Rabu, 05 Februari 2014

AKU dan SUARA HATIKU

Malam semakin larut...
Dingin menyentuh kulit...
Dan aku disini masih terpekur di..
Sudut rasa...

¤ ¤ ¤ ¤ 
¤ ¤

Sunyi
Senyap
Hanya aku dan suara hatiku
Suara Tuhan.....
Yang membisikan firman-Nya
     lewat detak jantungku
    dan
    lewat simfony alam yang syahdu...

Aku adalah sosok pribadi
Yang terlahir dengan ketidak sempurnaan...
Namun ku mau karya Tuhan...
Terus bekerja dalam diriku...
    aku ingin menjadi bejana-Mu Tuhan
    layakkan aku Tuhan
    pimpinlah dan kuasilah aku Tuhan

Tuhan pakailah aku lewat sentuh-Mu dan bisik-Mu
Berilah dan limpahkan aku kepekaan
       dan kesadaran lewat suara hatiku
Engkau ketuk alam imanku

Tuhan jangan biarkan aku jatuh
        tinggalah dan jadikan hatiku 
        sebagai Mezbah-Mu

Amin

Shalom

-me-

2 mei 1999

Yustinus Setyanta




MANUSIA

Sesungguhnya siapakah kita ini? Jika kita jujur pada diri sendiri, dan mau merenungkan dengan dalam keberadaan kita saat ini, siapakah sebenarnya kita? Apakah kita ini manusia yang penuh daya, penuh kekuasaan? Penuh kemampuan dan kuat menghadapi apa saja? Ataukah kita hanya mahluk yang lemah dan tak berdaya menghadapi situasi dan kondisi kehidupan yang teramat keras ini? Ya, siapakah kita ini? Yang kadang dengan penuh kesombongan membanggakan kekayaan-kekuasaan-kekuatan kita dalam menghadapi kenyataan tetapi sering ceroboh menyamakan kebenaran yang kita pikirkan sebagai kebenaran utuh bagi semua mahluk hidup?

Entah mengapa, tetapi kadang-kadang aku berpikir bahwa kita sering merasa seperti dewa atau dewi yang berhak untuk memaksakan keinginan kita hanya agar kita dapat menikmati hidup. Hanya agar kita senang karena segala keinginan kita dapat terwujud. Padahal, siapa yang tahu hari esok yang akan kita hadapi kelak? Siapa yang bisa memastikan masa depan yang akan kita terima? Siapa? Tidakkah mendadak kita dapat hilang begitu saja dengan tanpa kita sangka-sangka. Dan tanpa kita rencanakan sama sekali? Tidakkah kita sungguh hanya debu yang sekali angin bertiup akan terbang melayang entah kemana seturut angin yang berhembus itu?

Kesadaran akan keberadaan kita selalu menyembunyikan satu kepastian yang berusaha atau mungkin memang sengaja kita lupakan. Ujung hidup. Mati. Kita tidaklah abadi. Kita tak pernah akan kekal. Sesekali mungkin kita menyadari hal itu. Sesekali kita mungkin tahu tentang itu. Tetapi kita lebih senang melupakannya dan hidup hanya untuk sekarang, hari ini, demi kesenangan dan agar segala hasrat dan ambisi kita dapat teraih. Tetapi siapakah kita? Mengapakah dalam kekuatan dan kekuasaan dan kekayaan kita selalu bertindak seakan-akan kita ini jauh dari segala kesia-siaan atas apa yang semua mampu kita miliki?

Mereka yang hidup dalam kesedihan akan berpikir seakan-akan kesedihannya merupakan inti kehidupan. Dan melupakan wajah-wajah lain yang berada bahkan tepat di depannya. Seakan-akan semuanya bersenag hati kecuali dirinya. Mereka yang hidup dalam kegembiraan akan berpikir sekan-akan semua orang pun bergembira dan tak seorang yang nampak susah. Wajah-wajah berseliweran di depannya. Datang dan pergi. Dikenal atau asing. Akrab atau hanya lewat saja. Tetapi wajah-wajah itu bukan dia. Bukan dirinya. Dan itu memang pasti. Tetapi siapakah kita? Apakah kita memang berbeda dengan yang lain?

Kita. Aku. Diri ini. Sesungguhnya adalah sebuah misteri terbesar yang enggan kita selami lebih dalam. Kita. Aku. Seakan-akan pusat kehidupan dan selain dari diri ini sering hanya berada dalam bayang-bayang keterasingan yang tak dikenal dan tak ingin dikenali. Tetapi entah apa mereka memang asing, atau justru diri ini yang terasing, kita sendiri adalah potret kehidupan di dunia yang tidak sempurna. Dan dalam ketidak-sempurnaan itu, kita selayaknya menyadari bahwa kita pun sama seperti dunia ini. Tak sempurna. Dan takkan pernah sempurna.

Maka, sekali lagi, siapakah kita ini? Suatu ketidak-pahaman? Suatu ambisi, hasrat dan keinginan belaka? Waktu berlalu. Dan suatu hari kelak, saatnya akan tiba dan tiba-tiba kita sadar betapa terbatasnya kita. Kita pun akan lewat. Lalu menghilang dalam kenangan. Menghilang lenyap bersama satu kepastian. Kita tak ada lagi disini. Kita tak akan ada lagi. Sirna dalam keabadian. Jadi siapakah kita ini?



Yustinus Setyanta

KABAR ANGIN

Di ruang dingin
Dinding menjelma kuping
Bersekutu dengan angin
Kabar angin pun berdenging

Kaburlah kabar angin
Yang dihembuskan
Mulut-mulut runcing
Orang-orang pun bergunjing
Ada resah
Ada amarah

Dasar kabar angin
Bawa penasaran
Tak jelas
Hanya sepintas
Tak penting
Bikin pening
Tak usah kau hiraukan
Hanya akan membawa prasangka yang bukan-bukan

Diruang dingin
Bersekutu dengan angin
Bila : kawan menikam teman
Matilah kemanusiaan

: dasar kabar angin!!!



Yustinus Setyanta

PRESTASI (Apa Itu Hebat?)

“Apa artinya hebat?” tanya seorang temanku yang cukup terkenal piawai dalam membantu kepanitiaan acara-acara besar. “Apa artinya berhasil?” tanyanya lagi. “Jika kita tahu bahwa sesungguhnya kita bisa berbuat lebih dan lebih lagi jika saja kita tidak terbentur pada masalah dana, pada sumber daya manusia dan sikap pimpinan yang hanya mementingkan tampil diri tanpa mau peduli dengan kondisi yang nyata. Apa artinya menjadi terkenal bila kita tahu bahwa ada banyak kelemahan yang kita miliki?”. Wajahnya muram. Dan nampak demikian tak berdaya dan putus asa.

Ku terhenyak. Dan memahami betapa sikapnya itu mengandung kebenaran. Pemikiran yang sering sama kualami juga. Dalam rapat-rapat perencanaan, betapa banyaknya keputusan yang dibuat oleh para pimpinan demi membuat sebuah acara yang memukau. Tetapi nyatanya, di lapangan, saat pelaksanaan, dimanakah mereka semua? Hanya beberapa orang yang mau dan rela untuk bertarung agar rencana-rencana itu dapat berjalan dengan baik. Dengan mengorbankan waktu, dana dan tenaga hingga tuntas. Tetapi saat acara puncak berlangsung, mereka yang bekerja secara tak terputus surut ke belakang karena yang tampil kemudian adalah para pimpinan yang dengan membanggakan diri mengatakan bahwa itu semua adalah hasil karya mereka. Tanpa rasa bersalah. Tanpa rasa sesal. Tetapi bukankah itu sudah jamak? Mereka adalah pimpinan dan yang lain hanya pekerja?

Maka barangkali soalnya bukan pada kenyataan di lapangan apakah sesuai hasil perencanaan, tetapi pada perbedaan antara ide dan kerja. Sebab dalam pengalaman, memang ada yang mampu memikirkan rencana yang bagus tetapi belum tentu dapat menjalankannya sendiri, dan ada pula yang piawai bekerja untuk menghasilkan sebuah karya yang bagus tetapi mungkin tidak mampu memikirkan dan merencanakan karya itu sendiri. Setiap orang pada akhirnya memiliki prestasi yang sesuai dengan talenta mereka masing-masing. Dan jelas kita tidak dapat menyalahkan mereka. Kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kemampuan yang memang berbeda maka tugas kita hanyalah melaksanakan apa yang kita mampu. Bukan saling menyalahkan. Bukan pula saling melempar tanggung-jawab.

“Apa artinya hebat? Apa artinya prestasi?” Semuanya tidak ada artinya selain dari hanya menjalankan apa yang dapat kita lakukan. Kita masing-masing. Sehingga secara bersama semuanya dapat berjalan dengan baik dan berhasil. Maka prestasi sesungguhnya tidak tergantung pada orang per orang melainkan hasil dari kerjasama yang baik sesuai dengan apa yang dapat dilakukan masing-masing kita yang terlibat. Sesuai dengan kemampuan diri. Sebab, bukankah walau tidak bisa memegang seperti tangan, tetapi kaki dapat berjalan yang tidak bisa dilakukan oleh tangan? Dan walau tak bisa mendengar, mata dapat melihat hal yang tak dapat dilakukan oleh telinga? Dengan demikian, seluruh tubuh bermanfaat sesuai dengan fungsinya masing-masing? Maka perlukah kita merasa kecewa atau sakit hati karena perbedaan-perbedaan itu?

Demikianlah, walaupun kadang kita merasa terganggu oleh sikap dan perbuatan dari mereka yang kita anggap mencuri prestasi kita, mungkin itu terjadi karena kita menganggap bahwa sebuah prestasi adalah milik kita sendiri. Milik orang per orang, bukannya hasil sebuah tim, sebuah kepanitiaan secara menyeluruh. Maka bila kita dapat memahami bahwa walau seakan-akan hanya orang-orang tertentu saja yang menikmati hasil karya keseluruhan, sebuah prestasi sesungguhnya adalah hasil karya semua yang terlibat maka kita pun dapat menerima bahwa mereka yang tampil di acara-acara hasil karya kita sesungguhnya mewakili kita semua. Bukan mewakili dirinya saja. Sebab memang harus ada yang tampil ke depan. Harus ada yang dapat menampakkan kebanggan tim. Jika tidak, apa gunanya prestasi itu?


Yustinus Setyanta

Selasa, 04 Februari 2014

BEJANA KEHIDUPAN

Adalah menakjubkan, hanya dengan 26 huruf, begitu banyak kata dan kalimat tersusun, begitu banyak buku tercipta, begitu banyak kata terpahami. Bahkan hanya dengan 7 not, begitu banyak lagu dapat dinyanyikan, begitu banyak musik mengalun indah serta dapat dinikmati, begitu banyak perasaan dapat diungkapkan. Dan jika menyenagi permainan sepakbola juga hanya dengan sebuah bola di antara 22 pemain, begitu banyak variasi permainan yang mampu membuat kita terpesona dan bersorak-sorai saat menonton pertandingan sepakbola tersebut, malah sanggup mengejutkan, melelahkan dan membuat terpana saat menyaksikan atau menjalani permainan tersebut. Dan itulah kehidupan. Kehidupan yang sesungguhnya berpusat pada satu pemikiran, satu perasaan dan satu kesadaran yang ternyata menciptakan demikian banyak atau bahkan demikian tak terbatas kemungkinan yang dapat diciptakan manusia yang rapuh ini.

Rapuh tetapi juga liat. Lemah tetapi juga kuat. Terbatas tetapi juga kekal. Menderita tetapi juga mampu berbahagia dengan caranya masing-masing. Dan, jika kita menyaksikan bejana kehidupan kita masing-masing, akan kita temukan sendiri, bagaimana seorang yang sedang menderita sakit ternyata memiliki kesadaran yang sangat sehat, sementara seorang lain yang secara fisik amat sehat, dapat menderita sakit yang demikian parah. Demikianlah semuanya tergantung dalam kesadaran masing-masing dalam menghadapi dan menerima hidupnya. Memang, hidup di dunia ini tidak sempurna. Tidak akan sempurna. Dan kita masing-masing menjalani ketidak-sempurnaan tersebut dengan cara sendiri-sendiri. Kita masing-masing, menjalani keterbatasan kita dengan cara yang tidak terbatas. Sebagaimana hanya dengan 26 huruf, hanya dengan 7 not, hanya dengan 1 (satu) bola, kita dapat melakukan beragam ide yang bisa demikian menakjubkan seluruh dunia.

Maka, memang segala keterbatasan dan kelemahan kita tidak perlu membuat kita merasa lemah dan tak berdaya. Bahkan sungguh, itulah sebuah anugerah yang luar biasa menakjubkan karena dengan segala keterbatasan dan kelemahan itu, kita mampu menjadikan hidup ini jauh lebih bermakna, indah dan mempesona. Itu jika kita mau atau  mampu menerima dan menghadapinya dengan sepenuh kesadaran. Sepenuh pemahaman. Tidak hanya tinggal berdiam diri menunggu, berkeluh kesah, atau menyesali kelemahan dan kesalahan kita. Sebab tidakkah kita semua ini memang hanya manusia yang lemah dan terbatas? tah.... Manusia yang rapuh dan dalam sekejap dapat berakhir begitu saja? Apakah yang kita tinggalkan selain kenangan? Bukankah segala kenangan itu hanya berjejak dalam semangat yang telah kita berikan? Semangat dalam menerima hidup. Semangat dalam menghadapi hidup. Semangat kita sungguh adalah hidup kita sendiri.

Demikianlah, 7 not ini : "do, re, mi, fa, sol, la, si" ternyata mampu menghasilkan demikian beragam nada dan irama yang menggugah perasaan saat dinyanyikan. Gembira. Sedih. Tawa. Tangis. Suasana hati yang mengalir dalam lagu-lagu indah demikian mempesona dan terkadang membuat kita merenung betapa kita ini hanya bejana yang rapuh. Rapuh tetapi mampu untuk tetap berguna. Sebagai tempat penyimpanan cinta kasih kepada dunia. Kepada sesama. Kepada siapa saja yang membutuhkan semangat untuk hidup. Kita, yang demikian terbatas, ternyata sungguh tak terbatas. Demikian tak berbatas. 



Yustinus Setyanta

Langit Berhias Rindu

Aku sentuh rasa lewat tarian pena...
Goresan tinta mewarnai cakrawala,
.........sketsa pagi nampak sendu nan syahdu,
Terlukis kuning, jingga keemasan, biru, hijau...

Aku berlalu dari ruang pucat yang bisu
Alunan melodi mengalun tak jemu
Berayun-ayun seirama pagi kelabu
Denting rintik menyertai tarian kupu-kupu
Sejenak aku terpaku,
...... LANGIT BERHIASKAN RINDU ......

Yustinus Setyanta
Jogja



                                                 Gambar Langit Berhias Warna Kelabu









Minggu, 02 Februari 2014

GUNUNG

Oh gunung ...
Betapa gagahnya dirimu  berdiri tegak....
Kau menambah keindahan alam
Kau selalu berdiri diatas daratan dengan indah
Membuat semua orang terkagum-kagum
Warna hijau mu sangat menyegarkan mata

Engkau berdiri sepanjang hari
Tanpa rasa takut yang menyelimuti
Bagaikan prajurit paling setia
Yang menjaga dengan rajin nya

Engkau menjulang tinggi
Mencapai langit tinggi dan biru
Menembus awan-awan lembut
Menjadi tempat wisata yang paling seru

Gunung....
Darimu itu sangatlah dingin
Sedingin es karena ditempat salju
Salju yang menyelimuti mu
Salju abadi maupun tak abadi
Gunung.....
Darimu penuh dengan warna hijau
Membuat mata menjadi sejuk
Menjadi pemandangan terindah
Dan tak tertandingi
Gunung...
Darimu berwarna putih
Putih diselimuti salju yang tebal
Memberikan tanda kesuciaan
Suci tanpa dosa

Terkadang engkau menunjukkan amarah mu
Amarah yang menggelegar
Tapi lebih seram dari petir
Membuat semua orang panik

Letusan yang kau berikan
Menimbulkan banyak efek
Yang baik maupun jelek
Menakuti umat manusia
Dengan lava merah yang kau keluarkan

Engkau sangatlah besar
Lebih besar dari gajah sekalipun
Dengan lava sebagai isi perutmu
Lava yang panas dan membakar

Letusan yang engkau buat sangatlah berbahaya
Bahkan dapat menghancurkan dirimu
Namun dirimu takkan pernah habis
Karena lava nya akan mencari tempat baru lagi


Yustinus Setyanta




Agrowisata Lereng Gunung Slamet Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah