Minggu, 27 Oktober 2013

TETES EMBUN

Kala malam hendak menyepi sorot angin sepoi melambai di antara kegersangan daun melepas lelah dalam bualan gairah embun malam pun mulai menetes di antara dingin sunyi dan gairah malam mengajakku untuk bercengkrama dengan huruf yang tak mampu kulepaskan untuk kurangkai mensadi sebait kata dan kalimat.

Di kesunyian malam aku mendengar bunyi jangkrik. Di kesunyian malam aku mendengar suara orang-orang ngobrol. Sayup-sayup. Bagai suara hembusan angin yang membelai rambutku. Siapakah aku? Dimanakah aku? Mengapa seakan-akan terasa mengambang? Apakah aku hidup dalam kabut semesta alam?

Detik-detik lewat. Pengalaman mengendap seperti embun yang mencair di atas daun. Hanya sesaat. Sesaat saja. tetapi pengalaman yang telah kita berikan kepada dunia sungguh tidak sesaat saja. Dia abadi. Sesaat kita ada, maka kita tak lagi bisa di hapuskan begitu saja. Bahkan dalam kesunyian pun kita tetap ada.

Maka sesaat sebelum ALLAH menciptakan langit dan bumi, hanya ada kegelapan dan kekosongan. "Jadilah terang? lalu terang itu terjadi. Maka terang pun akan mengusir kegelapan. Sebab tak ada yang mampu mengusair terang yang telah diberikan-Nya kepada dunia. Maka keberadan kita pun abadi dalam terang itu.

Air mengalir pada sungai yang berkelok-kelok. Menyeusuri bumi. Menuju ke laut lepas. Untuk kemudian terbang melayang ke angkasa luas. Tetapi dia tidak lenyap. Suatu saat, kala fajar menyingsing, dia akan hinggap pada dedaunan hijau yang segar. Untuk kemudian menetes ke bumi, menyusup dalam tanah yang gembur dan mengalir kembali ke sungai yang berkelok-kelok.

Berputar. Hidup berada dalam siklus yang telah diatur-Nya. Sebab rencana-Nya bukanlah rancangan kita. Dan kita tak dapat mengatur apa yang akan terjadi. Tetapi toh, pada akhirnya, kita akan menuju kepada-Nya. Maka keberadaan kita tak usah di sesali. Apa yang terjadi, biarlah terjadi. Apa yang kini kita alami, kita miliki dan kita jalani, biarlah perputar terus. Kamana pun kita terbatas untuk mengalami. Tetapi dengan menetahui bahwa DIA tetap mendampingi kita, apa pun juga dapat kita jejaki. Sebab kita bersama terang yang bercahaya menerangi jalan kita.

Di kesunyian malam ku dengar nyanyian tentang embun. Embun pagi yang tentu akan hinggap dimana saja fajar tiba. Lalu kenapa harus bersedih hati jika dia pasti tiba. Kita semua mengalami sejarah hidup ini. Tetapi DIA tahu. DIA tahu...

Tetes embun pagi, kesejukan yang di dapat dari bulir-bulir air di atas dedaun yang mengawali hari dengan nafas kehidupanya melalui suara riuh gemericik yang selalu mengajak pada rasa syukur setiap harinya ketika mata tak lagi terpejam lelap...
Setates embun pagi selalu ada untuk menyejukan udara pagi hari. dia muncul tetes demi tetes seiring semangat tiap ilalang meninggi di pengharapan murni...
Takkan ada selembar daun pun di semesta ini yang di tinggalkannya...
Dan karena itulah mengapa blog ini ada...

Gbu all




Yustinus Setyanta
Jogja

CERPEN - "LUKA"

(Bacalah dengan perlahan)    
   
     Aku terbaring di lapangan kota. Aku tengkurep di pasar kota. Aku tergeletak di lantai gereja. Aku terperosok di selokan jalan raya. Dan, kini aku tidur di pinggir tembok basilika. Tubuhku penuh luka. Kakiku luka. Tanganku luka. Badanku luka. Kepalaku luka. Mataku luka. Telingaku luka. Mulutku luka. Hidungku luka. Hatiku luka. Otakku luka. Perasaanku luka. Pikiranku luka. Jiwaku luka. Bahkan, namaku pun penuh luka. Siapa aku? Tak perlu kau tahu. Aku telah terluka. Aku menderita. Aku penuh luka.
      Orang-orang lewat di depan ku, tak ada yamg peduli padaku. Polisi kota mengusirku karena aku di angap perusuh, pambuat onar, pelangar kamtibmas, dan sampah masyarakat. Tak ada yang membelaku. Mereka takut berurusan dengan polisi bila membela aku. Aku tak bergerak. Seorang gadis datang padaku. Ia tak takut polisi rupanya. Dengan penuh perhatian ia memeriksa keadaanku tanpa menyentuhku. Mungkin ia enggan menyentuh luka-lukaku. "Ah, dia terluka" bisiknya lirih. Ia memandang langsung ke mataku yang luka. "Matamu juga luka. Bisakah melihat aku?" dia bertanya padaku. Aku tak bisa menjawab. Ia maklum. Lalu, diam dan memandangku. Lama sekali. Lalu, ia melihat sekeliling tak ada polisi, tak ada wartawan, tak ada dokter, tak ada pastor, tak ada suster, tak ada peziarah, dan tak ada orang lalu-lalang. Ia melihatku sekali lagi, lalu bertanya lirih seolah untuk dirinya sendiri, "Di manakah manusia sekarang?" Ia menoleh kebelakang. Matanya terumbuk pada salib besar di puncak basilika. Ia merenung sejenak, lalu beranjak pergi entah ke mana, dengan meninggalkan pertanyaan kedua buatku, Di manakah Tuhan sekarang?" kini aku sendiri. Hanya di temani sunyi. Ah, alangkah tragisnya. Aku coba bergerak, tapi badanku terasa lemas. Semua sakit. Tapi, aku harus berjalan lagi. Sebab tak ada yang bisa kulakukan selain jalan.
       Berjalan adalah aku. Aku datang entah dari mana. Aku sekarang entah di mana. Aku berjalan entah kemana,. Kubarjalan dari satu tempat ke lain tempat, meninggalkan jejek-jejek luka. Kuberjalan dari matahari terbit ke matahari terbenam. Kuberjalan dalam waktu, dari masa silam menuju ke masa depan. Ya, 'kan kubawa luka-luka ini ke masa depan. Mau tak mau. karena aku belum sembuh, dan tak 'kan sembuh, sedangkan waktu tak bisa ku hetikan. Biarlah, aku tak peduli, sebab manusia juga tak peduli padaku. Luka-luka ini akan di wariskan kepada anak cucu mereka. Mereka tidak tahu, ketika mereka menjauh dariku, virus luka ini telah menyerang mereka. Semua 'kan terluka seperti aku. Inilah generasi luka. Hadiah untuk masa depan yang kabur. Sebuah dunia penuh luka. Alangkah tragisnya. Tapi, itulah yang terjadi.
       Kuseret tubuhku kegerbang kota. Di situ aku tergeletak lagi, gerbang ini menyimpan sejarah luka. Tertulis dengan keringat dan darah manusia-manusia penyusun batu-batu raksasa ini menjadi gerbang megah. Ya, manusia-manusia terluka dengan tenaga kuda yang juga terluka. Ini sebuah kisah penuh luka demi sebuah kemegahan yang juga luka. Alhasilnya, sejarah kemegahan adalah sejarah luka-luka. Justru itulah yang dibuat oleh manusia. Bah, alangkah tragisnya!!. Kini aku mau disini menunggu mati. di saksikan oleh gerbang ini, agar namaku juga tercatat dalam lembaran sejarah luka yang di simpannya. Bagiku, kematian ini akan menyambuhkan luka-lukaku. Yaa...kematian adalah obat paling ultim bagi luka-luka kemanusiaan. Semuanya 'kan berakhir dengan kematian. Sudah Selesai dan tak ada lagi derita luka. Cuma ada cerita luka. Tersimpan dalam memori gerbang kota ini. Generasi berikutnya akan membacanya sambil menyebarkan luka-luka mereka. Apakah sejarah manusia melulu adalah sejarah luka-luka? Alangkah tragisnya.
       Aku jadi teringat akan si gadis yang menegokku tadi. Di mana ia sekarang? Aneh, tadi ia bertanya di mana manusia sekarang dan sekarang aku bertanya di mana ia sekarang. Ia mencari manusia dan aku mencari dia dalam kesekarangan yang mengalir dalam waktu. Dan kemencarian ini pun terluka. Ah........kuberharap bertemu lagi denganya dan akan aku katakan padanya bahwa manusia ada di gerbang kota, penuh luka-luka menganga, mananti mati, mewariskan luka. Jika ia sekarang mencari manusia, maka ia hanya akan menemukan jejak-jejak manusia yang lari bersembunyi di balik ketakutan "Zaman sekarang ini zaman katakutan. Dan, ketakutan paling parah adalah ketakutan terluka. Lalu, manusia menemukan cara untuk tidak terluka, yaitu membuat manusia lain terluka. Ya, menebar luka di zaman ketakutan ini adalah pilihan untuk melindungi diri dari ketakutan. Dengan itu manusia bersembunyi. Tapi, manusia yang bersembunyi adalah manusia yang juga terluka." Astagaaa! Alangkah tragisnya!!
       Entah berapa lama aku larut dalam perenunganku yang kacau balau sepeeti itu. Perenungan yang juga luka. Bah, semuanya luka. Tak ada lagi yang tersisa. Di mana dia si gadis itu? Ah.....,Kangenku padanya pun menjadi luka. Jam berapa sekarang? Kupandang matahari. Hmmm....telah lewat titik kulminasi dan sedang mengelincir ke barat. Kuberbaring sendiri di sini, Hanya sunyi menemaniku. Tapi.....apa itu? Kudengar derap langkah kaki ribuan orang. Tak lama kemudian penuh seseklah gerbang kota dengan manusia. Semua sama sepertia aku sama-sama terluka. Si gadis itu berdiri berdiri paling depan dengan sekujur tubuh penuh luka persis sama seperti aku. Juga polisi kota yang mengusirku berdiri di sampingnya dengan tubuh penuh luka. Perlaha gadis itu mendekati aku dan berkata lirih: "Kawan, telah kutemukan di mana manusia sekarang" Aku tersenyum den mengangguk lemah.
     
 "Tapi, di manakah Tuhan sekarang?" Aku diam, ia juga diam. Semua manusia luka di gerbang kota diam. Hanya sunyi. Tapi, pertanyaan gadis itu menggaung keras di seluruh batin yang terluka, menembus tembok gerbang kota, menggelinding ke seluruh penjuru dan meringkuk diam di ruang-ruang kepala, gereja, katedral, dan basilika yang sunyi senyap tanpa penghuni. Ruang-ruang yang juga luka. Dengan terhuyung-huyung aku berdiri, memandang langit, matahari kian miring ke barat. Sekarang pukul tiga petang. Kubuat tanda salib lalu tumbang menuju dunia orang mati. Si gadis dan semua manusia luka memandang adegan itu dan berkata lirih satu sama lain, "Dia telah mati!"
       Si gadis kini mengerti, di mana Tuhan sekarang, ia pun membuat tanda salib dan berbaring dengan senyuman di bibir. Hanya dua hal yang telah kuwariskan: Luka dan TANDA SALIB. Amin

Sekian.
Thanks




Oleh : Yustinus Setyanta  - Jogja

Sabtu, 26 Oktober 2013

LAWANGSIH - NANGGULAN KULON PROGO

Siang itu kira-kira pukul sembilan pagi tibalah kami di kemplek  peziarahan Goa Maria Lawangsih - Nanggulan, Kulonprogo. Yogyakarta. Goa Maria yang sangat indah karena terbuat secara alami dan terdapat ruang devosi Hati kudus Yesus di dalam goa . Dari puncak goa menetes air menambah keindahan goa ini. Sejuknya hawa pegunungan yang menentraman hati. Dan Kami berjalan perlahan menaiki tangga demi tangga seakan membayangkan perjalanan hidup ini. Terkadang kita mengalami jatuh bangun. Terkandang pada kondisi yang seakan-akan berat menjalani hidup ini. Tapi apa pun beban diri kita saat ini tak layaklah kita meneggelamkan diri terus menerus sebab memang sudah selayaknya dan sepantasnya kita alami semua ini dalam peziarahan kita dalam hidup di bumi ini. Suatu cobaan, suatu halangan hanya merupakan suatu saringan bagi kita agar tetap tabah.

Terik sang surya kurang lebih pukul sepuluh pagi waktu itu di pelataran Goa Maria lawangsih yang terletak di perbukitan Menoreh, perbukitan yang memanjang, membujur di perbatasan jawa tengah dan DIY (kabupaten purworwjo dan kulonprogo)  beberapa orang berdoa dengan dengan khusuk di pelataran goa Maria, tidak ada musik atau bunyi hingar bingar hanya keheningan yang berkuasa dan ketika kita berdoa. kita akan merasakan kehadirat Tuhan yang begitu erat, kasih-Nya kepada kita yang demikian besar, perasaan tentram dan aman dalam naungan tangan-Nya. Perasaan damai sejahtera yang membuat kita menitikan air mata, bukan, bukan kita tidak memiliki problem, masalah namun masalah itu tidak lagi menekan kita. Kita tahu bahwa Allah kita yang mahakuasa jauh lebih besar dari masalah kita, kita tahu bahwa rancangan Allah terhadap diri kita adalah rancangan damai sejahtera. Kita melakukan bagian kita dan selebihnya adalah urusan Tuhan.

Hening itu memang indah. Kita perlu lari sejenak dari kesibukan kita ketika kita berdoa kita bukan lagi doa berbagai permohonan, namun doa syukur kerena merasakan kehadirat-Nya yang kuat boleh mengalami bersekutu dengan Tuhan.

Tidak heran kalau Musa berani memimpin bangsa Iseral keluar dari mesir menuju kanaan 40 tahun ia sudah berada di padang penggembalaan yang hening (Keluaran). Dia menjadi akrab dengan Tuhan sehingga ketika Tuhan memanggil namanya, ia tahu bahwa itu adalah Tuhan yang memanggilnya, Musa mengenal suara Tuhan.

Kita bisa berdoa kapan saja. Kita bisa berdoa dimana saja. Tetapi berdoa di tempat hening tetap adalah hak istimewa yang Tuhan berikan pada kita. Perjalanan berjam-jam menuju tempat hening sepi dan dengan apa yang kita dapat setelah menghabiskan waktu berdoa di tempat hening sepi. maka kita akan kembali menjadi hidup kita dengan kesehatan jasmani dan rohani yang lebih baik, lebih kreatif, lebih berbelas kasih, lebih segar, dan lebih semangat untuk melayani Tuhan dan sesama. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku" (Mzm 6:2) Hening adalah indah dan berada dekat dengan Allah kita akan merasa tenang.



Yustinus Setyanta
Kulon Progo - Yogyakarta '12

Kamis, 24 Oktober 2013

RINTIK - RINTIK HUJAN

Ada rintik hujan
Membasahi bumi
Ada rintik hujan
Membasahi hati

        Ada kelopak bunga
        Berkembang membuka
        Ada kelopak jiwa
        Berkembang menggoda         

Dengarlah kata alam
Menyalam dunia
Dengarlah kata alam
Menyapa dunia        
         
        Tik...Tik...Tik...
        Suara hujan rintik - rintik
        Siapa tahu
        Kata hatimu

Kita berlari
Menuju damai
Kita berlari
Menuju arti

Aku tak tahu
Dimana engkau
Aku tak tahu
Kemana engkau

         Ada suara angin
         Melagu rindu
         Ada suara angin
         Melagu engkau

Diam disini
Kita bersua
Diam disini
Kita berada

Lihatlah rintik hujan
Dengarlah salam dunia
Masuk jiwaku pelan
Tetesan damainya        
        
       Hanya aku
       Hanya engkau
       Dalam hatiku
       Dalam hatimu
      
        : Damainya Hati




Yustinus Setyanta      -----------      Puisi
Jogja

DI SEPINYA MALAM

     Gerimis tba-tiba muncul dari celah langit dan malam kian larut akan tetapi kantuk belum juga tiba. Aku duduk di depan beranda rumah jalan lengang pohon kelengkeng berdiri sunyi tiada bunyi selain tetes gerimis dari atas atap yang seakan menggema di hatiku. Seekor kucing kecil kurus melintas tanpa menoleh kanan kiri. Dan angin pun lenyap membuat dedaunan pohon depanku jadi beku semuanya seakan-akan hampa. Saat-saat seperti ini pun mampu membuat jiwa merasa tenang dan damai asal kita mau menikmatinya. Jika kita mau merasakan bahwa kehidupan ini bagaimana pun adanya mutlak ada dalam perasaan kita sendiri. Tak seorang pun yang mampu memaksa kita untuk bersedih jika kita menolaknya sebaliknya tak seorang pun yang mampu membuat kita bahagia apa pun caranya, jika kita tak mengiginknnya. Tubuh kita hanya sekedar daging dan tulang yang tanpa arti jika kita tak memiliki perasaan. Maka di sepinya malam saat ini aku mencoba untuk menikmatinya. Betapa hening itu indah.

     Tak ada kesunyian yang abadi sama seperti tak ada keramain yang kekal. mereka yang mengharapkan kesunyian abadi hanya akan menemui kerinduan yang mendalam dan mereka yang mencintai keramaian kekal hanya akan menemui kesepian dalam kehidupanya. Sebab segala sesuatu ada waktunya ada  masanya tulisan Penghotbah "untuk segala sesuatu ada masanya untuk apa pun di bawah langit ada waktunya"

     Memang demikian hidup ini berjalan maka soal bagaimana menghadapi kesunyian diri atau bagaimana menerima keramaian dunia, melainkan menemukan keseimbangan dalam pengalaman tersebut. Sebuah lagu yang indah pasti mengundang saat-saat tertentu dimana musik berhenti agar kita bisa menikimati keindahan iramanya, meresapkan ke dalam jiwa nada yang telah lewat untuk dapat menagkap esensinya.

    Sesungguhnya memang setiap momen dapat kita nikmati dan setiap peristiwa mampu kita lalui bilamana kita tahu saat-saat untuk berhenti di sela karut marut hidup ini. Dan merenungkan serta belajar dari semua pengalaman yang terjadi. Semua peristiwa memiliki dua sisi sepahit, segetir apa pun, selalu akan mengandung sisi yang manis. Demikian pula dalam momen yang manis selalu menyimpan sisi pahitnya sendiri. Tak ada yang berdiri sendiri. Semua punya waktunya.

   Maka siapa pun yang mengiginkan kekalahan dunia yang fana ini akan kecewa. Mereka yang mengharapkan kesempurnaan akan gagal untuk hidup secara layak. Kelemahan kita justru merupakan suatu kekuatan kita. Ketidak-kekalan kita justru merupakan sebuah anugerah. Kita harus belajar menerimanya sebagai pengalaman dalam hidup yang berjalan. Hidup memang adalah suatu sarana pembelajaran.

    Jadi apa bila saat ini kita tertawa nikmatilah tanpa perlu meratapi tangis yang kelak akan terjadi. Dan apa bila kita menangis nikmatilah dengan kesadaran bahwa sesaat kemudian tawa kita dapat lepas. Bersama waktu, kita akan berjalan terus dan kita harus mengalami dan belajar dengannya sepanjang kehidupan kita. Sebab ada waktu untuk tawa, ada waktu untuk menagis, ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari.

   Demikian kita harus hidup tanpa sesal berkepanjangan. Keseunyian dan keramaian akan datang silih berganti. Tawa dan tangis akan saling berganti menjadi pengalaman yang berarti bagi kita. Hidup ini adalah memahami dan dalam pengalaman itu kita belajar untuk menerima. Menerima apapun juga yang terjadi sebab semua akan ada akhirnya. Semua akan ada masanya. Hiduplah dengan pengalaman itu. Apa adanya. Sebagaimana mestinya.



Yustinus Setyanta
Jogja"11




Selasa, 22 Oktober 2013

AKU DAN PRIBADIKU

Hari ini aku merenungkan kehidupan bahwa seharusnya, aku sebagai orang kristiani (katolik) hanya boleh menyerahkan diri di pengaruhi oleh firman Tuhan dan tidak oleh yang lain. Namun faktanya masih dapat di pengaruhi oleh beberapa hal lain seperti :

1. Keadaan
    - Saat sedih : aku menangis tersedu dan hanyut dalam kesedihan yang mendalam.
    - Saat Marah : aku marah dan tidak dapat mengendalikan diri
    - Saat kecewa : aku membiarkan diri di pengaruhi rasa bersalah
    - Saat-saat yang lainnya, aku di ombang-ambingkan oleh ketidak-pastian

2. Keputusan yang kurang tepat dan akibatnya membuat aku merasa malu terhadap diri sendiri dan tekadang kehilangan percaya diri

3. Tindakan yang keliru sering membuat putus asa dan menyerah

4. Ketidakdewasaan membuat aku merasa kecil terhadap orang lain

5. Dan banyak lagi

Namun hari ini aku mau tetap berharap kepada Tuhan karena aku tahu bahwa berbeda dengan semua perasaan hati tersebut di atas
"DIA tetap mengasihi aku dan mendukung aku menuju kedewasaan rohani di dalam DIA"



Yustinus Setyanta
Jogja - 2000

Senin, 21 Oktober 2013

ANDAI PUNYA SAYAP

Sesekali, kita mungkin pernah membayangkan betapa asyiknya jika kita memiliki sayap seperi burung-burung yang dengan lincah melayang mengarungi langit lepas. Sesekali, kita mungkin pernah membayangkan dapat melepaskan diri dari keadaan kita sekarang ini. Terbang melayang jauh menembus area yang asing dan tak kita kenali serta tak mengenali kita. Untuk menemukan suasana baru yang menurut kita akan menyegarkan kembali kehidupan yang terasa beku dan membosankan ini. Ya, sesekali kita merasa ingin lepas melayang, meninggalkan segala kondisi yang membuat kita tak mampu untuk berbuat sesuatu sama sekali, sering bukan karena kita tak mau, namun karena situasi yang tak memungkinkan kita untuk berbuat sesuatu apapun.

Namun, ternyata kita tak memiliki sayap. Kita sering bahkan tak dapat kemana-mana, karena kita tak memiliki keberanian serta kemampuan untuk bergerak sama sekali. Kita merasa lumpuh, tak berarti dan tak berguna. Jika saat demikian terjadi kepada kita, haruskah kita punya sayap untuk dapat terbang dan meninggalkan semua problema hidup yang sedang menerpa kita? Haruskah kita pergi dan menghindarkan diri dari kesulitan dan tantangan yang sedang mengepung kita? Ah, tetapi bukankah kita memang tidak memiliki sayap seperti burung-burung, tetapi kita memiliki kesempatan, semangat dan daya nalar untuk tetap memiliki harapan dalam menghadapi dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan kita?
Seandainya aku punya sayap, tetapi kita memang tidak memiliki sayap yang dapat membawa kita terbang meninggalkan dunia nyata kita saat ini. Namun, walau kita tak memiliki sayap, kita diberi daya perenungan yang bahkan dapat membawa kita terbang jauh lebih tinggi, jauh lebih luas dan tak terbatas daripada sayap yang dimiliki oleh burung-burung terkuat manapun juga di dunia ini. Dan inilah talenta kita. Mungkin, tidak setiap problema punya penyelesaian yang tepat. Pun tidak setiap pertanyaan punya jawaban yang pas. Tetapi pasti, kita tetap memiliki kemampuan untuk menerima segala kemungkinan itu dengan terbuka dan lapang dada. Dengan menyadari keterbatasan kita. Dengan mengetahui kelemahan kita. Sebagai manusia. Sebagai insan yang terbatas.
Maka kita tidak perlu memiliki sayap untuk dapat menentukan kebahagiaan kita. Kita tak perlu melarikan
diri untuk lepas dari tantangan, kesulitan dan kesedihan kita. Tidak. Kita hanya butuh kekuatan, semangat serta ketabahan dalam menerimanya. Kita hanya butuh kebijaksanaan dalam menerima kehidupan ini. Kita tak punya sayap yang jangkauan terbangnya terbatas. Kita punya daya renung yang demikian tak terbatasnya sehingga, jika kita mau, kita dapat memikirkan apa saja dan pergi kemana saja dalam menjalani hidup ini. Semuanya. Kita memang tak punya sayap untuk terbang, sebab kita sendiri mampu terbang kemana saja dengan daya pemikiran kita sendiri.


Yustinus Setyanta

Minggu, 20 Oktober 2013

ZIARAH (ZAREK)

        Beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti dalam sebuah rombongan ZAREK (Ziarah Sambail Rekreasi) ke Goa Maria Kerep Ambarawa. Persiapan untuk ziarah pun sudah sejak lama di bicarakan secara matang sampai dengan masalah konsumsi; Semua seakan dirasa sangat siap peziarahan pun di mulai. Di bus yang kami tumpangi pun masing-masing punya kegiatan sendiri-sendiri dan kami pun perbincang-bincang di dalam bus, ada yang mengatakan bahwa ziarah adalah perjalanan batin. Larut dalam obrolan tanpa terasa bus yang kami tumpangi sudah berada di depan terminal ambarawa, kami pun turun dan berjalan bersama-sama. Tapi satu hal yang sebenarnya ada dalam pikiran saya ( walau mungkin tidak salah dan dengan berbagai alasan serta pembenaran ) banyak dari para peziarah untuk sampai ke Goa Maria kerep ternyata banyak yang naik mobil angkut desa, dalam diri saya pun muncul sebuah pertanyaan "Apakah ini yang namanya ziarah...?" buat mereka yang sudah tua dan alasan sakit tentu saja tidak masalah tetapi kalau yang memotivasi tidak ingin ngrekoso (susah-susah) ya dimana letak peziarahan tersebut.

         Peziarahan adalah perjalanan hidup manusia di atas bumi untuk menuju kepada ALLAH meski dalam perjalanan itu mengalamai kecapaian, kesusahan, lelah, letih, membosankan dan derita dan barangkali juga di alami mereka yang udah sepuh (tua). Mereka megadakan perjalanan/peziarahan untuk menuju ke tempat yang mereka tuju agar semakin dekat dengan ALLAH dan berjalan kaki pada malam hari dengan membawa suluh bahkan tidak jarang mereka harus jatuh bangun terpeleset bahkan ada pula yang berpuasa. Namun sekali lagi tentunya kita tidak harus meniru mereka yang sampai mati raga dan tentunya dunianya berbeda antara dulu dan kini. Tapi yang terpenting adalah motivasi kita mengadakan peziarahan. Ziarah merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam praktek sebagian besar keagamaan di mana hampir setiap agama ada yang namanya "ziarah" bagi yang dari kalangan kristen katolik tentu ziarah di pahami sebagai perjalanan batin yang makin mengenal dan dekat kepeda ALLAH (Tokoh-tokoh kudus : Bunda Maria) mungkin dalam diri kita, keluarga atau lingkungan dan gereja merencanakan ziarah. Maka perlulah saat ini kita mulai berani mengatakan "TUHAN kami rindu pada-Mu" jangan sampai yang terjadi - ziarah hanyalah sebagai ampiran, sedangkan pokok adalah bersenag-senag - sehingga tujuan awal menjadi kabur Perlu di ingat bahwa ziarah sesungguhnya bukan sekedar kita berekreasi namun yang terpenting dan perlu di tekankan adalah rohani atau persiapan batin.

         Ziarah pun tak hanya sekedar doa dan permohonan, tetapi hati dan budi harus di sandarkan untuk menghayati "Magnificat Maria" yang meneladan kemiskinan dan kebesaran TUHAN dengan senantiasa bersyukur dan berteima kasih kepada-Nya. Sekali lagi persiapan yang terbaik sebelum berziarah adalah "bagaimana batin kita lebih bisa terbuka terhadap kehendak ALLAH seperti yang di hayati oleh Bunda Maria". Amin


Yustinus Setyanta
Ambarawa

Sabtu, 19 Oktober 2013

PAGI - PAGI BUTA

Langit masih sedikit gelap gulita
Hujan pun baru reda
Sejak seemalam berccucuran tak henti
Kabut masih menyelimuti pagi
Jalan masih nampak sepi
Ditikungan ini aku berdiri
Sejenak menikmati sejuk udara pagi
Seraya bersyukur kepada Allah yang mahatinggi
Atas nikmat sehat pagi
Sorot lampu di tepi jalan
Menerangi perjalanan
Aku berjalan joging menyusuri pagi hingga terbitnya matahari
Pepohohonan sepanjang jalan
Butiran hujan masih menempel di dedaunan
Bunga-bunga mempercantik pemandangan
Ada yang masih menguncup
Ada yang baru mekar
Ada pula kelopaknya berguguran
Kicauan burung menyapa
Menyanyikan lagu indah
Mereka beterbangan kesana kemari
Bertenger di ranting pepohonan
Begitu gembiranya mereka
Megagungkan Penciptanya
Orang-orang dengan wajah ceria
Menghirup segar udara pagi
Selalu tersenyum saat bertemu
: Damainya hati ini


: Yustinus Setyanta
: Wonogiri Awal september 2011

Jumat, 18 Oktober 2013

SETUHAN HATI (Berterima Kasih Kepada-Nya)

Dalam injil Lukas 17 : 11-19, bahwa dari sepuluh (10) orang yang disembuhkan kusta/lepranya oleh Yesus. ada satu (1) orang Samaria (bukan orang Yahudi). Kesepuluh orang itu memohon penyembuhan dan Yesus menyembuhkan mereka. Yesus juga menyembuhkan orang samaria itu dan "orang asing" inilah yang memuji dan berterima kasih kepada Allah. Sangat menarik apa yang diucapkan Yesus kepada orang samaria itu "imanmu telah menyelamatkan engkau".

Penyelamatan Melalui Iman
     Bagi orang yahudi, orang samaria adalah orang asing. Ia menerima keselamtannya karena imannya meskipun ia orang asing bahkan kena kusta dan menjadi orang yang tersingkir dari hubungan masyarakat. Orang inilah yang menerima berkat sepenuhnya dari karya pelayanan Yesus.
     Penyelamatan Yesus bersifat universal, diperuntukkan bagi semua orang. Orang samaria itu (yang bukan orang yahudi) justru menerima penyelamatan sejati. Hanya dialah yang tahu berterima kasih kepada Yesus. Ternyata orang-orang pertama, yaitu orang-orang Yahudi. yang menerima sabda Tuhan yang diwartakan Yesus tidak mau menerimanya. Pimpinan keagamaan dan pemerintahan bangsa Yesus sendiri juga tak mau meneriman-Nya.
Kerahiman Allah sungguh sukarela dan di limpahkan kepada semua orang, baik yang tahu maupun tidak tahu berterima kasih. Sembilan (9) orang dari penderita kusta yang di sembuhkan tidak kembali kepada Yesus sesudah disembuhkan. Tetapi meskipun demikian mereka itu disembuhkan, dan kerahiman Allah selalu tetap luhur dan agung, walaupun dibalas dengan sikap tak  tahu berterima kasih dan bersyukur kepada-Nya.

Selalu Belajar Berterima Kasih
    Rasa terima kasih sejati bukanlah sekedar ucapan belaka "Terima Kasih!". Rasa terima kasih sejati timbul sebagai ungkapan pengalaman dan tanggapan hati seseorang, yang peka menerima apa yang terjadi di dunia hidupnya, baik yang menyenangkan maupun yang yang tidak menyenangkan sebagai anugerah Tuhan.
     Rasa terima kasih kepada Tuhan itu dapat mengubah diri dan pandangannya terhadap segala sesuatu. Rasa terima kasih sejati ini harus merupakan ciri otentik orang kristiani. Sebab rasa terima kasih, seperti dimiliki Yesus sendiri dalam mengalami apapun dalam hidup-Nya, adalah suatu keutamaan yang sungguh berharga dan kita butuhkan!.  Keutamaan rasa terima kasih ini menolong dan mendorong kita untuk menyadari bahwa segala yang baik berasal dari Tuhan dan merupakan anugerah Tuhan.

Akhirnya kita harus terus menerus belajar berteima kasih dan bersyukur kepada Tuhan atas pengalaman hidup yang baik dan menyenangkan, juga sisi kehidupan lain yang berat dan penuh percobaan. Inilah rasa terima kasih kristiani (katolik) sejati.


: Yustinus Setyanta
: Jogja

Kamis, 17 Oktober 2013

WAKTU

Sering kita tidak menyadari betapa cepat waktu berjalan. Benih pohon yang dulu kita tanam mendadak sudah tumbuh menjadi pohon yang besar yang rimbun. Bayi yang dulu mungil dan ringkih mendadak telah menjadi anak yang lincah dan tak berhenti bergerak. Yah, sering kita tidak menyadari betapa cepatnya waktu berjalan. Walau sesekali kita pernah merasakan betapa lambatnya waktu saat kita menatikan atau sedang menunggu seseorang, itu hanyalah pengalan kecil dari perjalanan dari kehidupan kita hingga saat ini. Dan tiba-tiba kita pun menua. Menua. Kita dan waktu. Dua sejoli yang berjalan beriringan. Kita dan waktu. Menyatu dalam kesadaran kita. waktu ada karena kita ada. Tanpa kita, waktu pun lenyap. Sebagaimana lenyapnya kesadaran kita. Maka siapa saja yang ingin menguasai waktu haruslah menguasai kesadarannya sendiri. Dan setiap orang memilikai waktunya sendiri. Setiap orang memiliki kesadaran bahwa dia hidup dan hanya hidup dalam dan bersama waktunya sendiri. Den siapa pun yang berpikir bahwa dia kekurangan waktu mesti menyadari bahwa dia pun kekurangan kesadaran dalam mengalami dan menjalani hidupnya. Kita menjalani waktu sebagaimana kita menjalani perasaan dan pemikiran kita. Bersama waktu kita ada. Bersama waktu kita nyata.


Waktu Dan Kita. Dua sejoli yang berjalan beriringan Namun, Semakin kita mengejar waktu, semakin tak mampu pula kita menikmatinya. Semakin kita menikmatinya, semakin kehilangan pula kita. Jadi apakah makna waktu bagi kita? Mengapa sering kita merasa betapa kita terasing darinya. atau waktu yang telah menunggalkan kita? Ataukah kita yang meninggalkan sang waktu? Barangkali inilah ironi kehidupan kita.

Kian panjang kita jelajahi kehidupan ini, kian terasa pula betapa hidup kita hanya menggapai angin. Titik demi titik kita capai, Tetapi tak pernah kita merasakan cukup dan mencoba untuk berhenti sejenak memikirkan apa yang telah kita raih. Hidup berjalan dalam waktu yang teramat panjang dan seakan kekal. Padahal, kita sadar, atau terkadang tidak sadar, bahwa kelak, ada satu titik akhir dari perjalanan kita dalam waktu yang tak pernah usai. Sejarah telah melampaui abad demi abad, dan masih akan berjalan abad demi abad, tetapi kesadaran kita yang sederhana memusat pada waktu keberadaan kita saat ini. Hanya saat ini.

Dimanakah kita sekarang? Apa yang telah dan sedang kita lakukan kini? Akan menuju kemana kita esok? Apakah langkah-langkah kita telah berderap di jalan yang kita inginkan? Ataukah kita sedang merasakan perih, kecewa dan bahkan putus asa karena ternyata tak mampu meraih apa yang kita angankan? Bahwa hidup ini telah berlangsung dalam kecepatan yang tak mampu kita kuasi sepenuhnya. Dan segala impian-impian. harapan kita telah kandas dalam keping-keping kecil jauh di masa silam, sehingga tak mampu lagi kita tata menjadi bentuk yang untuh saat ini?

Kita hidup dengan kesadaran yang sering terasa asing. Waktu lewat melintas, dan kita berupaya menggapainya dengan sia-sia. Kita tak pernah memiliki sang waktu. Kita selalu di tinggalkan sang waktu. sadar atau tidak. Dan kita tersentak saat menyadari bahwa daya dan kemampuan hidup kita kian terbatas. sementara waktu tak pernah menunggu kita, kita seakan terpatok di sudut yang sama. terus menerus. Waktu berubah dan kita pun berubah mengikuti sang waktu. Bagai aliran air sungai yang mengalir menuju muaranya.

Terkadang langit mendung dan hujan turun. Terkadang langit cerah dan matahari bersinar terik. Dan alam berjalan dengan satu kepastian. mengalir bersama waktu. Datang dan pergi. Hadir dan musnah. Tumbuh dan gugur. Sama namun berubah setiap saat. Namun, dalam pikiran kita, dalam perasaan kita, semuanya sering tak pernah berubah. Kita merasa gagap dengan perubahan dan bahkan menentangnya, karena merasa bahwa itu tak sesuai dengan keinginan kita dan harapan kita. Padahal, apakah artinya keinginan dan harapan kita dalam perjalanan sang waktu yang tak terbatas ini?

Waktu tak pernak menunggu kiat. Kita harus mengalir bersamanya. Alam, walau dalam komposisi besarnya seakan tetap, tetapi dalam detailnya takkan pernah sama. Dan kita adalah detail-detail yang selalu berjalan semakin hari semakin menua, dan suatu saat kelak akan lenyap dan berganti. bagi kembang di taman yang tumbuh dan gugur. Kita adalah waktu saat ini. Kita adalah sekarang. Sebab itu, berjalan bersamanya. mengikuti sang waktu. Nikmatilah dia. Sesaat dan hanya sesaat, kita ada, lalu tiada. Maka  mengapa menyia-yiakan hidup ini dengan menunggu? kemungkinan selalu terbuka. setiap saat, setiap waktu.berubah. hidup kita di dunia ini tidaklah kekal.

Kita mungkin memiliki impian-impian. Kita mungkin memiliki harapan-harapan. tetapi dalam waktu, sipakah kita selain hanya sebintik noktah yang hanya lewat selintas lalu sirna begitu saja? Pada akhirnya, kita akan menua lalu lenyap menghilang. Pada akhirnya toh, segala kesadaran kita akan tenggelam dalam lintasan sejarah. Pada akhirnya kita tak memiliki apa-apa selain kenangan yang perlahan-lahan akan dilupakan dan di di abadikan. Pada akhirnya, kita semua usai.

Maka apa pun yang akan terjadi. Terjadilah. Terjadilah menurut kehendak-NYA. Kita takkan bisa untuk mengembalikan masa lalu. Kita takkan mungkin untuk membalikkan waktu yang telah lewat. Kita hanya ada saat ini. Sekarang. Dan toh, itu tetap berguna untuk di jalani. Tetap berguna untuk di nikmati. masa depan yang masih terasa asing, suram dan gelap, bagi kita, tidak berarti bahwa kita kehilangan kemungkinan-kemungkinan terbaiknya. Tidak. Waktu selalu mengandung kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga. selalu ada keajaiban yang menunggu kita. hanya kita perlu mencari. Hanya kita perlu mengadakan perubahan dan menjadikan apa yang telah lampau sebagai acuan untuk hari esok kita?.

Semakin kita mengejar waktu, semakin kita tak mampu pula menikmatinya. Semakin kita menikmatinya, semakin kehilangan pula kita. Memang demikianlah hidup. Kembang melati yang kemarin terlihat segar dan mengharumkan lingkungan sekitarnya. Hari ini mungkin telah gugur dan kehilangan keharumanya. Tapi sia-siakah hidupnya jika begitu? Tidak. Tentu tidak. Sebab, dia telah melakukan baktinya kepada alam. dan demikian pula kita. Apapun yang kita alami, apapun yang telah menerpa kita, apapun itu, kita hidup dalam waktu yang terus berubah. Maka kita mengharumkan dunia ini dengan keberadaan kita saat ini. Bersama waktu sekarang. Kini. Besok adalah hari lain pula. Yang penuh kemungkinan yang tak terduga. Dan kita mengubah kemungkinan itui menjadi yang terbaik bagi dunia. Yang terbaik bagi kita. Yang terbaik bagi Sang Pencipta. Sebab kita telah memberikan yang terbaik dari kita kepada-NYA.
Kepada-NYA....


Yustinus Setyanta
Jogja





Rabu, 16 Oktober 2013

TUJUAN KU MENULIS

Menjalankan rutinitas pekerjaan sehari-hari salah satunya adalah menulis di blog, atau mengirim artikel, cerpen di koran atau majalah. Dengan menulis bagi saya untuk mengxpresikan apa yang saya rasakan dan saya pikirkan. Jika melihat, mendengar, merasakan atau mengetahui, pengalaman hidup atau sesuatu yang menarik hati saya, saya selalu ingin membagikan karya kepada orang lain yah barangkali bermanfaat atau tertarik namun tidak kok untuk merubah dunia, atau merubah orang lain, jika memang mau berubah ya dari kita sendrilah yang harus berubah. Menulis adalah refresing jiwa.

Suatu ketika saat saya mau menulis di blog eh.....tiba-tiba jaringan putus hmmm....... terpaksa nie harus ke warnet. Di warnet terjebak hujan yang makin deras menguyur. Tiba-tiba kok ku rasakan sebuah kejenuhan sebuah pertanyaan melintas "Hidup mencari apa?" seperti apakah kehidupan terbaik yang pantas di raih seorang manusia? Apakah hanya untuk memenuhi kebutuhan materi dan terus terjebak di dalamnya? Apakah hanya mencari publisitas belaka? Apakah nilai tinggi lebih baik dari pada mencari yang rendah hati? Seberapa baik manusia yang paling baik di dunia? Yah memang begitu setiap renungan memang selalu menghadirkan sebuah pertanyaan, tapi ada pertanyaan yang terjawab, ada pertanyaan yang di biarkan lewat, ada pertanyaan yang tak perlu di jawab.

Saya kok merasa terjebak di sebuah persimpangan, walaupun yang ku yakini ini bukanlah pilihan yang salah. tetapi kanapa aku terkadang suka mengalami ke-resah-an.
Yah.....itulah karena setiap manusia selalu merasa lebih nyaman dengan angan-angan di banding kenyataan.

Ku cinta dunia tulis menulis sejak dula semasa SMA, tetapi ku rasakan dunia itu semata untuk tempatku berteduh ketika hujan turun. ketika hujan reda ku tinggalkan untuk waktu yang tidak dapat ku perkirakan. kok seolah-olah saya seperti selingkuh dari kekasihku hehehhe..... hal itulah yang ku alami saat ini. sibuk dengan kesukaan menulis tapi si dia terabaikan. Ingin setia menemainya untuk mendegarkan curhatnya, keluh kesahnya tapi kok kadang tidak bisa. Apa mungkin ini cuma sebuah keluhan cengeng dari seorang yang mengaku dirinya seorang penulis. Maka saya belum punya tujuan pasti untuk menulis saya takut hal ini yang membuat ku tak mampu untuk tetap setia menulis. Yah menulis bukan celotehan yang mengambil bentuk tulisan. Memang berbeda sih pola dan gaya bahasanya antara bentuk tulisan asli dengan celotehan yang berbentuk tulisan. Nah itulah saya belum punya tujuan pasti menulis karena tak selalu saya untuk punya waktu dalam menulis.


Yustinus Setyanta
Jogja

Selasa, 15 Oktober 2013

Puisi - MALAM SUNYI SENYAP

Kini langit telah gelap
Alam raya seretak lelap
Sorak sorai hilang lenyap
Sendu sedan tertelan senyap

Tiada kata
Tiada suara
Tiada langkah yang berderap
Malam sunyi senyap
Aku terjaga dari tidur lelap
Dan berdoa dengan iman yang mantap
Hanya kepeda Allah Bapa ku selalu berharap
Tubuh dan Darah Kristus telah ku santap
Pada diri ku Roh Kudus selalu hinggap
Menjauhkan ku dari pencobaan dan jalan yang gelap
Walau badai kehidupan menghadang tetap tegap

Amin




: Yustinus Setyanta
: Jogja

Puisi - MISA HARIAN PAGI (1)

Mereka berserah di pagi hari
Ketika mentari usai semedi
Orang-orang menemui Gusti
Bathin istirahat, pasrah hati

    Di pagi
        Sejuk
    Hati
        Khusuk

Berkah Dalem Gusti



Yustinus Setyanta
Gereja Paroki Keluarga Kudus
Banteng - Jogja

ELEGI DALAM HIDUP

Dalam kehidupan ini, ada banyak hal yang ingin kita katakan, namun tak terucapkan. Ada banyak hal yang ingin kita lakukan tetapi tak terlaksanakan. ada banyak, ya banyaklah......kemungkinan yang bisa terjadi yang sama sekali tak pernah kita duga. Kita sering larut dalam obrolan tetapi tak sekalipun saling memahami. kita mungkin hidup dalam kebersamaan tanpa sekali pun mengenal. Dan saat kita masing-masing sibuk hanya dengan diri kita sendiri, kesempatan lewat dan tak mungkin kita raih kembali.

Elegi. kata ini pertama kali saya dengar dari sebuah lagu lama milik ebit G ade yang berjudul elegi esok pagi, saat itu saya tertarik dengan kata "elegi" ini tanpa tahu apa artinya. Rasa penasaran membuat saya membuka kamus besar bahasa indonesia untuk mencari arti kata dari 'elegi' ternyata arti kata dari elegi itu adalah syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan duka cita (khususnya pada peristiwa kematian). setelah mengetahui arti kata tersebut, saya lebih menyukai kata ini, kenapa? jawabnya simple aja...karena nggak pasaran, di tengah kebanyakan orang lebih memilih  kata galau, walau berbeda makna sebenarnya, tetapi kata ini memiliki pergeseran hati. seketika saya berfikir bahwa hidup tak selamanya ber-elegi-ria.

Ya, barangkali kita pernah mengalami duka ketika orang yang kita sayangi tiada atau meninggal dunia, atau barangkali kita mengalami kesedihan mendalam yang lain, namun kita tak terus-terusan bersedih, tidakkah kita sadari bahwa detik-detik yang kita lewati dalam putus asa, membuat kita melupakan nyanyian burung dan keindahan bunga yang mekar mewangi. Butakah kita akan indahnya bulan dan bintang-bintang yang bersinar di langit malam. dan melihat betapa cahaya purnama menyinari kegelapan langit dengan segenap kecemerlangannya. Ingat bahwa hidup bisa berarti sebuah nyanyian pilu, yang kita bawakan dengan penuh parsaan sehingga menjadi semakin dalam.

Kita tahu bahwa waktu kita terbatas, kita sadar, bahwa ada banyak hal yang tak mungkin kita kuasai, kita pahami bahwa takkan mungkin mengubah semua hal menjadi sesuai dengan kinginan kita sendiri. tetapi haruskah kita mengeluh? haruskah kiat kecewa atau mersa sakit hati bukankah fajar tetap minyingsing dan senja hari akan segera tiba dengan segala kepermainannya? hidup mengalir dalam waktu. dan kita ikut mengalir bersamanya segala sesuatu yang ingin kita tolak, sesuatu yang tak kita kehendaki tetap akan terjadi tetapi kemudian akan segera lewat.

Ya, memang kita harus bangkit dan menikmati kehidupan ini dengan penuh syukur, dengan puas meneriam apa yang BAPA berikan kepada kita. Kita pun berupaya untuk mengisi kehidupan ini, kita berjuang untuk mencapai yang kita inginkan, tanpa kehilangan kesadaran pada kelemahan kita sendiri, Ya, kita hanyalah setitik debu di keluasan alam semesta ini. Kita hanya senoktah riwayat di panjang masa yang demikian tak terbatas. Tetapi sekarang, saat ini kita adalah pusat dari kehidupan dunia kita sendiri. kita memiliki pikiran dan perasaan yang nyata, ada dan pasti. sama seperti alam raya. Kita adalah secuil atom. tetapai karena kita ada maka keindahan bisa kita rasakan dengan seluruh indrawi kita.

Kita berpikir, kita merasakan, kita menikmati kita menerima segala kekhawatiran dan ketakutan kita.
Kita pun menikmati segala kebahagian dan kegembiraan kita. tak ada yang salah dengan hidup ini semua tergantung dari bagai mana kita hidup bagaimana kita menghadapinya dan menerima hidup kita, tak ada sesuatu yang sia-sia di muka bumi ini. tak ada sesuatu yang terjadi  tanpa ada gunanya, bahkan musibah dan dan ketidak beruntungan kita sekalipun. Kita coba belajar untuk menerima semua hal apa adanya. seperti burung-burung yang bernyanyi di kala duka. seperti bintang-bintang yang bersinar di malam kelam kita ada dan tak mungkin kita hapus lagi.

Dan saat kita berpikir bahwa hidup kita rumit menyadari bahewa sesungguhnya kerumitan itu hanya ada dalam pikiran kita saja. Hanya ada dalam apa yang kita coba raih namun sering tak terjangkau dalam apa yang kita inginkan namun tak terwujud. Kita hidup dalam kebersamaan dengan dunia dan itu menandakan keberadaan kita sendiri. Dan jika musibah terjadi, bahkan jika kita harus mengetahui keterbatasan waktu kita sendiri, tak tahukah kita bahwa memang kita semua memiliki keterbatasan yang sama. Lalu mengapa harus kahwatir berlebihan? Mengapa harus takut? hiduplah dengan senyum. Senyum tulus ikhlas maka segala sesuatu akan tersenyum bagi kita.


Yustinus Setyanta
Jogjakarta - 2007

Senin, 14 Oktober 2013

Puisi - ANTARA CINTA DAN CITA

Sekawanan embun berarak mesra
Riak berkinja mendendang manja
Senyum teratai di ujung desa
Mengunting utas rantai mutiara
Penuh hasrat merangkai jiwa

     Dalam hati terasa girang
     Di akhir malam terus mengambang
     Kadang terasa bimbang
     Dan jembatan terentang
     Cita bertujang
     Cinta berkembang

Resah mengintai s'lalu
Kadang bermain duka pilu
Tiada jawaban meraba kelu
Siang penuh sinar mentari
Dan malam dingin berdekap embun
Carilah naungan di pohon rimbun

       Benarkah cinta perosak jiwa
       Atau ia penambah cita

Sudah terbobol dua mutiara
Cinta dan Cita
Lebih berati pada segala
Karena keduanya sama mulia
Untuk manusia dan kedamaian kita



Yustinus Setyanta
Kalasan - Jogja

Thank God The Father

Syukur dan terima kasih ya Allah Bapa
Untuk hari yang berlalu
Untuk keindahan yang Engkau berikan
Untuk doa yang masih harus ku tunggu

Syukur dan terima kasih ya Allah Bapa
Untuk bayangan yang membuatku rindu
Untuk harapan yang membuatku bertahan
Untuk mimpi yang membuatku berusaha
Untuk berkat yang membuatku rela berbagi
Untuk apapun dalam hidupku

Syukur dan terima kasih ya Allah Bapa kami
Untuk setiap hal yang telah terjadi
Sedang terjadi
Dulu, sekarang, kini dan nanti
dan semua yang akan terjadi
Terima kasih karena BAPA peduli


Yustinus Setyanta
Jogja

Senin, 07 Oktober 2013

MEMANG LEBIH BERHARGA

TUHAN berbicara kepada saya lewat tanda beberapa hari yang lalu. Saya sedang mandi ketika selang air panas dari pencuran terlepas dan langsung menyirami tubuh saya. Air panas itu menggores luka pada kulit. Memang tidak besar, tetapi air itu sebenarnya cukup panas untuk bisa membuat luka yang lebih serius pada mata saya. segera saya bersujud syukur. Tuhan kembali saya alami secara nyata sebagai DIA yang menjaga saya.

Banyak hal baik yang telah kita andaikan begitu saja. seolah memang sudah seharusnya demikian. Jika tidak hati-hati, tanpa sadar kita bahkan bisa percaya diri, dan melupakan Tuhan. Lebih parah lagi, tidak sedikit pula yang bahkan percaya bahwa Tuhan selalu bisa disuap untuk memenuhi keinginan diri. Paulus mengigatkan agar kita tidak menggantunkan keselamatan pada apa yang bisa kita lakukan. Tanpa iman, tanpa hati yang sungguh disentuh oleh cinta Tuhan, tindakan kita tidak akan banyak artinya ( bdk Roma : 3:21-30 ).

Jika kita mau jujur dan mengakui, kita segera menyadari betapa rapuhnya kita. Orang farisi menjadi berbahaya karena kemampuan mereka memoles diri agar tampak kuat. Tanpa sadar mereka percaya bahwa mereka punya kendali penuh atas diri, hidup dan keselamatan mereka. Tuhan tidak membiarkan itu ( bdk Luk : 12:1-7 ).
Pada saatnya segalanya akan dibuka. Bagi yang percaya dan bertahan, ada perlindungan Tuhan. Sungguh kita berharga bagi-Nya. kita diajak untuk mengakui, "Engkaulah persembunyian bagiku" ( bdk Mzm 32; )


Renungan
Yustinus Setyanta



Sedikit Goresan

Iman merupakan kunci merasakan sentuhan kasih TUHAN.
Sentuhan kasih TUHAN dapat kita alami dalam berbagai pengalaman hidup.
Salah satunya lewat aktivitas sehari-hari.

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

          ROH KUDUS

Engkau bagai merpati yang tulus
'tuk menyatakan Cinta kasihMu
Engkau bagai angin yang berhembus
'tuk menyegarkan jiwa yang dahaga nan lesu

Engkau bagai api yang membakar
'tuk membakar semangat yang menyala
Engkau bagai palu yang memahat membentukku
Agar imanku indah dan mempesona

Engkau penolong sejati, yang selalu menyertai
Engkau penghibur yang setia, yang mengerti isi hati




Sabtu, 05 Oktober 2013

TERIMA KASIH

Ada relity show di televisi lokal yang cukup menarik. Acara tersebut menonjolkan sosok seorang ibu rumah tangga yang akan pergi ke sejumlah tempat dan berbalanja di toko-toko kecil. Tugasnya sederhana. Sementara ia berbelenja untuk aneka kebutuhan sehari-hari, ia hanya ingin mendengarkan apakah ada dari para penjual itu yang mengucapkan terima kasih tatkala ia memberikan uangnya.
Sesederhana itu. Bila ada penjual atau siapa pun yang mengucapkan terima kasih kepadanya, maka ibu ini akan memberikan uang senilai Rp 50.000,- Tetapi, apakah mudah mencari orang yang mau mengucapkan terima kasih atas urusan-urusan yang kelihatan sudah mekanika itu? Ternyata tidak.
Dalam satu tayangan yang sempat saya tonton itu, ternyata baru setelah ke-10, terucap kata terima kasih dari sang penjual. Karuan, ia pun mendapatkan uang kaget, sementara ibu sudah pergi menjauh.

"Terima Kasih" memang kata sederhana, tetapi tak sederhana dan tak mudah orang mengucapkannya. Banyak dari kita, dalam interaksi dengan orang lain, mingkin merasa semuanya sudah merupakan bagian dari interaksi; ada uang, ada yang kita mau. Begitu yang kita mau di dapat, ya sudah, habis perkara. Terima Kasih? Bukankah orang tadi sudah kita beri uang, dan harusnya dia yang berterima kasih. Mungkin begitu kita sering berpikir.

Seharusnya, memang dalam banyak perkara kita berteima kasih. Kita berterima kasih sempat hidup di dunia ini, dengan segala kesenagan dan tantanggannya. Kita perlu berterima kasih untuk orang-orang terdekat. Bukankah ada peribahasa yang menyebutkan " there always laughter after pain, there's always rainbow after rain"? Sepotong kata "terima kasih" kerapkali memberikan makna yang sangat dalam. Misalnya seorang atasan berterima kasih kepada pegawai rendahan, kata ini akan terus melekat. Seorang junior akan terus mengigat hal-hal apa yang telah di lakukan sang senior. Buat sang senior tak ada yang istimewa, tetapi untuk sang junior, perhatian kecil yang diberikan padanya telah memberikan amunisi hidup yang luar biasa untuk terus maju.

Terima Kasih mencerminkan "KASIH", ungkapan tulus yang dalam. Berterima kasih harusnya tak sekedar basa-basi, karena mencerminkan bahwa kita sadar ada manusia lain di hadapan kita. Dengan berucap kata tersebut, kita me-manusia-kannya.

Pernahkah kita merasa sangat terganggu, justru karena kita lupa mengucapkan terima kasih kepada seseorang yang punya arti penting dalam hidup kita? Ya, barangkali kita lupa berucap terima kasih kepada orang tua kita, anak kita, kepada guru kita, kepada teman-teman kita, kepada sudara-saudra kita, bahkan kepada pembantu rumah tangga, sopir, satpam, dan office boy

Dalam pengalaman hidup si penulis, hal ini terjadi.pernah seorang teman lama sudah sering mengajak untuk bertemu, hanya untuk sekedar ngobrol. Karena sibuk, pertemuan itu tak kunjung trecapai. Lalu apa yang terjadi? suatu pagi hari buta, pesawat seluler ku berbunyi, dan masuk pesan singkat: teman ini meninggal karena kecelakan lalu lintas di luar pulau, saat ia sedang bertugas. Tak terkira rasa menyesal yang sungguh dalam. Karena menunda, saya kehilangan kesempatan untuk bisa berjumpa dan berbicara dengan kawan ini. Saat melayat ke rumah duka, di samping tubuh yang terbujur kaku, saya mengucapkan doa, sembari mohon maaf, sekaligus berterima kasih atas persahabatan belasan tahun yang telah terjalin.
Mungkin ia tak lagi bisa mendengarkan ucapan saya, tapi mungkin justru dia lebih mendengar. Yang pasti saya kehilangan kesempatan berjumpa, yang berarti berterima kasih untuk mau terus barsahabat. Mudah-mudahan saya maupun anda tak kehilangan kesempatan berterima kasih kepada orang di dekat kita.

Demikian postingan saya semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima Kasih.

Yustinus Setyanta





Jumat, 04 Oktober 2013

AKSARA HIDUP

Rumah gembala,
Dan sinarnya yang tak pernah sirna
Di dasar sumur yang teduhnya tak akan surut
Menengok lewat jendela hati
Kita pasti tahu
Kapan empat mata air itu terbit
Sebab waktu yang menyatakan bahwa firman itu hidup


Mekar bunga doa
Saat rahmat mulai di pahat di akhir usia
Ziarah jadi kerinduan pinggir oase
Menuju samar gunung Tuhan                    
                  Jelas semua ada maksud:
Apakah tiga yang membuka cakrawala?
Enam, jiwa yang melengkapi
Atau tujuh, yang membelah tubuh
Sembila,, yang memberikan pertumbuhan
Sebelum sepuluh, kembali merapuh
                  kenyataannya.........
Sebelas tak pernah sempurna
Kecuali kemurahan Tuhan
yang menjadikan kita anak


Lilin mulai dinyalakan
Kunci di letakkan di lemari diri
air, bunga dan api                        
                          bangkit meniup wangi
Lalu merajah aksara di Rumah-Mu yang tak pernah mati.






: Yustinus Setyanta
: Paroki St. Yosef - Denpasar
 ( Sajak ini saya tulis di Denpasar - Bali 24 Oktober 2011 )

BERSYUKUR

Dalam pengalaman hidup keseharian kadang sering kita mengucapkan; "Tuhan, Engkau dimana? Mengapa pada waktu kami sangant membutuhkan kehadiran-Mu, kami justru merasakan kehampaan? Apakah itu hanya suatu ujian bagi kami?".

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul tentu bukan tampa alasan. Alasan yang menurut kita amat kuat adalah bahwa rasanya Tuhan sedang menutup telinga terhadap jeritan hati kita. Kata mau agar sesesegera mungkin TUHAN bertindak dan menjawab pergumulan hati kita saat itu juga. Tetapi, pernahkan kita bercermin diri dan bertanya pada diri sendiri, apakah saya terlalu memaksakan Tuhan agar segera mengabulkan pemohonan ku?

Seandainya pada saat itu juga Tuhan mau memperhitungkan segala kebaikan-Nya kepada kita, pakah daya kita? Bukankah Tuhan telah memberikan segalanya yang terbaik dalam hidup kita? Pegalaman-pengalaman akan kebaikan dan rahmat yang kita terima dari Tuhan hendaknya menjadi dasar bagi kita untuk terus berharap kepada-Nya.

Tuhan tidak peranah memberikan tantangan jauh lebih besar dari pada kemampuan kita.
Ada dua hal yang menjadi sumber kekuatan kita tidak terjerumus dalam perasaan pesimis yang berlebihan. Pertama; belajar untuk selalu bersyukur. Syukur yang dimaksud bukan hanya pada saat kita menghadapi suanana yang menyenangkan, tetapi juga pengalaman pait, walau sulit tetap berupaya.
Kedua; tekun mengkomunikasikan pangalaman hidup kepada Tuhan. Manusia tidak hidup dan beraktivitas sendirian. Segalag sesuatu yang dikerjakan, selalu berada dalam rencana dan naungan Tuhan. Artinya, Tuhan senantiasa hadir dalam seluruh hidup kita. Dengan keyakinan demikian, maka komunikasi dengan Tuhan (doa) akan berlangsung, Tuhan senantiasa ada, hanya kerap hati manusia yang masih buta untuk melihat-Nya.

Yustinus Setyanta

Kamis, 03 Oktober 2013

DEBUR OMBAK - DI PANTAI DRINI

Suatu panorama menawan membentang di depan mata. saat matahari surut, di ufuk horizontal langit terpantul warna jingga dengan lapisan tipis awan mengambang di atasnya. Udara menyejuk dan kegelapan malam perlahan tiba. ku menyaksikan pemandangan ini sambil menghirup hawa laut yang menguap dari samudra lepas di depanku. Terasa betapa damai memenuhi jiwa dan rasaku. Sembari mendegarkan sedau gurau mamah, mbak, dan keluarga dari palembang yang duduk jauh di belakang ku yang membentangkan tikar dan menyiapkan makan malam disajikan. ku dengar sayup-sayup debur ombak yang nampak berlarian saling berkejaran menuju tepian pasir pantai. Seakan ingin memeluknya. Seakan ingin memeluknya melepas rasa kagen yang ada.

Saya sedang berada bersama dengan keluarga yang saat ini sedang berkumpul sembari refresing di pantai drini gunugkidul yogyakarta. Udara terasa nyaman, dan hawa persaudaran yang hangat menyelimuti kami dengan tawa riang. Dengan kisah-kisah masa lalu, yang kadang dulu terasa menakutkan bahkan memalukan namun kini di tanggapi dengan kegembiraan dan penuh canda. Perjalanan waktu seakan membeku. Dan kami sadar betapa semua keresahan, kejengkelan, kesepian, bahkan rasa sakit hati di masa silam nampak hanya sia-sia saja sekarang. Yah, waktu akan mengobati segala duka dan luka, dan memang demikainlah adanya. Memang demikianlah adanya, sebuah proses dalam hidup.

Hidup memang merupakan suatu perjalanan yang berubah terus menerus. Kekecewaan, kekesalan, atau bahkan kemarahan (emosi jiwa) dan rasa sakit hati kita saat ini, tidak akan pernah abadi. Sementara kelak, yang tersisa hanya rasa kengen atau kerinduan pada masa kini, yang kelak, sudah lama kita tinggalkan atau malah mungkin telah kita lupakan untuk di kenang kembali. Bahkan terkadang saya berpikir, bukankah justru saat-saat sulit dan memalukan di masa lalu justru membuat hidup menjadi lebih bermakna di masa kini? Tanpa pengalaman pahit, tanpa pengalaman kesedihan dan kesengsaraan, masa lalu takkan meninggalkan apa-apa sama sekali bagi kita. takkan menyisakan apa-apa bagi kita semua.

Demikianlah kehidupan berlangsung dan kami yang masih memiliki kesempatan untuk bersua, untuk berkumpul bersama dan saling membagikan pengalaman hidup, akan mampu pula untuk manyadari keterbatasan kami, akan kelemahan atau kekurangan serta menghargai sahabat-sahabat, saudara masa lalu kami. Di sinilah kami berada, saling berbagi, saling menikmati rangkulan persaudaraan yang rukun dan saling menghargai waktu yang telah silam di masa lalu. Hidup ternyata selalu meninggalkan jejak panjang yang indah, sepahit apapun masa lalau kita. Yang lewat, biarlah lewat dan sekarang kami berkumpul untuk saling bertutur betapa lucunya sikap kami pada, anak, orang tua, di saat kami masih remaja dulu.

Seperih apapun, sehampa apapun keadaan saat ini. siapa yang akan tahu apa yang mungkin kita temui di masa depan? siapa yang dapat memastikan apa yang bisa di dapatkannya di masa mendatang? tentu tidak tahu kita. Dan hanya Tuhan yang tahu. Betapa tak masuk akannya rasa sakit hati, ketakutan, kemarahan bahkan keputu-asaan kami di masa lalu. Lalu kami percaya pula bahwa, apa pun kondisi yang sedang kami alami saat ini, semuanya kelak akan berbuah manis Barangkali malah bisa di jadikan sebagai lelucan yang membuat gelak tawa kegembiraan. Kita semua manusia dengan ketidak-pastian dan karena itu dengan banyak kemungkinan yang tak terbayangkan untuk saat ini. Mari tersenyum dan menghadapi hidup hari ini dengan penuh tekad dan harapan, bahwa masa depan bisa jadi indah.

Malam telah turun bagai tirai yang menutupi langit bersama kegelapannya. Namun pelita telah di nyalakan, dan kami bersantap sambil berdoa bagi kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan dalam kemungkinan terburuk pun yang dapat kita alami. Dan itulah yang bisa kita di jalani dengan penuh semangat. kita jangan patah semangat. kita takkan patah semangat. Dan senja hari yang lain akan tiba. Besok.

Setelah usai berkumpul ku sejenak menyepi sendiri menatap laut yang samar-samar yang hanya di sinari bintang dan bulan sabit di langit timur. aahhh....ku mau tulis sajak desir ombak.

DESIR OMBAK

Sayap-sayap hitam membentang..
Puluhan waktu serentak berdendang..
Arah pun berubah pandang..
Gumpalan angan gelombang pasang..

Degup jantung bergemuruh..
Bias kaca buram mengisi seluruh..
Sayup-sayup lirih berbisik..
Seteguk rindu menyeruak...
Tanpa pandang bulu...
Di antara dendang waktu..

Kita pun berliuk di lorong-lorong..
Menggulung impian jadi kepompong..
Lalu menitipkannya pada pelukan waktu..
Entah bila kan menjelma seelok kupu-kupu..


  : Yustinus Seyanta : Septembar 2013 : Pantai Drini Gunungkidul - jogjakarta

"/>"width="400px"helght="250px">

MELATI PAGI

MELATI PAGI

Sungguh cerah pagi ini matahari bersinar dengan ceria. Langit biru nyaris tanpa awan. Puji syukur dan terima kasih ya Allah Bapa karena Engkau telah memberi ku kekuatan. Karena tiap hari, tiap jam dan tiap detik aku betul-betul membutuhkan infus semagat dan rahmat dari-Mu.

Pagi ini aku menikmati cahaya fajar pagi yang cerah di antara awan berarak. Waktu yang sekali lewat takkan kembali lagi namun esok, fajar yang sama akan terbit dalam waktu yang berbeda. Seperti juga kehidupan ini. Aku tahu bahwa besok aku mungkn masih akan dapat menikmati fajar ini kembali jika Tuhan masih memberi kesempatan menghirup segar udara pagi dan mengijinkan melihat keindahan alam ini.

Sejenak ku tatap langit biru yang cerah dan menoreh kesekeliling halaman taman tempat tinggal ku. Ada seekor kupu-kupu terbang melayang dan hinggap di bunga melati yang tumbuh di halaman taman yang mekar dan menebarkan bau harum. Ku perhatikan kupu-kupu itu lalu kelang beberapa waktu kupu-kupu itu pun melayang pergi. Ku hampiri bunga melati itu sebelum ku beranjak pergi untuk memulai aktivitas. Ahh, betapa harumnya bunga melati ini rasa-rasa jemari ini tak sabar menulis sebuah sajak

Cerah merona pucuk mimpi
Di sapa hangat mentari
Berkilaulah embun pagi
Membasahi kuncup di hati

Terbuai dendang semesta
Kala fajar mengiasai
Merasuk ke dalam jiwa
Ketika alam riuh bernyanyi

Mengalun lagu merdu
lewat tembang melati pagi
Bertaburkan wangi cinta-Mu
Memancar di lubuk hati

Terucaplah nada indah
Saat keduanya melirih
Berkisah tentanh cinta
Kepada semesta kasih

Selamat fajar pagi
Membelai kicau hari
Berdendang damai di hati
Mainkan irama simfoni


Yustinus Setyanta
Jogja

Puisi - SEMANGAT

SEMANGAT


Masam muram keluh perjalanan..
Kilau emas toko perhiasan..
Ku tampar raut kelesuan..
Ketika renungi kekalahan...

   Semangat nampak jelas di genggaman...
   Damai dan nyaman nuansa kelegaan..
   Meriah suasana sudut senyuman..
   Cerah riang dan beraroma wewangian...


: Yustinus Setyanta
: Di dalam kereta api Prameks  Solo - Jogja  2010

aku tanpa-Mu

Tuhan

aku tanpa-MU
bagai burung tak bersayap
yang meringkuk dalam gelap
meratatapi dalam senyap

aku tanpa-MU
bagai layang-layang yang melayang
tinggi membumbung indah di pandang
namun...saat terlepas dari benang jatuh dan terhilang

aku tanpa-MU
tak lebih dari ranting-ranting kering
tak lebih dari debu-debu yang terbuang
aku ??? tak kan pernah bisa tanpa-MU.


Yustinus Setyanta


Jogja

Rabu, 02 Oktober 2013

Puisi - BUKU

BUKU

Berawal dari bambu
berakhir dengan
membiarkan mu
Selebihnya
tak ada lain ku baca
selain dari duri

                  Dari duri
                  tak ada lain ku rasa
                  selain pedih.

Dan dari pedih
aku mengerti
betapa sakit ter
terperas
dari mimpi
ke mimpi.

       Ya, bambu
       darimu kutahu
       jerit pilu
       para buku.
Karena itu
izinkan aku
membaca
setiap sekat
yang mencekik
lekat lehermu

        Agar aku tak
        selalu membiarkan mu
        seperti tiap kuncup
        kelahiranmu


: Yustinus Setyanta - Jogja
: 2006











Puisi - KU NANTI ENGKAU

KU NANTI ENGKAU.

TUHAN
Ku nantikan Engkau setiap saat
Saat letih dan penat
Dalam sakit dan sehat
Dalam lemah dan kuat
Dalam sesal dan tobat
Sungguh aku ingin selalu mendekat
Aku rindu Engkau meranggkulku erat
Agar aku tidak tersesat

TUHAN
Ku nanti Engkau setiap waktu
Dalam tawa dan haru
Dalam puas dan jemu
Dalam tangis dan kelu
Dalam ratap dan ragu
Karena aku memahami kelemahanku
Karena Engkaulah Gunung Batuku
Karena Engkaulah Kota Bentengku
Karena Engkaulah Penyelamatku

TUHANku
Ku nanti Engkau sepanjang hidupku


(puisi ini saya tulis 08-05-2008)