama artinya Dia menghendaki aku supaya menjadi ungkapan kasih. Agar seluruh hidupku, perbuatanku, sikap-sikapku senantiasa menjadi ungkapan kasih-Nya. Itulah standar yang menjadi ukuran kepercayaanku kepada-Nya.

      Persoalan yang selalu dan selalu terulang dalam diriku adalah, aku lebih mengungkapkan diriku, ke-aku-anku, harga diriku, kemampuan-kemampuanku, daripada mengungkapkan kasih-Nya. Sekalipun Dia sudah memberi petunjuk bagiku itu teramat sulit untuk kulakukan. Aku tumbuh sebagai sebuah pribadi yang demikian lekat dengan diriku sendiri, dengan kebutuhan akan perhatian, penghormatan, dan pengaguangan dari orang lain terhadap diriku. Maka hidupku lebih banyau kujalani seturut kehendak-ku dan bukan seturut kehendak-Nya.

     Percayakah aku? Ya.....di bibir aku mengaku percaya, tetapi ternyata aku kurang berani mempercayakan hidupku kepada-Nya. Aku lebih mempercayakan hidupku pada dunia, pada orang lain yang bisa memenuhi kebutuhanku, pada uang dan harta yang bisa menjamin hidupku.

     Ketika aku mulai menyadarinya, ternyata aku lebih terarah pada satu keyakinan bahwa hidup adalah saat ini sekarang ini. Maka meski mungkin terlambat, aku mencoba untuk mengalihkan arah dan memusatkan pandangan pada janji-Nya akan kehidupan kekal. Aku mulah belajar berlatih untuk menjadi ungkapan kasih-Nya. (Sebuah Refleksi dari Luk 7:31-35)



{Yustinus Setyanta}

DI BANGKITKAN KEMBALI

      Terlalu banyak hal yang kemudian menjadi biasa dalam hidupku. Bukan karena peristiwa-peristiwa itu yang berubah menjadi biasa, tetapi caraku memandang yang berubah. Aku mengalami pendangkalan penglihatan sehingga tidak mampu lagi melihat keluarbiasaan dalam segala sesuatu yang tampaknya biasa. Akibatanya aku akan kehilangan kebiasaan untuk memuliakan Allah. Segala kuanggap biasa, wajar, dan normal-normal saja sehingga tidak menusik ketakjuban dan tidak menumbuhkan keinginan untuk memuliakan Allah. Lebih jauh lagi aku semakin tidak bersyukur. Semakin jauh lagi, aku tidak melihat peran dan kehadiran-Nya dalam kehidupanku.

     Setiap nafas yang aku hirup dan kuhembuskan lagi, ah....itu biasa, sangat biasa. Semua orang juga demikian bahkan bnatang pun demikian. Apa yang menakjubkan dari setiap nafas yang keluar-masuk paru-paru lewat kedua lobang hidung? Begitu juga ketika bangung tidur. Segala yang kulihat, apa yang ada di seputar kamar, semua biasa saja. Dan aku biasa melihat, itu pun normal-normal saja, wajar dan sangat wajar. Sebagaian besar orang lain juga melihat bahkan bintang pun bisa melihat, apa yang menakjubkan dari biasa melihat? Segala sesuatu menjadi wajar, tidak menakjubkan tidak pula mengherankan.

      Wajar pula jika kemudian aku tidak pernah memuliakan-Nya dengan tulus, wajar juga jika aku mencari-cari peristiwa besar dan fenomenal untuk bisa memuliakan Allah. Wajar jika aku tidak pernah melihat DIA dalam kehidupanku, tidak menyadari bahwa DIA melawat kehidupanku. Aku seperti pemuda itu ( Luk : 11-17) yang diam di dalam keranda dan dibawa menuju ke pekuburan. Hanya karena kasih-Nya, karena hati-Nya yang kudus, aku dibangkitkan kembali.

(Refleksi Dari Luk : 11-17)










{Yustinus Setyanta}

.::KADO BALASAN::.

Hati-hati aku memilih kata
aku himpun dengan kata hati
Dari hati dan kata sederhana
agar menjadi kalimat yang berarti

Untukmu, para sahabatku
hanya kutebar pada beranda layar
Bukan undangan datang bertandang pesta
sekedar roncehan kuncup sajak terima kasihku
atas ucap pijar gemintang hari lahir

Sahabatku
tak bertatap bukan tak menahu
Maya ini, hanya ilusi mengenalmu
bila hati ikhlas, maka maya menjelma nyata

Terima kasih
ku tuai yang berarti dari segala perhatian
kita saling pinang laku dan kata

dalam genggaman wujudkan rasa
pada persaudaraan


(Yustinus Setyanta)


Sabtu, 13 September 2014

CERPEN BIDADARI EDAN

Sahabatku Si Samat digodam kesedihan. Lukisan terbaiknya digondol maling. Padahal karya itu akan dihadiahkan pada pencopet yang pernah nendang martabatnya. Pertama kenal melalui insiden tak terduga yang menimbulkan gelak tawa! Kala itu panas menyengat. Samat berjalan kaki. Kepala kenyut-kenyut. Sepeda motornya sudah disekolahkan di kantor pengadaian untuk bayar utang. Dompet di saku bajunya cuma berisi uang uang recehan. Cukup buat makan siang saja. Kegudahan terpancar di wajahnya yang kuyu. Karyanya mangkrak. Pasar seni macet. Para kolektor pada molor semua.

Perutnya keroncongan. Berjalan nunduk, konsentrasi buyar ke mana-mana. Mendadak tubuhnya terpental jatuh ke aspal, tubuhnya lunglai bagi daun rumput putri malu yang kesengol orang. Di tabrak sesosok tubuh, berjenis kelamin betina, woaa bermuka jorok tua bangka. Pakaiannya penuh tambalan aneka warna. Sekilas disimpulkan bahwa orang itu tidak genap otaknya. Sinting alias edan bin gila. Nenek yang juga terpental itu bangun lebih dulu. Bukannya menolong tapi malah mencengkram bahunya. Mengguncang-guncangkannya keras-keras.

"Dasar wong edan! Berjalan nggak lihat-lihat. Sinting! Teriaknya. Lalu diam. Ditatapnya wajah Si Samat lekat-lekat. Berseru kegirangan, "Wah kamu ganteng banget. Mirip pacarku dulu. Ku peluk kamu sekarang!". Samat gelagapan dalam dekapan. Sekuat tenaga membebaskan diri lalu ngacir kabur. Di warung dekat jembatan ia berhenti. Ingin makan dan minum. Dirogohnya sakunya. Kosong. Dompetnya lenyap. Ia yakin seratus persen, dompetnya dicopet.

Entah mengapa, nenek itu kerap mengembara di otaknya. Membayangkannya, ia jadi ingat pacarnya. Juga kurus seperti itu juga, tidak cantik seperti itu. Cuma, tidak edan seperti itu. Soalnya cewek, sejak akil baligh ia punya selera tertentu. Pantang pada yang berpotongan normal. Wajar kalau kali ini ia terobsesi habis-habisan. Di lacaknya jejak makhluk yang membuatnya tak bisa tidur itu.

Suatu pagi, matahari nogol di langit dengan wajah kecut. Dilihatnya nenek sinting itu menari di perempatan jalan. Mendadak berhenti saat metanya menatap lekaki muda berjalan menunduk di timur. Disongsong lalu ditabrak. Mereka terpental. Nenek itu bangkit duluan. Mendekati lekaki itu, mencengkram bahunya, mengguncang-guncanp, mendadak diam dan menatap lekat. Kejadian selanjutnya persis dengan yang dialami Si Samat dulu. Berikutnya nenek itu mengipasi wajahnya dengan sebuah dompet. Seratus persen Samat yakin, dompet tersebut milik lelaki tadi.

Berulangkali Samat menikmati nenek itu menjalankan modusnya yang aneh. Seperti sebuah hafalan. Tetapi dihiasi spontanitas tak terduga. Plastis dan intutif. Rasa penasaran mendorongnya ingin menggali karakter tokoh itu. Berminggu-minggu, matanya yang jalang mengamati gerak-geriknya. Tujuannya pasti. Untuk dijadikan model lukisannya.

Lukisan pertama dibuat. Begitu selesai langsung dibeli kolektor. Lukisan kedua begitu juga. Lukisan ketiga sampai ketujuh belas sama nasibnya. Tak menunggu hitungan hari sudah disikat peminat. Lukisan kedelapan belas sampai ketiga puluh lima lebih dahsyat lagi. Belum usai digarap sudah dibayar duluan. Berebutan lagi! Dalam waktu singkat Samat jadi raja uang. Hal ini sungguh misterius bin ajaib. Wah, pokoknya kejadian yang dialami Samat mirip banget dengan khayalan cerpenis yang malas berpikir. Yang imajinasinya dangkal. Asal produktif demi mengejar honor. Tidak logis. Anehnya amat menarik diikuti perkembangan ceritanya.

Suatu malam Samat tidur berbantal uang ratusan juta. Mata uang lembaran ratusan ribuan ditumpuk-tumpuk dan dikemas sedemikian rupa hingga bantal dan guling. Ia ingin menikmati kesuksesannya yang datang mendadak. Tidurnya betapa nyenyak. Hanya sedikit terganggu oleh mimpi pendek yang aneh. Dalam mimpinya ia bertabrakan dengan nenek gendut eksentrik, sinting bin edan alias gila. Urutan kejadiannya sama persis. Bahunya dicengkram, diguncang-guncang, dikejar-kejar sembari diteriaki, "Awas, kau!" cuma ending-nya beda dikit, dialah yang nyopet dompet nenek itu.

Bangun pagi ia berpikir keras. Betapa selama ini ia belum pernah berterima kasih pada nenek itu. Tak pernah memberikan apa pun meski sekadar sepotong roti ataupun sebungkus nasi kelinci. Kesadarannya ini membuatnya geram terhadap diri sendiri. Alangkah egoisnya makhluk bernama seniman yang tidak memiliki kepekaan terhadap keadilan hidup dan kehidupan.

Kanvas besar digelarnya. Ia pun bekerja siang-malam melukis figur nenek sinting itu. Menari di tengah taman bunga yang indah. Kupu-kupu aneka warna beterbangan mengitari tubuhnya. Mirip taburan merjan yang disebar oleh tangan malaikat dari langit yang penuh rahmat. Sesudah lukisannya rampung ia lega bukan main. Belum pernah ia membuat karya sebagus, seanggun dan sehebat itu. Ia tertekad akan menghadiahkan pada mata air yang menjadi sumber inspirasinya. Yaitu nenek sinting. Karya itu akan dijual semahal mungkin. Uangnya akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak keluarganya agar bisa digunakan untuk memberikan perawatan yang layak. Ia bertekad mencari sisik melik keluargamya di manpun berada.

Hati Samat terpaku saat mengetahui studionya dibobol maling. Karya terbaiknya hilang. Ketika aku datang, ia duduk terpekur. Wajahnya gelap. Matanya mencorong memancarkan kemarahan. Dua botol bir besar kosong tegeletak di atas meja.

"Ah, dari pada stres mending kita jalan cari angin segar," kataku. Ia tak merespons. Kupancing lagi, "Atau kita cari beadarimu di tempat biasa. Siapa tahu setelah melihatnya lagi kau bisa melukis lebih dahsyat. Apa lagi kau mau bermain tabrak-tabrakan dan kejar-kejaran kayak dulu. Inspirasimu pasti menggumpal." "Sudah puluhan kali aku ke sana. Tak sekali jua melihatnya," jawabnya malas. "Coba kita lacak di tempat lain. Siapa tahu pindah lokasi," aku pun ngeyel.

*****
Berboncengan sepeda motor kami kitari kota. Di setiap perempatan jalan raya mata kami pentalitan. Sungguh melelahkan pencarian yang menggelikan ini. Saat kami memutuskan untuk pulang tiba-tiba bidadari gendut itu muncul di ujung jalan. Ia menari dan tertawa ria. Kami mendekat, memarkir sepeda motor, mengamati segala peristiwa yang bakal terjadi. Belum habis sebatang rokok mendadak dikejutkan oleh raungan sepeda motor yang ngebut ugal-ugalan. Melaju ke arah bidadari kami yang asyik menari paipong. Kami menjerit tertahan. Tapi rupanya bidadari sigap menghadag. Yang terjadi malah di luar dugaan. Sewaktu melompat ke tepi jalan, ia nabrak pemuda ganteng yang berjalan menunduk. Keduanya terguling ke aspal.

Secepat kilat nenek itu bangun. Mencengkram bahu pemuda malang itu, mengguncang-guncang dan alur selanjutnya seperti bisa diduga. Perutku mengeras akibat terpingkal-pingkal melihat adegan kejar-kejaran yang heboh. Sambil rok warna-warni yang kembyar-kembyor ia berjingkat-jingkat mengejar di sertai lengkingan dramatis. Nenek itu menimang dompet hasil oleh kreativitasnya yang memukau. Mendadak ia disergap tiga orang polisi. Ia merota-ronta histeris. Tapi ketiga polisi itu makin kuat memegangi tubuhnya. Lalu datang mobil patroli polisi. Nenek itu dinaikkan ke mobil. Tangannya diborgol. "Kenapa nenek gila itu ditangkap Pak?" tanyaku pada salah satu polisi. Samat tampak emosional berdiri disampingku.

"Dia waras. Cuma berlagak gila. Itu modusnya untu mengelabui mangsanya. Dia itu ratu copet. Cukup lama kami menyelidiki jati dirinya," kata polisi berkumis menjelaskan. Sambungnya lagi, "Dia itu orang kaya raya. Di desanya sawah dan ladangnya berhektare-hektare. Rumahnya luas dan besuaaaaaarrr. Sapi dan kerbaunya berpuluh-puluh." Ujarnya. Ow...ow...owww....gitu tah Pak.



(Yustinus Setyanta)

PARFUM

       Farfum sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu - kata "parfum" berasal dari bahasa Latin per fume artinya "melalui asap". Salah satu kegunaan parfum tertua berupa bentuk pembakaran dupa dan herbal aromatik yang digunakan dalam pelayanan keagamaan, seringkali untuk aromatik gums, kemenyan dan mur, dikumpulkan dari pohon. Mesir adalah yang pertama memasukkan parfum ke budaya mereka diikuti oleh China kuno, Hindu, Israel, Arab, Yunani, Romawi. Penggunaan awal dari botol parfum adalah di Mesir sekitar 1000 SM. Mesir menemukan gelas dan botol parfum adalah salah satu penggunaan umum pertama untuk kaca.demikian sejarah singkat tentag parfum yang saya kutip dari berbagai sumber.

      Parfum atau minyak wangi adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma, fiksatif dan pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau ruangan. Jumlah dan tipe pelarut yang bercampur dengan minyak wangi menentukan apakah suatu parfum dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum, Eau de toilette, atau Eau de Cologne. Minyak parfum perlu diencerkan dengan pelarut karena minyak esensial/murni (baik yang alami ataupun sintetis) mengandung konsentrat tinggi dari komponen volatil yang mungkin akan mengakibatkan reaksi alergi dan kemungkinan cedera ketika digunakan langsung ke kulit atau pakaian. Pelarut juga menguapkan minyak esensial, membantu mereka menyebar ke udara.

Namun Sewangi-wanginya Parfum Masih Wangi Aroma Uang
hahahaha.....




















(Yustinus Setyanta)

HUKUM 'State of Mind' BAGI SASTRAWAN

"Orang pintar adalah orang yang mampu menyederhanakan hal rumit, bkukan merumitkan hal sederhana" (Plato)

   Bahwa kita berpikir karya sastra tidak bisa dipisahkan dari kekuatan imajinasi, tentu kita bersepakat. Yah, imjajinasi. Demikian dunia sastra menyebut 'analisis' dalam tulisan ilmiah (sebutlah artikel) dengan istilah imajinasi, sebagaimana misal bisa dinukil dari Jean-Paul Sartre. Sastra, pendek kata, di antaranya adalah buah imajinasi. Ini benar. Namun, buru-buru penting untuk segera ditegaskan bahwa kekuatan imajinasi seseorang (sastrawan) akan sangat dipengaruhi oleh kekuatan analisisnya. State of mind (rangka pikir, mindset) demikian istilah yang sangat mewakili konteks ini. Jika seseorang menulis, cerpen, misal, tidak dengan dilandaskan pada kekayaan state of mind yang luas, dapat dipastikan cerpennya akan dangkal, muter-muter pengulangan belaka, sehingga menjadi minim makna. Mengapa? Sebab ia bak menulis dari ruang kosong belaka atas nama imajinasi yang alakadarnya itu.

State of Mind? 

Karya fiksi haruslah memainkan peran bagi kehidupan pembacanya. Karya fiksi yang keren ialah karya yang berhasil menginternalisasi pembacanya, menpengaruhi pemikirannya dan kemudian dengan sendirinya beranjak ke perilaku nyatanya. Dan agar sebuah karya sastra bisa mencapai level ini, selain ia harus memikat hati pembacanya dengan struktur cerita/narasi yang kuat, ia perlu mengandung State of Mind yang keren. State of Mind adalah kerangka pikir yang logis sistematis dan filosofis, bercirikan argumentasi yang kuat berdasarkan analisa data. Ia berlandaskan kerangka teori, lalu melihat kenyataan. Telah menempuh proses pendalaman (kontemplasi, permenungan), sehingga detail kisi-kisinya terbangun dengan baik dan menghadirkan kesimpulan nilai yang bertenaga. Ide yang kelak dituliskan oleh seorang penulis/sastrawan yang memiliki state of mind yang baik, pastilah tidah lahir dari sesuatu yang instan, tanpa riset dan asal bercerita saja.

Apakah ini berarti bahwa sastrawan itu tak ada bedanya dengan ilmuwan yang menulis karya-karya ilmiah?

Iya, mau itu sastrawan, seniman, ilmuwan, atau pun penulis awam, semuanya sama-sama cendikiawan, si agent of social change. Akan betapa urgennya posisi mereka dalam dinamika peradaban. Dalam pengkat sebagai penulis, semuanya sama saja. Dan pangkat ini jelas mensyaratkan kekuatan State of Mind.
Mereka (Sastrawan, Ilmuwan) berada dalam hal teknis menulisnya belaka. Jika seorang cerpenis atau novelis menulis dengan struktur cerita maka ilmuwan fisika, umpamanya, ia menulis dengan struktur makalah/artikel. Di luar struktur teknis berlandaskan pada state of mind. Penulis yang tak menyadari prinsip ini hanya kan menjelma 'mesin' dan apalah yang menarik dari sebuah mesin kecuali kemampuan mekanis-produktifnya?




Gizi Buat Sastrawan.

Tanpan ampun, penulis haruslah selalu mengasup dirinya dengan gizi-gizi bacaan dan pergaulan yang luas. Kian luas tentu kian keren. Sejarah sastra indonesia telah menujukkan dengan gamblang bahwa semua sastrawan terkemuka kita adalah orang-orang yang memiliki state of mind yang luas.
Jika kita bicara, ngobrol atau dengarkan para sastrawan, semuanya rata-rata mempelihatkan kekuatan state of mind. Lalu menyimak juga dengan sebagaian penulis cerpen yang produktif sekalipun yang namanya malang-melintang di media sosial atau sosmed, jika muncul jurang kemampuan analisis antara mereka, maka itulah sebeneranya pangkal masalah yang membedakan kelompok pertama dan kedua itu. Umumnya, godaan genit yang paling sukses menjebak para penulis sastra kita ialah produktivitas tanpa diikuti seletivitas. Pokoknya asal nulis, nilis dan nulis. Pokoknya asal kirim, kirim dan kirim.

Tentu, juga sepakat tidak otomatis penulis produktif itu hanya akan menghasilkan karya picisan, sebagaiana penulis tidak produktif akan menelorkan karya emas. Tidak. Letaknya bukan pada pada seberapa banyak karyamu, tetapi lebih pada seberapa sadar penulis untuk menyertai energi menulisnya dengan asupan gizi-gizi bacan, sharing dan pembelajaran, sehinga karyanya dari waktu ke waktu senantiasa menghadirkan point of view yang unik, mulai dari kata-kata atau kosa katanya hingga maknanya.

Kita memiliki nama macam Tere Liye, misal, yang novelnya sangat banyak. Ia tergolong penulis produktif. Tetapi, setiap kita membaca vovel terbarunya, selalu ada'keunikan' di dalamnya, yang menunjukkan bahwa ia selalu berjuang untuk membesarkan diri dari pergaulan dan pengulangan ala mesin. Itulah kekuatan point of view-nya setiap kali menulis. Keberhasilan macam ini jelas berdiri di atas kaki state of mind yang terus di-up datae, diperluas.

Rasa telah cukup tahu, cukup piawai, cukup senior dan sejenisnya, merupakan virus-virus penanda kematian seorang penulis di pantas kompetisi yang keras ini. Saat seorang sastrawan membiarkan dirinya begitu, sejak saat itulah ia sesungguhnya telah membiarkan dirinya menjadi mesin, bkua lagi cedikiawan, apalagi agent of social change.

Tentu, akhirnya, berpulang kepada level kesadaran masing-masing penulis. Hukum 'State of Mind' akan senantiasa bekerja sedemikian kausalistiknya. Di titik manapun seoran sastrawan atau penulis berhenti mengasupi state of mind-nya, maka hanya di titik itu pulah ia akan tercatat. Tak lebih. Keep fighting! ~¿¤)



(Yustinus Setyanta)

.::SORE MERONA::.

Samar ku pandang wajah merona
Seindah warna mega merah jingga
Berbaur dalam cahaya cinta
Tak kuasa hati tuk terpesona

     Helaian rambut yang hitam pekat
     Seolah membuat hati terpikat
     Senyum manis yang engkau buat
     Membuat hati seakan terjerat

Mungkin ini hanya mimpi
Yang kan hilang ditelan pagi
Namun perlu engkau ketahui
Semua ku ucap dari dasar lubuk hati



(Yustinus Setyanta)



LEMBAR KEYAKINAN

      Di sela-sela daun Sono yang rimbun terbang, matahari kian meninggi namun panasnya tak mampu mengusir keteduhan di bawah pohon Sono tersebut. Seorang nenek duduk di bawah pohon, bersandarkan batang pohon yang besar. Perlahan tangannya diangkat dan membuat tanda salib, di dahi.....di dada...di bahu kiri lalu ke bahu kanan. Gerakan tangan itu demikian pelan, bergetar ketika ujung-ujung jarinya menyentuh titik-titik yang dituju. Bibirnya bergumam pelan, meski lirih namun tetap terdengar, "Aku, bukan apa-apa namun karena kasih Allah Bapa, aku dihdupkan-Nya. Aku bukan siapa-siapa namun karena kasih Putera aku Dia selamatkan, hidupku selalu dibimbing dan dituntun oleh Roh Kudus karena kasih-Nya. Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seturut perkataan-Mu........"

Nenek itu perlahan memejamkan kedua matanya. Kehampaan di pelupuk matanya perlahan tersibak, dia melihat sepasang kupu-kupu terbang mendekati dirinya, berputar di atas kepalanya lalu dengan lembut hinggap di pangkuannya. Bibir nenek itu masih mendaraskan doa Bapa Kami, kedua kupu itu menghentikan kepak kedua sayapnya seolah mereka menikmati lantunan suara yang keluar dari bibir yang penuh keriput itu. Lantunan doa itu membuai rasa kedua kupu-kupu, mereka pun hanyut keheningan yang terpancar dari getar-getar halus lantunan dog si nenek itu.

Tanpa membuka mata, nenek itu menghentikan doanya, kedua kupu-kupu perlahan mulai terbang seperti menari-nari di hadapannya. Keindahan gerak mereka membuat sang nenek tah tahan untuk ikut menari. Perlahan nenek itu berdiri, digerakannya dengan lembut kedua tangannya, dilangkahkannya dengan pelan satu-persatu kakinya. Angin pun bertiup pelan menyusup diantara ketiganya. Entah kenapa beberapa lama mereka menari dengan iringan kesiur angin, ketika matahari mulai beranjak kebarat barulah ketiganya berhenti menari. Salah satu kupu-kupu itu hinggap di telepak tangan nenek itu dan menyandarkan kedua sayapnya dengan manja pada kulit yang sudah dipenuhi keriput. Sementara kupu-kupu yang satu hinggap di ujung ranting Sono yang menjuntai ke bawah tepat di depan wajah sang nenek."Terima kasih nenek....terima kasih, engkau sudah bersedia menari bersama kami. Adakah engkau kini merasa lelah.......?"

Nenek itu tersenyum lembut mendengar sapaan kupu-kupu yang ada di telapak tangannya. "Benar, kupu-kupu yang manis. Aku sudah merasa lelah. Tulang-tulangku tidak seperti dahulu lagi ketika aku masih muda, tidak selentur ketika aku masih kanak-kanak dan remaja" "Aahh...andaikan ada makhluk tidak pernah menjadi tua, betapa bahagianya makhluk itu." Seru kupu-kupu yang hinggap di ujung ranting. Nenek itu tersenyum lembut menatap kupu-kupu yang berbicara, "Ada yang datang, ada yang pergi. Ada kedatangan ada kepulangan. Yang datang suatu saat akan pergi. Itulah hukum alam. Kitapun demikian sahabat keciku. Kita pernah datang sebagai bayi yang lemah dan akan pergi dalam keadaan selemah bayi." "Benar demikian, Nek? Apakah kamipun akan mengalami hal itu? Apakah kamipun suatu saat akan kembali menjadi ulat? Aahh......kapan itu akan terjadi?" Seru kupu-kupu di ujung ranting dengan nada gamang.

"Tidak sayang, kalian tidak akan menjadi ulat lagi. Proses yang kalian alami tidak akan berulang lagi, tetapi kekuatan kalian akan melemah seperti ketika pertama kali kalian menetas sebagai ulat. Suatu saat nanti, kalian tak akan mampu lagi menggerakkan sayap kalian. Suatu saat nanti kita semua harus pasrah bahwa kita harus pergi dari dunia fana ini." jawab nenek itu dengan pandangan menerawang jauh seolah ingin menembus saat yang telah menanti di depan.

"Lalu.....kemakah nanti kita akan pergi?" Tanya kupu-kupu di telapak tangan sembari menggerakkan sayapnya untuk terbang. "Kepada asal kita datang......" Sahut nenek itu perlahan. "Dimanakah itu, Nek? Ceritakanlah kepada kami ke mana kita mengenali tempat dari mana kita datang dan ke mana kita semua nanti akan pergi." "Mmmm...aku rasa, itu bukan perkara sebuah tempat sahabat-sahabat kecilku, karena sebuah tempat hanya akan menjadi wadah bagi wujud, tetapi dari mana hidup kita berasal dan kemana hidup kita akan menuju bukanlah perkara wujud jasmani.
"Lantas.......? Serempak kedua kupu-kupu itu bertanya penasaran. "Kebersamaan dengan Sang Sumber Hidup. Entah akan berada di mana kita tidak tahu. Tetapi hidup bersama dengan DIA, dimanapun juga kesanalah kita semua akan menuju."

Kedua kupu-kupu terdiam, nenek itupun diam, hanya semilir angin yang membawa desahan ringan menyusup di sela-sela keheningan yang sedang mereka geluti. "Mungkinkah suatu saat kita tidak bersama dengan DIA?" Tanya salah satu kupu-kupu itu datar. "Jangan takut, tak perlu kalian khawatir DIA Sang Sumber Hidup akan datang ke dalam kehidupan ini. DIA akan mengankat kehidupan ini, DIA akan menyelamaukan kehidupan ini karena kasihNya." sahut nenek itu lembut.

"Mungkinkah DIA akan menyelamtkan kami. Kami hanyalah seekor kupu-kupu yang tak berarti, tidak seperti engkau, Nek yang adalah manusia. Kami tidak seperti manusia yang ditakdirkan sebagai makhluk yang mulia." "DIA adalah kasih, jadilah diri kalian sebagai ungkapan kasih-Nya. Tarikanlah tarian kasih-Nya, maka DIA akan merengkuh kalian dengan penuh kasih."
(Oase)












{Yustinus Setyanta}