Sabtu, 30 Agustus 2014

::.ANGIN MALAM.::

Angin malam………..
Memecah sunyi yang kian mencekam
Di antaranya tubuh kutegakkan
Di antaranya tangan kurentangkan

Kubiarkan ia menyentuhku
Kubiarkan ia meghatamku
Segala semilir dari tiap penjuru
Menghujat hantam ke dalam jiwaku

Dengan pekik suara kulantunkan
Dengan panjang nafas kuhelakan
Kata demi kata mulai terucap
Rasa demi rasa mulai terungkap

Semua berbaur dalam suatu pusaran
Yang datang dari lubuk yang terdalam
Semua itu aku sampaikan
Lewat semilir sepoi angin malam


(Yustinus Setyanta)


BAYANGAN DI DEPAN CERMIN

     Ketika aku berdiri di depan cermin. Sebagaimana semua orang yang tidak mungkin menyangkal bahwa bayangan yang ada di dalam cermin bukanlah dirinya, demikian pula aku. Aku tidak menyangkal bahwa yang ada di dalam cermin itu adalah diriku. Aku yakin sekali bahwa yang dimaksudkan Yesus bahwa aku harus menyangkal diri bukan menyangkal bayangan yang ada di dalam cermin itu. Aku yakin bahwa Dia hendak mengajarkan kepadaku untuk menyangkal segala kepentingan diri, dan menempatkan Allah di atas kepentinganku sendiri.

     Dengan menyangkal diri yang seperti itulah aku benar-benar akan tampil sebagai hamba-Nya. Sebab sepenuhnya aku ada dalam kuasa-Nya, sepenuhnya aku menjadi milik-Nya. Kehendak-Nya adalah hidupku, sabda-Nya adalah segalanya bagiku. Sungguh aku harus belajar dan terus berlatih untuk bisa melakukannya. Masih sering terjadi, kehendak-Nya aku sisihkan demi kehendak pribadiku sendiri, demi keuntungan, keinginan, dan kenyamanan yang mungkin bisa aku reguk. Bagaimana mungkin aku akan mengikuti Dia dan memikul salibku jija aku tidak pernah mampu menyangkal diriku sendiri, tidak pernah mampu menepis keinginan-keinginanku?
     Sungguh aku demikian takut kehilangan nyawaku, kehilangan masa depanku, kehilangan pankat dan jabatan duniawi, takut kehilangan harta dunia fana ini. Namun ketakutan itulah sesungguhnya yang membuat aku kian terikat pada dunia dan kian menjauh dari-Nya. Ya Tuhan,.........mengapa aku bisa sejauh ini meninggalkan-Mu? Bantulah aku umtuk terus menerus menyadari karunia-Mu yang tak terhingga, yakni Roh Kudus yang senantiasa memberdaya padaku untuk berbuat seturut kehendak-Mu. Amin.

(Sebuah refleksi dari Mat 16:21-27)

{Yustinus Setyanta}

Kamis, 28 Agustus 2014

::.JARAK.::

Seberapa jauh jarak antara kita?
Dekat, lebih dekat dari uratku-uratmu
Namun ada tirai batas baka dan fana
Berbeda dalam ruang dan waktu

Seberapakah dekat jarak antara kita?
Jauh, lebih jauh dari yang paling jauh
Namun ada jendela rindu dan doa
Risau insan ingin bertemu Sang Maha Kasih

Jarak antara kita tak teraba
Kita berpisah sekaligus bersua
Jarak antara kita tak terasa
Kita dekat juga jauh seperti ada-tiada




(Yustinus Setyanta)



Rabu, 27 Agustus 2014

TIPS MEMBUAT RUANGAN KECIL TERLIHAT BESAR

     Tips Membuat Ruangan Kecil Terlihat Besar – Sudah menjadi tren diindonesia memiliki rumah idaman yang minimalis ala eropa namun tetap menunjukan kesan elegan, beberapa ruangan pun disesuaikan dengan luas tanah yang ada, begitu juga dengan isi perabotan rumah dan beberapa peralatan elektronik lainnya yang disesuaikan dengan ukuran ruangan.

     Jadi ketika anda menemukan masalah dengan ruangan kecil dirumah anda, anda tidak harus merasa sulit untuk mendekorasi ruangan kecil anda agar tetap terlihat besar dan tentunya tetap nyaman, Berikut Tips Membuat Ruangan Kecil Terlihat Besar.

Cermin
     Salah satu cara sederhana supaya ruangan kecil terlihat besar adalah dengan menambahkan cermin, Karena cermin memantulkan cahaya, warna, dan gambar, cermin dapat membuat ruangan tampak dua kali dari ukuran aslinya. Tempatkan cermin yang besar didaerah dimana cermin bisa menangkap ruangan didepannya atau menangkap pemandangan dari luar jendela.

Furniture
     Furnitur yang besar tentu membuat ruang menjadi lebih kecil, sebagai gantinya pilihlah beberapa kursi yang empuk yang berukuran kecil. Membuat ruang makan berukuran kecil sehingga terlihat ruang lebih besar. Tempatkan beberapa aksesoris pada dinding membuat aksen visual seakan menjadi lebih dekat, sehingga satu lukisan besar atau gambar membuat satu titik fokus yang menciptakan perasaan ruang yang lebih besar dengan diadopsi karpet pada lantai.

Skema Tata warna dan efek Cahaya
     Mengadopsi warna efek cahaya adalah cara sederhana untuk menciptakan ruang ilusi yang terasa lebih luas misalnya dengan pilihan warna netral, pastel, putih, atau warna sedikit lebih redup, hal ini untuk mencerminkan ruangan tampak lebih luas. Dengan membuat sensasi efek cahaya dari sinar matahari yang masuk dari jendela juga menjadi faktor penting dari efek ruangan atau dengan efek cahaya lampu yang kemudian dikolaborasikan dengan gorden, karpet dan lantai dengan warna yang didekorasi.

Tinggalkan material yang tidak berguna
     Banyak hal yang dapat membuat ruangan terasa sempit dan tidak nyaman, misalanya banyak menggunakan furniture yang berlebih atau banyaknya koleksi bingkai foto dan lukisan yang dipajang. Cobalah untuk mengurangi beberapa aksesoris tersebut dengan begitu membuat nuansa kenyamanan yang dapat membuat nuansa ruangan yang luas.

Tampilkan garis-garis pada dinding
     Cara lain yang cukup sederhana adalah membuat dekorasi dinding dengan garis-garis vertical dengan begitu membuat ruangan tampak lebih besar, karena ketika mata melihat ke langit-langit, garis-garis vertical menciptakan nuansa yang tinggi untuk sebuah ukuran ruangan.

Trik transparansi
     Untuk Menciptakan efek visual yang lainnya anda bisa menggunakan sebuah meja kaca, gorden dengan pilar-pilar transparan atau yang lainnya karena subtansinya menambahkan kesan yang besar dari ruangan yang kecil.

Skala Kecil
     Jika sebuah kamar tidur kecil akan merasa lebih sempit dan tidak nyaman bila dilengkapi dengan tempat tidur yang besar, pilihlah tempat tidur yang kecil dengan aksesoris yang kecil untuk dapat memaksimalkan ruangan kamar tidur serta menggantungkan beberapa aksesoris pada dinding.

Sudut dinding

     Menempatkan perabotan sedekat mungkin dengan dinding, ini bertujuan untuk menciptakan lebih banyak ruang serta menggunakan beberapa perabotan yang multi fungsi dengan hal ini tentu membantu menghilangkan nuansa sempit.

Titik fokus
     Menggunakan karya seni, lukisan yang bagus atau aksesoris antik dan menarik untuk membuat titik focus didalam kamar, cara ini cukup bagus untuk menarik pandangan dari sisi ruangan.

     Yang terpenting dari tips diatas dalah bagaimana cara anda berimajinasi untuk sebuah ruangan kecil dengan material-material yang biasa namun memiliki nuansa yang lebih elegan. Demikian Tips Membuat Ruangan Kecil Terlihat Besar semoga menjadi inspirasi anda dalam mendekorasi setiap ruangan yang anda inginkan.















(Yustinus Setyanta)

KARENA TIDAK MERASA

Karena tidak merasa bersalah, seorang anak tidak mau mendengarkan nasehat gurunya. Nah, pada saat itulah sebenarnya seorang anak itu bersalah, yakni ketika tidak mau mendengarkan nasehat gurunya.





















{Yustinus Setyanta}

YANG TERKASIH

     Sepucuk surat, diawali dengan kalimat, "Kepada Yang Terkasih..........." Melalui awalan itu saja tentu kita sudah bisa menduga bahwa surat itu menghubungkan antara si pengirim dan si penerima dalam ikatan cinta kasih. Tentu isi surat itu menyengankan.

     Setiap Minggu bahkan setiap hari, Gereja mengirimkan surat serupa dengan awalan, "Saudara yang terkasih dalam Kristus..." atau semacamnya. Hanya saja, acapkali tak menerima kalimat itu sebagai ungkapan formal yang tidak perlu serta enggan untuk diperhatikan dengan cermat, dihayati, terlebih direnungkan kembali artinya sebagai relasi kita dengan Kristus melalui Gereja Kudus.
















(Yustinus Setyanta)

SINAR MENTARI PUKUL TIGA SORE


JURANG PEMISAH

    Dua wilayah dipisahkan oleh sebuah jurang. Ada wilayah miskin dana dan wilayah kaya. Ada wilayah pandai dan ada wilayah bodoh. Ada wilayah baik ada wilayah buruk. Ada wilayah suci dan ada wilayah penuh noda dosa.

    Diantara kedua wilayah tersebut hanya ada satu jenis jembatan yang bisa menghubungkan keduanya, yankni jembatan cinta kasih.

    Namun semakin lebar jurang itu, semakin sulit pulg dibangun jembatan di atasnya. Barangkali hanya TUHAN lah yang mampu membuat jembatan tersebut, namun setidaknya kita bisa menjadikan jurang itu tidak terlalu lebar dengan semakin peduli pada sesama.














{Yustinus Setyanta}

MELIHAT KE DALAM

    Ketika kita memejamkan mata, apa yang kemudian terlihat?: Gelap tetapi tidak sepenuhnya gelap. Tidak terlihat apapun kecuali kekosongan. Karena hanya kekosongan belaka itulah kita kemudian enggan untuk memperhatikan lebih jauh. Sekiranya kita tetap setia untuk memejamkan mata, maka akan tampaklah gambaran-gambaran yang muncul melalui pikiran kita. Ada keinginan, ada relasi dengan orang lain, sanak dan saudara. Ada harapan-harapan dan rencana yang harus direlaisasikan. Semua itu akan hilir mudik di pelupuk mata kita. Biasanya kita pun lalu asyik mengikuti dan terus mengikutinya. Tapa kita sadari kita hanya melihat permukaan dari lautan yang dalam.

    Setidaknya kita mau meninggalkan pikiran itu dan masuk lebih dalam lagi, masuk untuk menemukan darimana semua pikiran, keinginan, harapan itu muncul, di sanalah kita akan menemukan diri kita sendiri.

    Ketika orang semakin jarang melihat ke dalam, maka dia akan semakin tidak mengenal dirinya sendiri. Pada akhirnya dia hanya akan terkejut dan heran melihat kenyataan, "Lho...aku kok jadi begini???" Atau semacamnya.





{Yustinus Setyanta}

Meski Belum Mandi

Kalau mau menanam padi...
Paling cocok saat cuaca berawan...
Aku memang belum mandi...
Tapi tetap tampan rupawan...






(Yustinus Setyanta)















BANYAK TANGAN

Kita hidup di jaman yang berbeda dan tempat yang berbeda dengan St. Petrus. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita mengenal Yesus melalui pertantara orang lain.

Ada yang menuliskan riwayat dan sabda Tuhan Yesus yang kemudian kita akui sebagai Kitab Suci. Ada yang mengajarkan berbagai hal mengenai Yesus yakni para guru Agama, para Katekis, Imam, dsb.

Mereka pun mengenal Yesus dengan proses yang hampir sama dengan diri kita. Maka sudah banyak tangan yang terlibat hingga kita bisa mengenal siapa Yesus.

Inilah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, namun di balik semua kenyataan itu, kita yakin bahwa Allah terlibat melalui mereka semua. Maka sekalipun pengenalan kita melalui orang lain, tetapi Allah sungguh benar-benar terlibat dan menyatakan Yesus bagi kita melalui Gereja.















{Yustinus Setyanta}

HATI BIJAKSANA

Dalam kampanye, calon penguasa kampung dan wilayahnya terlihat kompak. Janji muluk-muluk diobral murah. Kampung itu tidak akan bising dan kacau lagi, tidak tergenangi air berlebihan, jalan lumpur akan menjadi jalan mulus. Maka, orang tersentak ketika sang wakil penguasa memilih untuk mundur. Banyak masalah masih tetap ada. Ketika didesak, penduduk kampung diminta bersabar.

Salomo sungguh sadar bahwa tanpa adanya hati yang bijaksana, tidaklah mungkin baginya menjadi seorang raja yang baik. Kekayaan dan kehormatan menjadi tidak berarti bila tidak ada kebijaksanaan (bdk 1Raj 3:4-13).

Dalam hati salomo selalu ada seruan permohonan, "Ajarkanlah ketetapan-Mu kepadaku, ya Tuhan." secara praktis, raja harus bisa membedakan apa yang memang baik dari apa yang memang jahat. Untuk itu, syaratnya jelas. Ia harus terus mencari Tuhan secara jujur. Dengan itu otak dan hati ikut terbentu. (Mzm 119).

Para murid Yesus merasa lelah setelah kembali dari tugas berkeliling. Demi pemulihan tenaga, mereka pun menyingkir. Tanpa diharapkan, orang banyak tetap datang. Yesus punya pilihan, menolak atau menerima. Di saat seperti itulah otak dan hati harus bicara. Para murid butuh istiraha, tetapi orang banyak itu butuh pengajaran. Yesus dan para murid pun menunda saat istirahat (bdk Mrk 6:30-34).

Sungguh, hati bijaksana menjadi penuntun untuk menangkap kehendak Tuhan dalam pengalaman yang terjadi di luar rencana yang matang.

(Yustinus Setyanta)

KETIKA MULAI MENUNTUT

Kesepakatan adalah dasar untuk menentukan penilaian apakah akhirnya akan menjadi adil atau tidak adil. Sejak semula ketika Allah menciptakan manusia, Allah telah membuat kesepakatan dengan manusia bahwa Dia akan mencintai manusia. Kehidupan ini terjadi karena Allah mengasihinya. Demikian juga dengan hidup kita. Allah tidak akan pernah berhenti mengasihi kita yang adalah manusia.

Ketika manusia mulai menuntut kepada Allah, hal itu dikarenakan mereka merasa bahwa Allah tidak memperhatikan hidup mereka, begitu pula ketika manusia saling menuntut dengan sesama. Begitulah biasanya yang terjadi. Saat kita menderita, kita merasa bahwa Allah memalingkan muka. Karena kita tidak pernah mau menilik penderitaan itu, karena penderitaan itu terdiri dari dua bagian yakni penderitaan buatan sendiri dan penderitaan alami. Ketika hidup kita berada dalam kesulitan dan selalu dirundung kesusahan, kita berpikir bahwa Allah telah meninggalkan kita. Sejarah bangsa israel menunjukkan bahwa perjalanan iman bangsa israel yang mengalami jatuh bangun dalam keyakinan mereka terhadap kasih Allah, juga kita alami dalam kehidupan kita sekarang ini.

Saat kita menuntut Allah, mestinya kita bercermin pada diri kita sendiri. Jika sejak semula Allah mencintai dan mengasihi kita, adakah sejak semula pula kita mencintai dan mengasihi Dia? Jika sejak dahulu Allah setia kepada manusia, seharusnya sebagai manusia pun kita tetap setia kepada-Nya. Kita mulai menuntut lebih dikarenakan kita hanya melihat kepentingan diri kita sendiri, keadaan diri kita sendiri. Kita telah diberi hidup, dan sejal bayi hingga sekarang ini kita pun masih hidup, hidup yang ada pada diri kita pun berasal dari Allah Sang Pencipta, bukan semata-mata karena kempuan dan kekuatan diri kita sendiri. Dengan menyadari hidup yang sedang kita jalani, setidaknya kita tahu dan sadar bahwa Allah tidak meninggalkan kita. Jika dalam hidup ini kita mengalami penderitaan, maka maka pertanyaannya bukan ditujukan kepada Allah, tetapi pada diri kita sendiri, atau dalam kata lain menduduh Allah.

Jika kita terus terpaku pada diri kita sendiri, maka kita akan merasakan bahwa Allah tidak adil. Kita lahir sebagai manusia, sama-sama sebagai manusia dengan orang lain. Tetapi ada yang dilahirkan dari keluarga kaya dengan segala kemegahannya sehingga tanpa bersusah-payah pun hidupnya akan terjamin. Ada yang lahir dengan kecerdasan dan perhatian yang cukup sehingga mampu menjadi orang yang kaya dan berlimpah hartanya. Ada yang mampu melihat kesempatan dan mempergunakan kesempatan itu dengan baik sehingga hidupanya menjadi nyaman dan lain sebagainya. Lalu kita menilik atau bertanya kepada diri kita sendiri, kenapa kita tidak bisa seperti mereka? Adakah Allah telah bersikap tidak adil kepada kita? Jika kita merasakan bahwa Allah tidak adil, maka ketidakadilan itu sebenarnya muncul dari pandangan kita sendiri akan hidup.

Hidup yang ada pada kita, adalah dari Allah. Hidup yang membuat kita ada sebagai manusia adalah milik Allah yang dianugerahkan bagi kita karena Allah berkehendak agar kita berbuat sesuatu. Allah menghendaki agar kita menjadi ungkapan kasih-Nya bagi kehidupan ini. Inilah panggilan dan pekerjaan kita semua. Mengungkapan kasih Allah merupakan pekerjaan yang tidak terbatas waktu. Ketika kita memahami hidup adalah milik kita sendiri dan untuk kepentingan kita sendiri, maka kita akan melupakan pekerjaan yang diberikan Allah kepada kita berkaitan dengan hidup kita. Ketika kita terpaku pada hidup yang sepenuhnya kita renggut menjadi milik kita sendiri dan sepenuhnya kita pergunakan untuk kepentingan kita sendiri, maka pada saat itulah kita mengalami kematian. Hidup yang kita lihat nyaman seturut ukuran dunia, bukanlah hidup menurut ukuran Allah. Namun jika kita melihat hidup ini sebagai milik Allah dan kita pergunakan untuk menjadikan diri kita sebagai ungkapan kasih-Nya, maka kita akan melihat betapa Dia murah hati. (bdk Mat 20:1-16)



{Yustinus Setyanta}

Minggu, 24 Agustus 2014

Cemberut

Jangan suka cemberut
Nanti mukanya berkerut
Seperti orang sakit perut
Yang menahan ingin kentut





(Yustinus Setyanta)








::.WALAU.::

Walau siang panas membakar bumi..
Terik mentari menyengat dunia ini..
Namun jika kuasa Allah menaungi..
Maka panas itu pun tidak berarti..

       Matahari bersinar meyinari..
       Memancarkan kekuatan Ilahi..
       Kepada segala isi kehidupan ini..
       Agar semua 'kan bersemi kembali..

Walau malam gelap menyelimuti..
Awan hitam dan kelam menutupi..
Namun jika kuasa Allah menerangi..
Maka kegelapan pun tiada berarti..

       Kuasa Tuhan Allah lebih dari segalanya..
       Dunia takkan mampu menguasainya..
       Berlindung pada-Nya aman sentosa..
       Tak ada yang mengalahkannya..


{Yustinus Setyanta}


SEDIKIT - BANYAK

Refleksi:
Aku membayangkan jika aku memiliki uang sebanyak 4 trilyun, akan aku apakan uang sebanyak itu? Mungkin kehilangan 1 juta, 2 juta atau seterus juja tidak akan terasa bagiku. Tetapi sekalipun mempunyai uang sebanyak itu, jika kemudian sakit 'masuk angin' sungguh akan terasa sekali. Jauh lebih terasa 'masuk angin'nya daripada kehilangan uang ratusan juta. Lalu aku membayangkan jika aku hanya punya uang 5 ribu rupiah. Aku pun akan kebingungan, bisa untuk apa uang yang hanya 5 ribu rupiah ini? Jika sampai hilan 500 rupiah atau seribu rupiah saja tentu akan terasa. Dalam keadaan seperti itu sekalipun sakit 'masuk angin' tidak akan begitu terasa karena perhatian lebih tertuju kepada kekurangan dan ketidakcukupan daripada pada rasa sakit yang aku derita.

Aku pun lalu membayangkan sekiranya aku adalah pemuda kaya itu (dalam Mat 19:22). Bisa jadi aku pun akan mudur dengan sedih karena kekayaanku. Tetapi sekiranya aku miskin adakah aku dengan segera datan dan mengikuti Dia? Ternyata tidak. Aku masih menimbang-nimbang soal jaminan masa depan nanti. Apakah kalau aku mengikuti dia lantas hidupku enak, terjamin dan tercukupi? Rupanya, sekiranya kaya aku tidak mau datang dan mengikuti Dia, dan sekiranya miskin pun aku tetap tidak datang dan mengikuti Dia.

Tiba-tiba melintas bayangan Petrus di hadapanku, jala dan perahunya ia tinggalkan, keluarganya pun ia tinggalkan. Di belakanya melintas pula Paulus, masa depannya ia tinggalkan, ambisinya pun ia tinggalkan. Beberapa tokoh lain pun ikut melintas, seperti: Ignasius Loyola, Agustinus dan masih banyak lagi. Mereka semua datang dan mengikuti Dia dengan meninggalkan segalanya. Sementara aku tetap berdiri di sini berkuta dengan diriku sendiri.

TUHAN, Engkau adalah sumber kasih. Kasih yang terpancar dari-Mu tak pernah berkesudahan. Berilah aku waktu dan bantulah aku untuk mempersiapkan hatiku, membersihkan hatiku, hidupku yang kotor, agar pantas untuk menerima kasih-Mu yang agung. Amin 














( Yustinus Setyanta )

MENGENAL DIRI SENDIRI.

      Bagaimana aku akan mengenal DIA, dan bagaimana DIA akan mengenal diriku? Soal nama, dan segala macam cerita orang tentang DIA, aku tahu sebagaimana orang lain pun tahu. Tetapi mengenal DIA, memahami DIA, dan mengerti persis pikiran-pikiran dan hati-Nya sungguh aku merasa diriku buta. Sebagaimana orang lain tahu siapa aku, tetapi mereka sama sekali tidak mengenal diriku yang sesungguhnya. Hanya aku yang sungguh-sungguh memahami segala sifat baik yang kelihatan maupun yang kusembunyikan rapat-rapat. Orang lain hanya tahu tentang diriku sebatas apa yang mereka dengar dan lihat. Sementara masih banyak hal yang tersembunyi dari mereka.
 
Aku ingin memulai dari diriku sendiri. Aku ingin mengenal diriku sendiri lebih baik, karena selama justru aku tidak mengenal diriku sendiri. Siapa aku? Pertanyaan itu kadang berhenti pada predikat-predikat yang menempel plus segala macam konsekuensinya. Aku sebagai orang tua, aku sebagai karyawan, aku sebagai pekerja, aku sebagai umat sebuah paroki, aku sebagai anggota gereja, sebagai anggota masyarakat, semua itu adalah predikat yang menempel pada diriku. Tetapi aku bukanlah semua itu. Dalam sendiri, semua predikat itu tidak ada artinya apapun. Maka untuk mengenal diriku sendiri, aku akan memulainya dari kesendirianku.

Ketika aku sendiri, tidak ada seorang pun di sekitarku saat itu tidaklah penting. Sebanyak apa kekayaanku, pada saat itu tidaklah penting. Semua itu tidak ada artinya ketika aku benar-benar seorang diri. Semua baru ada artinya ketika aku ada dalam kebersamaan. Sebuah kebersamaan akan memberi arti mengenai diriku. Yah...sebuah kebersamaan. Sayang ketika aku ada dalam kesendirian, aku tidak pernah merasakan sebuah kebersamaan. Aku harus belajar....berlatih mengalami kebersamaan ketika berada dalam kesendirian.

Tidak ada tempat lain untuk berpaling kecuali DIA. Dalam kesendirianku, aku belajar berlatih untuk bersama dengan diri-Nya. Lambat laun aku mulai merasakan bahwa aku tidaklah pernah sendiri lagi. DIA selalu ada...dan menunjukan bahwa hidupku bukanlah tanpa arti. Aku mulai mengenal diriku sendiri, dan aku pun mengenal DIA yang selalu ada kapanpun juga.

Sebuah refleksi dari Matius 17:22-27.



{Yustinus Setyanta}

Senin, 18 Agustus 2014

::. ADA SERIBU PUISI .::

Ada seribu puisi di hati
Yang berisi tentang suasana hati
Ada seribu puisi dibaca
Lewat mulut penyairnya

        Ada seribu puisi dicampakkan
        Oleh si buta dan si tuli peradaban
        Namun ada satu puisi terpatri di hati 
        Yakni; tentang cahaya-cahaya Ilahi













(Yustinus Setyanta)

BURUNG BUKAN MANUSIA

Di perbatasan dua wilayah, segerombolan burung terbang melintas. Setiap pagi mereka terbang ke arah timur dan mencari makanan di wilayah timur. Menjelang sore mereka terbang ke arah barat, untuk tidur melewatkan malam di pepohonan.

Saat orang-orang di wilayah timur bertengkar dengan orang di wilayah barat, burung-burung itu tetap melintas dengan tenang. Saat orang-orang di wilayah barat bermusuhan bahkan saling membunuh dengan orang-orang di wilayah timur karena berebut batas wilayah, burung-burung itu tetap melintas dengan tenang.

Burung-burung itu bukan manusia. Mereka tidak terjebak oleh sekat-sekat yang dibangun manusia. Entah sekat wilayah, entah sekat kekayaan duniawi, sekat kepartaian, sekat pemikiran, sekat keyakinan,, atau sekat yang lainya. Burung memang manusia.....namun hidup mereka jauh lebih tenteram daripada manusia yang sibuk dengan pertentangan.







(Yustinus Setyanta)

Minggu, 17 Agustus 2014

KEMERDEKAAN

Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!"" (1 Petrus 2:16-17)

Dengan kemerdekaan kita punya banyak pilihan dan kita harus memilih dari antara yang banyak itu, seakan mencari setetes kebenaran di lautan kehidupan yang tak terbatas. Sedang kita lebih suka hidup dalam satu kepastian yang membuat kita nyaman, aman dan tak perlu berpikir dan mempertimbangkan banyak kemungkinan. Maka kita seringkali berada di dunia ambigu, rindu tapi benci. Kita ingin merdeka tetapi enggan untuk memilih. Ingin bebas tetapi juga kepastian.

Merdeka memang acapkali membuat kita bimbang pada apa yang benar dan apa yang salah. Hidup menjadi beraneka warna, bukan lagi hitam atau putih saja. Dan kita pun mengambang di antaranya. Dengan banyak kekhawatiran. Dengan banyak ketakutan dan keragu-raguan. Apa yang benar dan apa yang salah tidak lagi pasti. Kita hidup dalam pemikiran kita masing-masing yang seringkali saling bertentangan demikian tajam dan mustahil dipertemukan. Membuat kita bertanya-tanya, apakah kemerdekaan yang kita miliki ini adalah sebuah anugerah atau sebuah kutukan.

Tetapi sesungguhnya kemerdekaan tidaklah berarti kebebasan secara mutlak. Tidaklah berarti bahwa kita dapat melakukan apa saja sesuai dengan keinginan kita saja tanpa memperdulikan orang lain. Tanpa memperdulikan lingkungan sekitar kita. Tidak. Kemerdekaan selalu memiliki rambu-rambu yang harus kita hormati. Keberadaan kita tidaklah sendirian. Selalu ada orang lain, sesama kita, alam lingkungan kita, semesta yang berada diluar kita yang juga memiliki kemerdekaanya sendiri. Dan kita harus menyadari bahwa kemerdekaan kita harus berbatasan dengan kemerdekaan mereka juga.

Maka kemerdekaan tidak berarti bahwa kita sungguh bebas berbuat apa saja demi diri kita, tetapi juga kita sungguh bebas berbuat demi sesama dan lingkungan kehidupan kita. Ada tonggak-tonggak yang harus menjadi patokan dimana kita tidak dapat melanggar dan melewatinya begitu saja karena kita merasa bebas melaksanakan apapun yang kita inginkan. Merdeka adalah kita tak ingin hak kita dilanggar sekaligus kita tak dapat melanggar hak orang lain. Hak alam lingkungan. Hak siapa dan apa saja. Tanpa mendatangkan bendana dan kesusahan bagi diri kita sendiri. Sebab masing-masing dari kita memiliki kemerdekaan yang sama. Yang tak berbeda. Dan tak bisa diutamakan.

Memang, merdeka seringkali terasa menakutkan jika kita hanya mau menerima satu kepastian yang aman dan nyaman bagi kita. Tetapi nyatanya hidup tidaklah demikian. Hari esok bukanlah satu kepastian yang dapat kita raih begitu saja. Bukan pula satu kebenaran yang harus sesuai dengan anggapan kita. Kita harus jujur. Kita tidak bisa mengarahkan masa depan sesuai keinginan kita. Dan segala ambisi, cita-cita dan hasrat kita dapat hilang begitu saja. Lenyap demikian mudah. Dan riwayat kita pun berakhir. Selesai. Tanpa pernah kita pastikan waktu dan tempatnya. Demikian mudah. Demikian nyata.

Maka di hari kemerdekaan ini, bagaimanakah kita mempergunakan kemerdekaan kita. Jangan-jangan yang kita pikirkan hanya bahwa kemerdekaan berarti hanya bagi kepentingan, kebutuhan dan keinginan kita saja. Melulu untuk diri kita. Dan itulah sebabnya merdeka menakutkan kita. Karena kita tak pernah menyadari dan mengakui keberadaan yang lain di luar diri kita. Padahal kita tidak hidup sendiri.
Dirgahayu Republik Indonesia!





(Yustinus Setyanta)

MENCINTAI INDONESIA DAN MENCINTAI TUHAN

Pernahkah Anda membayar pajak di kantor pajak? Mungkin muncul perasaan "enggan" untuk melakukannya apalagi kalau kita mengetahui bahwa banyak dana dari penerimaan pajak yang diselewengkan oleh para oknum di dinas terkait sebagaimana sering kita baca di mass media. Tetapi itulah kewajiban kita kepada negara, perkara ada sebagian oknum yang menyelewengkan pajak itu menjadi perkara lain.

Yesus dengan cerdas menjawab pertanyaan jebakan yang dilontarkan oleh orang-orang farisi dan herodian. Dengan tegas Yesus mengatakan "Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Mat 22:21). Dalam konteks perinkop ini kita melihat bahwa orang-orang farisi bermaksud jahat yaitu ingin menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka berharap bahwa Yesus akan menjawab "tidak perlu membayar pajak kepada kaisar", sehingga mereka kemudia dapat menangkap Yesus dan menyerahkan-Nya kepada pemerintah Romawi - karena menghasut rakyat untuk tidak membayar pajak. Namun, Yesus memberikan jawaban yang membuat mereka terkejut dan heran, ketika Yesus berkata Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" Dengan jawaban ini, maka mereka tidak mempunyai alasam untuk menangkap Yesus. Namun, di satu sisi, Yesus memberikan pengajaran yang begitu penting yaitu bahwa Kerajaan yang ingin dibangun dan ditawarkan kepada manusia bukanlah kerajaan di dunia ini, namun Kerajaan Sorga.

Secara prinsip, Yesus ingin mengatakan bahwa kita wajiab untuk memberikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar. Ini berarti, seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus, (1 PTR 2:13 -17). Kita harus taat kepada pemerintah, selama pemerintah tidak menentang hukum kodrat dan Ilahi. Kemudian apa yang harus kita berikan kepada Allah? Kita harus mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi dan kekuatan kita dan memberikan seluruh diri kita untuk mentaati seluruh perintah-Nya sebagai manifestasi dari kasih kita kepada Allah.

Memberikan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah adalah menjalani hidup yang terarah pada Allah dan sesama; tidak hanya berpusat pada kepentingan diri sendiri. Jika kita melakukannya, maka hidup kita tidaklah menjadi sejumlah beban kewajiban yang harus kita seret, tetapi menjadi ungkapan kasih yang terwujud dalam tiap kesempatan hidup. Dan hal ini akan membuat kita menjadi lebih dekat dengan Allah dan menampakan wajah Allah yang penuh kasih kepada sesama. Itulah cara kita ikut membangun bangsa dan negara kita.

Salam merdeka untuk Indonesia tercinta!






(Yustinus Setyanta)

Sabtu, 16 Agustus 2014

::. DIRGAHAYU RI .::

17 agustus 1945, lahir negeri tercinta...
Karena pahlawan-pahlawan bangsa...
Dengan gigih dan tepat kata...
Memproklamasikan Indonesia...

Merah putih pun bebas terbuka...
Berkibar keseluruh nusantara...
Teriring gema gembira...
Menyiram kesemangat membara...

Jaga tanah udara dan darah...
Agar merah putih berkibar megah...
Tunjukkan kepada sejarah...
Bangsa kita gemah ripah...

Mari kita jaga ibu pertiwi...
Kita jaga republik ini...
Kita junjung martabat negeri ini..

Merdeka!!!
Dirgahayu bangsa tercinta...
Dirgahayu rakyat penuh tenggang rasa...
Semoga selalu terjaga...

Aku bangga akan dirimu wahai Indonesia...
Aku kan mendukungmu selamanya...
Walau angan terbang keangkasa...
Hatiku tetap dalam pelukanmu jua...

Dirgahayu Republik Indonesia...
Nyalakan terus semangat 45...
Jayalah Indonesia...
Indonesia ku tercinta...

(Yustinus Setyanta)




Jumat, 15 Agustus 2014

TERTARIK KEPADA-NYA.

Tertarik kepada Allah Bapa, siapa yang tidak? Tetapi tertarik hanya kepada Allah, suatu hal yang sangat berat untuk aku lakukan. Betapa tidak? Banyak hal lain di dunia ini yang lebih menarik. Maka untuk bisa hanya tertarik kepada Allah, aku harus menyingkirkan semua hal lain tersebut. Tetapi sekuat apapun aku berusaha, aku tetap tidak bisa melakukannya. Umumnya sudah terpetakan antara urusan duniawi dan urususan sorgawi. Keduanya berbeda, dan tidak bisa disatukan. Karena aku masih menjadi manusia yang hidup di dunia, yang masih terlibat dengan segala kesibukan dunia, maka kadan aku harus berdiri di urusan rohani, sesaat kemudian berdiri sepenuhnya di kepentingan duniawi. Setiap hari aku hilir mudik ke sana kemari. Sekarang duniawi nanti sorgawi, nanti duniawi lagi dan kemudian masuk ke urusan sorgawi lagi. Begitu seterusnya hingga aku diam dan berhenti karena merasa kelelahan.

Dalam kelelahan itu aku mencoba untuk melihat bahwa urusan dunia dan sorga bukan berada dalam keadaan yang sejajar, tetapi saling menumpang satu sama lain. Persoalannya adalah, mana yang kemudia menjadi dasar. Jika Kerajan Sorga yang menjadi dasar maka segala kepentingan dunia diletakkan atas dasar peran serta Allah yang kuterima, kuhayati sebagai pengungkapan kasih Allah. Sebaliknya kepentingan dunia yang aku jadikan dasar, maka segala kegiatan rohani akan didasari oleh kepentingan diri dan unjuk kemampuan diri semata. Mengingat akan hal itu, aku memutuskan untuk meletakkan Kerjaan Sorga sebagai dasar. Karena aku belajar untuk semakin kuat ketertarikan kepada Allah Bapa sebagaimana senrang anak kecil dan mau menggantungkan hidupku sepenuhnya kepada-Nya. Sebab DIA akan memelihara hidupku bersama dan melalui orang lain.

Sebuah Refleksi dari Mat 18:1-5, 10-12

{Yustinus Setyanta}

TERIK MENTARI DI SIANG HARI

Hari masih siang saat sang surya masih berjaya pancarkan sinarnya ke bumi. Sengat panasnya seakan-akan membakar semua tempat di daerah sekeliling ini. Walaupun berteduh, pun masih terkena dampak terik panasnya. Hembusan angin yang bertiup tak sangup meredakan udara panas yang ku rasakan.

Kami duduk mencoba mengembalikan ritme napas yang sedari tadi menderu cepat, menghilangkan penat yang ditimbulkan olehnya, menguapkan peluh yang mengucur deras. Di suatu tempat, berlindung dari sengatan sinar matahari. Ada alam raya yang terbentang di hadapan kami, gedung-gedung berdiri tegak menjulang ke angkasa serta sebuah landscape jalan raya beraspal memantulkan sinar matahari menambah teriknya udara panas beserta langit biru di atas sejauh mata memandang. Menoleh ke atas, langit itu berhiaskan awan putih yang berarak tak berarah dihempaskan oleh derasnya kecepatan angin di sana.

Kami duduk dibawah pohon yang tidak begitu rindang, sebagian daun-daun pohon itu telah gugur sementara sengatan matahari siang dengan mencoba membahasakan alam saat itu kami mencoba menghibur diri, bagai awan yang beterbangan di langit biru pikiran melayang-layang, membayangkan tentang tempat yang sejuk, di mana bisa dengan tenang menghirup udara segar tanpa polusi udara asap kedaran, cerobong industri. Tempat di mana bisa mendengarkan suara ayam berkokok bersahut-sahutan di pagi hari, mendengar kicau burung yang berdendang di siang hari, serta suara jangkrik yang melengking di malam hari. Tempat di mana sungai mengalirkan air beningnya, menperdengarkan gemericiknya pada bebatuan di sekitarnya, tanpa ada limbah, sampah maupun kotoran. Keelokannya melampaui kemampuan untuk memikirkan sesuatu. Mungkin tak terbatas kata bisa mendeskripsikannya, hanya bisa terdiam membisu setelah satu kalimat.

Udara panas yang kurasakan membuyarkan semuanya. Sejenak kupandangi matahari di siang itu nempak berjelaga. Tak dapat menatap matahari siang itu, kapasitas cahayanya begitu kuat. Lain halnya ketika fajar menyingsing di pagi hari maupun ketika senja tiba di sore hari saat waktunya matahari mulai tenggelam. Tetapi, ada sebuah tulisan yang menggelitik pikiran, bahwa semua yang kita saksikan tentang matahari itu adalah yang telah lalu. Kita tak benar-benar menyaksikan matahari pada saat itu juga saat memandangnya. Dengan mengandalkan analogi kecepatan cahaya 300 ribu kilometer per detik dan jarak bumi ke matahari sekitar sejauh 150 juta kilometer, kesimpulan itu lahir. Sinarnya baru sampai ke bumi sekitar delapan menit menurut perhitungan itu. Jadi, ketika matahari terbenam di ufuk barat sana, yang kita saksikan itu bukan matahari, tetapi sinarnya delapan menit lebih sedikit yang lalu. Pun ketika fajar, yang kita lihat itu bukan matahari, matahari telah bergerak delapan menit yang lalu. Hanya yang lalu yang kita saksikan. Manusia hanya bisa menelaah cahaya sebatas yang lalu, tak lebih.

Entahlah, terlepas dari benar tidaknya teori itu, hal itu mengalami pembenaran dalam logikaku. Namun kebenaran sejati itu hanya ada pada-Nya. Cahaya, sinar, Cahaya yang memancarkan terang. Yah, Engkaulah terang itu ".........Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yoh 8:12).

 Seperti matahari, tak terlihat, namun dia bisa menyinari semua isi alam semesta. Seperti cahaya, yang bisa dilihat dan tak bisa diraba. Karena cahaya, manusia bisa menggunakan karunia mata yang Engkau berikan untuk melihat. Karena cahaya, manusia bisa melangkahkan kaki mengikuti gerak waktu. Karena cahaya, manusia bisa berpikir tentang jagad raya ciptaan-Nyu. Karena cahaya pula, Engkau bimbing manusia ke jalan-Mu.

Syukurku pada-Mu tak terkira atas semua ini. Misteri-Mu selalu hadir dalam tiap napasku. Karya ciptaan-Mu buatku kecil, bagai sepercik sinar pada milyiaran galaxi. Ilmu-Mu benamkan kesombongku dalam ketidaktahuanku.

Ah... ku harus bergegas. Sepertinya letih telah mereda, peluh telah menguap dan ritme napas pun mulai bisa terkendali. Terlalu lama berdiam diri berarti terlalu lama tak sadarkan diri. Ku harus kembali ke keberadaanku.



(Yustinus Setyanta)

Rabu, 13 Agustus 2014

::. PENA DI ATAS KERTAS .::

Sebuah pena di atas kertas biasa..
Perlahan mengoreskan kata-kata..
Merajut kata antara titik dan koma..
Menuangkan pikiran dan perasaan yang ada..

Tak seelok pujangga merangkai kata...
Tak sehebat sabda-Nya pula..
Yang tertulis penuh makna bagai mutiara..
Aku hanyalah manusia biasa, mencoba merajut kata...

Kau bangga bisa menulis?
Aku juga
Kau bahagia bisa berbagi?
Aku pun juga

Menulis itu, seperti...
Melukis jejak di punggung hati..
Mengukir makna dan imajinasi..
Menyirami hati yang mungkin tersakiti..

Saat mati, tulisan tak turut pergi..
Saat pergi, tulisan masih di sini..
Saat di sini, tulisan ada di sisi..
Di saat hanya sendiri, masih ada DIA menemani...

Menulislah saja..
Rapuh hati, tuliskan saja..
Merah api asa membara..
Tuliskanlah saja..

Untuk yang merakit ilmu dalam kata..
Menjahit asa dalam kalimat yang tertata...
Demi pena dan apa yang di tuliskannya..
Tinta tetap terpatri dalam sabda-Nya..



(Yustinus Setyanta)









::. PENA TINTA DAN KERTAS BIASa .::

Berilah aku pena dan tinta..
Tuk ku tuliskan pungutan kata..
Menjadi untaian kalimat bermakna..
Yang tertuang pada kertas biasa..

Berilah aku pena dan tinta..
Tuk ku goreskan lupan kata..
Menjadi untaian kalimat rasa riuh gelora..
Yang tertuang pada kertas biasa...

Berilah aku pena dan tinta..
Tuk ku torehkan ungkapan kata..
Menjadi untaian kalimat rasa penuh cinta..
Yang tertuang pada kertas biasa..

Berilah aku pena dan tinta..
Tuk ku catatkan ragam kata...
Menjadi untaian kalimat rasa banyak cerita..
Yang tertuang pada kertas biasa...

Berilah..
Berilah aku pena dan tinta..
Untuk mengisi lembaran kertas biasa..


(Yustinus Setyanta)

KEAJAIBAN

Melihat perkembangan seorang manusia seperti menyaksikan sebuah keajaiban. Dari saat bayi itu lahir, demikian lemah dan tak berdaya, tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang lincah bergerak dan tak bisa diam. Dari hanya mampu untuk tidur, bangun dan menangis hingga dapat merangkak, berdiri dan mengoceh dengan suara keras dan tanpa henti. Ya, melihat pertumbuhan seorang manusia ternyata seperti melihat sebuah keajaiban. Dan untuk menikmati keajaiban itu, tidak cukup dengan hanya tahu tetapi haruslah dengan mengalami sendiri. Menyaksikan sendiri. Dan menikmatinya sepenuh jiwa.

Ternyata keajaiban itu bukan hal yang besar. Ternyata keajaiban itu sesungguhnya sangatlah sederhana. Serta dapat kita alami sehari-hari. Jika kita mampu merasakannya. Jika kita mau mengalaminya. Lantas keajaiban apa lagi yang hendak kita inginkan. Sebab pada pengalaman itulah kita mampu menikmati apa yang menjadi karunia terindah kehidupan. Betapa awalnya manusia hanya mengenal kesederhanaan. Pada mulanya hidup itu hanya sebuah permainan. Tak ada ambisi. Tak ada hasrat. Tak ada nafsu untuk menguasai dan memiliki.

Mereka tak tahu bagaimana berenang, mereka tak tahu bagaimana menebar jala. Pencari mutiara menyelam untuk mendapatkan mutiara. Para pedagang berlayar untuk meraup laba. Tetapi anak-anak mengumpulkan batu-batu kerikil dan menebarkannya kembali. Mereka tak mencari sesuatu untuk dimiliki dan dikuasai. Mereka bermain dengan apa yang ada lalu meninggalkannya begitu saja. Dan, bukankah itu sebuah keajaiban yang menakjubkan. Terutama jika kita bandingkan dengan kehidupan kita, orang-orang dewasa, ini? Kehidupan yang demikian keras, penuh ambisi dan keinginan dan semangat tak mau dikalahkan. Tak mau terkalahkan.

Melihat tumbuh kembang seorang manusia sungguh seperti menyaksikan sebuah keajaiban sederhana tetapi juga luar biasa. Keajaiban yang sering gagal kita tangkap saat kita hidup hanya untuk diri sendiri saja. Saat kita hidup hanya demi memuaskan hasrat kita saja. Maka kepada siapa pun yang menyangka bahwa hidup ini menjemukan, atau mengira bahwa hidup ini hanya demi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu saja – bahkan rela untuk mengurbankan apapun juga demi tujuan itu – belajar kepada sang bayi kecil. Sadari bahwa dulu kita pun pernah sama dengan mereka. Bahwa dulu, kita adalah mereka juga.

Sebab tak seorang pun tidak melalui jalan yang sama. Tak seorang pun langsung ada dalam situasi yang sekarang ini. Kita pasti pernah menemukan barang-barang yang tak harus untuk dikuasai. Kita pasti pernah menikmati betapa indahnya permainan sebagai satu permainan, bukan sebagai satu pertarungan untuk menang atau kalah. Tidak. Menang atau kalah sungguh tidak sepenting bermain dan menikmati hidup ini. Dan lihatlah, anak-anak yang mungkin merasa marah sejenak dan menangis dapat langsung tertawa ria ketika menemukan sesuatu yang menyenangkan. Bagi mereka, tidak ada yang penting. Bagi mereka, hidup selalu bermakna hidup. Yang sesungguhnya. Yang senyatanya.

Maka kepada mereka yang berpendapat bahwa keajaiban itu mustahil, saksikanlah tumbuh kembang seorang manusia. Sebab kita semua pernah mengalami hal yang sama. Sebab dulu kita sungguh adalah bayi-bayi kecil mungil yang selalu menyenangkan mereka yang melihat kita. Sebab percayalah, kita pernah menjadi pemilik surga yang sekarang kita tinggalkan dan lupakan. Hidup itu sebuah keajaiban jika kita mau menyadarinya. Jadi mari menyapa hidup kita dan berbisik dalam hati. Kita lahir tanpa membawa apa-apa selain tubuh dan jiwa kita. Kelak, kita pun akan pergi meninggalkannya tanpa mampu membawa sesuatu, sebanyak apapun yang kita miliki sekarang. Percaya dan hidup bersama keajaiban-Nya ini. Sungguh, keajaiban itu masih ada. Dan selalu akan ada. Sebab Tuhan tidak pernah bosan terhadap manusia. Tuhan tidak pernah bosan kepada kita. Dia mencintai kita seutuhnya. Seutuhnya.












(Yustinus Setyanta)

DI DALAM MIMPI

Seorang ibu bercerita dengan penuh semangat, bahwa semalam ia bermimpi-mimpi yang buruk sekali. Dia mimpi dikejar-kejar orang gila. Kemanapun, orang gila itu tetap mengikuti. Saking takutnya, ia berteriak-teriak dalam mimpi dan membuat terkejut si suami yang tidur di sampingnya. Sang suami segera membangunkan dan legalah ibu itu karena semua itu ternyata hanyalah mimpi.

Di dalam mimpi, kita pun bisa merasakan ketakutan yang amat sangat. Mimpi itu seolah-olah menjadi yang sebenarnya, seperti nyata dialami saja. Seandainya bukan sebuah mimpi yang buruk, tetapi mimpi yang menyenangkan atau dalam kata lain mimpi yang indah, mungkin ibu itu akan kecewa ketika di bangunkan. Ibu itu menjadi lega saat dibangunkan oleh suaminya karena mimpi yang ia alami adalah mimpi yang mengerikan.

Kata orang hidup bagai mimpi. TUHAN datang untuk membangunkan kita dari mimpi dan berani menatap kenyataan apapun itu. DIA membangunkan kesadaran kita dari mimpi dikejar oleh kesenangan, dikejar oleh kekhawatiran, dikejar oleh kegilaan kita sendiri yang ingin dipuji dan dihormati. Setelah kita dibangungkan oleh-Nya, adakah kita merasa lega ataukah kita justru menjadi kecewa?

Semoga kita justru malah merasa lega, senang dibangunkan oleh-Nya.












(Yustinus Setyanta)

::. LUMUT .::

Di dalam air yang bergemiricik tak tenang...
Ikan-ikan kecil berenang...
Lumut-lumut pun bergoyang...
Diterpa alun air sungai bergelombang...

Apa yang kami benak kali ini?
Menempuh waktu yang tak sembarang diberikan..
Yang terpaut dalam hidup yang kami jalani..
Berusaha teguh dalam cobaan..
Air yang tenang membiarkan kami layak menapakan kaki..
Namun air yang terdengar gemiricik usil menyapa kami..
Jikalah air yang bergelombang menerpa kelangsungan yang kami pijak ini..
Apa yang akan kami kayuh melewati?

Agarlah kami tetap bersabar..
Untuk tetap tersenyum lebar..
Mencoba menerima layakan dalam setiap perlakuan dan kata..
Memandang dunia..

Kami lumut-lumut merayap di dinding bebatuan..
Berpegang erat dan menghijau sampai ke jaman..
Terpana sinar mentari.. Terpukau olah siraman hujan di sisi..

Kami berdiam diri, membisu menikmati..
Kami juga berpikir merasakan hari..
Selalu bercermin dalam air ini..
Menjaga hati agar iman tak goyah dan mati...


(Yustinus Setyanta)

Senin, 11 Agustus 2014

::. MUTIARA HATI .::

Tak perlu untaian kata
seindah berlian mutiara
karena kau telah mengambil kemilaunya...

Tak perlu mencari samudera
untuk membasuh luka jiwa
karena kaulah air hujannya..

Tak perlu mengambil pelangi
berusaha melukis rona hati
karena wajahmu ribuan warna-warni...

Cukup persembahkan saja
senyum sederhana
untuk menghapus sendu gulana..



(Yustinus Setyanta)





Rabu, 06 Agustus 2014

::. MAWAR PUTIH .::











Di taman hati t'lah tumbuh..
Sekuntum mawar putih..
Mempesona kelembutan warnanya..
Merekah indah kelopaknya..
      Mewangi semerbak harumnya..
      Menebarkan aroma
      rasa bahagia di jiwa..
      Yang tak terungkapkan dengan kata..

Mawar putih..
Kelopakmu menyusun rapi..
Biarlah durimu turut melegkapi..
Pada kokoh ketegaranmu..
Pada lekuk kelembutanmu..
Di dalamnya lubuk hatimu..
      Menjadi taman mawar
      bukan sembarang..
      Durimu membawamu
      ke kesejatian di salsabila..


(Yustinus Setyanta)

J

Memang, selalu saja ada orang-orang yang menjengkelkan kita. Selalu saja kita menemukan orang-orang yang hanya dapat memerintah dan ketika perintah itu tidak kita jalankan, atau kita jalankan namun tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kitalah yang dipersalahkan. Sementara sesungguhnya ternyata, mereka bahkan tidak mampu berbuat apa-apa selain dari hanya memerintah agar keinginannya dapat tercapai. Dan kita juga sering berjumpa dengan mereka yang, walau tak mengetahui masalah tetapi kemudian bersikap seakan-akan paham semuanya. Dan lalu mempersalahkan kita yang tak mampu menangani soal itu. Sulitnya, sering kita tak dapat berbuat apa-apa jika mereka mempunyai kekuasaan, kekuatan atau kekayaan yang jauh melebihi kita. Atau mungkin bahkan atasan kita sendiri. Maka kita sering merasa dikurbankan. Kita tidak berdaya apa-apa.

Atau bisa saja karena mereka adalah orang-orang dekat kita. Dan kita enggan untuk menimbulkan percekcokan hanya karena masalah tersebut, kita hanya bisa berdiam diri. Tidak setuju tetapi tidak menolak. Dan menerima semua kesalahan yang ditimpakan kepada kita dengan pasrah. Tetapi hidup memang sering demikian, toh. Kita harus berjuang melawan diri kita sendiri saat menghadapi mereka yang bersikap demikian menjengkelkan itu. Kita harus berkurban dan merelakan kesalahan yang terjadi menjadi beban kita. Kadang-kadang ada peristiwa yang berada di luar kemampuan kita untuk menanganinya. Kadang-kadang kita harus mengakui bahwa tidak semua hal bisa kita hadapi, bisa kita lawan atau mendapatkan solusinya.

Bagaimana pun juga, kita sering merasakan bahwa dalam hidup ini, banyak hal yang terjadi bukan untuk dipahami atau untuk dimengerti. Tetapi dijalani saja. Dan pertanyaan-pertanyaan ada yang tak perlu dicarikan jawaban tetapi untuk didengarkan saja. Kita takkan mampu untuk merengkuh semua hal. Kita bahkan tak perlu untuk mencoba menyelesaikan semua soal. Kita memang bukan manusia yang sempurna. Kita harus menerima kenyataan itu. Tetapi paling tidak, kita dapat bertahan dengan menerima, menjalani sambil tetap tersenyum pada dunia ini. Kita tidak perlu patah hati dan putus asa menghadapi kenyataan yang ada. Kita justru harus menikmati segala kondisi kita. Sebagai satu kenyataan yang membuat kita berlatih untuk tetap menikmati hidup ini. Sepahit apa pun. Sepilu apa pun.

Kenyataan selalu berarti kenyataan. Apa yang terjadi tak mungkin kita hindari. Tak mungkin pula kita melarikan diri dari kenyataan itu. Sebab itu telah menjadi bagian hidup kita sendiri. Dan selama kita masih hidup, selama kita masih mampu berpikir dan merasakan, selama itu pula kita harus memahami bahwa setiap manusia memang mempunyai ciri khas tersendiri. Mempunyai sifat-sifat tersendiri. Yang unik. Yang khas. Memang tidak mudah tetapi pun sering tidak sesulit dengan gambaran kita sendiri tentang apa yang kita ingini terhadap mereka. Dan selama keinginan kita tidak menguasai hasrat kita untuk mengubah mereka, kita sanggup dan harus dapat menerima mereka sebagaimana adanya. Mungkin dan pasti bahwa kita tidak dapat mengubah sifat dan perilaku mereka, tetapi bagaimana pun, kita dapat dan harus mengubah pandangan kita terhadapnya. Sebab sesungguhnya, kita sendirilah yang bisa menentukan kebahagiaan atau kesedihan hidup ini. Bukan mereka. Bukan orang lain. Maka menerima hidup ini apa adanya, sungguh memampukan kita untuk tetap tersenyum kepada dunia. Memampukan kita untuk tetap dapat bersyukur kepada Sang Pencipta. Karena kita masih hidup. Karena kita telah hidup. Kini. Dan sekarang. Saat ini.



Yustinus Setyanta

Senin, 04 Agustus 2014

KESEIMBANGAN

Dengan was-was penonton menatap pemain sirkus yang meniti tali di ketinggian. Sekalipun penonton tahu bahwa ada jaring yang cukup kuat untuk menerima tubuh si pemain sekiranya jatuh sehingga tidak akan mengalami celaka, namun rasa tegang itu masih tetap meghinggapi para penonton. Pemain sirkus sendiri dengan yakin meneruskan langkahnya. Ia sudah berlatih berkali-kali, dan dia yakin dengan galah panjang yang dijadikannya sebagai alat penyeimbang. Permain itu telah berlatih, telah belajar menyeimbangkan diri dan yakin tidak akan jatuh. Sekalipun jatuh ia pun yakin tidak akan celaka karena jaring yang ada di bawah tentu menyelamatkan.

Para penonton yang tidak pernah belajar dan berlatih sebagaimana pemain sirkus itulah yang dicekam ketegangan yang amat sangat. Sebagaiman kita yang tidak pernah belajar menyeimbangkan hidup, menyelaraskan kehidupan dengan kehendak Allah, yang kurang percaya akan adanya jaring-jaring kasih Allah yang menyelamatkan. Yang senantiasa dicekam oleh ketakutan dan ketegangan yang amat sangat.






(Yustinus Setyanta)

Air

Beningmu bagi permata yang berharga...
Selalu dicari manusia untuk kepentingan segalanya
Sejukmu bagai udara pagi yang belum terkena polusi
Yang menyegarkan pikiran dan hati juga menyehatkan jasmani

Banyak yang membutuhkanmu
Serta begitu banyak manfaatmu
Tapi juga banyak yang menghamburkanmu
Walau kami tahu kau tak pernah habis
Tapi kami tak'kan buatmu menangis
Karna ulah kami yang egois

Terkadang kau sedikit bagai tetesan embun
Dan kau banyak bagai laut
Meski kecil menjadi teman dan keceriaan
Meski besar menjadi musuh dan bencana
Namun kami tetap mementingkanmu
Kau pun dapat melepaskan dahaga

Kau air adalah ciptaan-Nya
Memberikan dengan sukarela
Guna mencukupi kebutuhan hidup
Sehingga kami dapat bertahan hidup

Kami takjub akan siklusmu
Siklusmu bagaikan rotasi bumi
yang tak pernah berhenti berputar
Agar kehidupan kami tetap berjalan
Jasamu tetap terkenang

Tuhan
Terima kasih atas semua kebaikan-Mu
Kami bersyukur atas semua rezeki dari-Mu










(Yustinus Setyanta)

Minggu, 03 Agustus 2014

MENGABAIKAN MANDI

Di perumahan Ali, saat musim kemarau air kran tak mengalir sepanjang hari. Hanya jam-jam tertentu saja mengalirnya air. Jadinya, saat mandi pun harus tepat waktu. Kalau tidak, bakal tak mendapat jatah air. "Ayo kak, mandi" ajak Mia, adik Ali. "Ah, nanti aja. Tanggung, nih" sahut Ali sambil bermain bola dengan temannya. "Nanti airnya keburu mati, lho." "Nanti nenek-menek cerimis bawel......!" Mendengar ucapan Ali, teman-temannya pun ikut tertawa. Akhirnya Mia merasa malu dan meninggalkan Ali. Betul juga kata Mia tadi. Sesampai di rumah, air kran sudah mati. Air di bak pun tinggal sedikit, karena sudah dipakai mandi Ayah, Ibu, dan Mia. Akhirnya Ali hanya cuci muka saja. "iih..., bau kecut! Pasti kak Ali badannya penuh kuman dech, hii....mengerikan" ucapan Mia saat makan malam bersama. "Biar kecut gini, tapi ganteng kan?" sahut Ali. "Ganteng-ganteng kalau bau kecut sama aja boong..." timpal Mia dengan nada mengejek. 

Keesokan harinya Ali malas-malasan saat dibangunkan Ibu "Ali bangun nak, mandi! Air krannya keburu mati lho," jelas Ibu. Ali mengeliat sembari membelalakkan matanya. Dia pun lalu memandang jam di meja belajarnya. "Ah.....masih pagi, dingin pula" gumamnya malas. Dia pun membetulkan selimutnya dan kembali tidur kembali. Beberapa saat kemudian. Ibu membangunkannya kembali. Ali pun bangun karena hari memang sudah siang. Ali lalu mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Akan tetapi, air dalam bak tinggal sedikit, lagi pula air krannya juga mati. "Bu...... Bu.....! Airnya mati ya?" tanya Ali dari dalam kamar mandi. "Sudah dari tadi matinya" sahut ibu. "waduhhi....tidak mandi lagi nih!" guman Ali. Benar juga. Pagi itu dia hanya gosok gigi dan cuci muka.

Sore harinya. Aldi tidak kebagian air kembali. Untuk sekedar cuci muka pun Ali tak bisa. "Hei, itu buat masak, Ali" cegai ibu ketika Ali mengambil air di ember "Lalu gimana nih?" sahut Ali bingung. "Sana minta Bude Narti. Siapa tahu punya air" saran Ibu. Ali pun membawa handuk dan perlengkapan mandi ke rumah Bude Narti. Sesampai di sana. Ali tidak lekas mandi. Akan tetapi, malah bermain bersama anak-anak Bude Narti.

Setelah menjelang petang, Ali baru beranjak untuk mandi. "Mandi dulu, ahh" ucap Ali. "Waduh. Di. Sepertinya air di bak habis, tuh," sahut Bude Narti. "Waduh, tidak mandi lagi donk.....," gumam Ali sembari mengelap peluhnya dengan handuk. "Tapi, kalau buat cuci muka bisa, Di." akhirnya petang itu Ali hanya cuci muka kembali.

Saat mengerjakan PR, Ali tampak tak konsentrasi. Sesekali dia menggaruk tangan, kaki, maupun punggungnya. Kepalanya pun tak ketinggalan dia garuk-garuk pula. "Iih...kak Ali kenapa sih? Dari tadi garuk-garuk mulu" ucap Mia. "Huh...seperti tidak tahu saja! Gatal nih!" "Salah sendri kak Ali nggak mandi" "Airnya dihabiskan kamu sih!" "kak Ali sendiri yang tidak tertib. Sudah tahu airnya giliran, Kak Ali mengabaikan mandi"

Melihat Ali garuk-garuk badannya, Ibu pun segera mencarikan bedak talk. Ibu lalu menaburkan ke seluruh badan Ali agar tak gatal-gatal. Sehingga dia dapat konsentrasi mengajarkan PR dan nyenyak tidurnya nanti. "Ha..ha...ha...! Kak Ali jadi Hanoman, badannya putih semua......!" Ledek Mia terbahak-bahak. Ibu pun ikut tersenyum melihat badan Ali putih semua dan sesekali garuk-garuk badan layaknnya Hanoman, Si Kera Putih. ***

Demikianlah Cerpen dengan judul "Mengabaikan Mandi"

Yustinus Setyanta

::. PAGI YANG DINGIN .::

Pagi yang begitu dingin menyelimuti badan....
Angin yang berhembus diantara ranting dan dedaunan...
Mengisahkan tentang kebangkitan...
Bagi cahaya terang dan musnahnya kegelapan...

Pagi yang begitu dingin menyelimuti raga..
Tegar menantang matahari yang menyirami bumi dengan sinarnya..
Yang menyapa para penghuni pagi dengan kehangatannya...
Dan menghidupkan kembali semagat insan manusia...

Pagi yang begitu dingin menghempaskan penatku...
Merpati cinta mengepakkan sayapnya...
Menyambut bergantinya hari yang baru...
Menebarkan bulu-bulu asmara diantara kita...














Yustinus Setyanta

Sabtu, 02 Agustus 2014

CINTA-NYA MEMASUKI SETIAP RELUNG HATI

Saat aku merenungi hidupku, aku memasuki ruang-ruang yang ada di dalam hatiku. Banyak hal yang tak perlu masih tersimpan, entah kenangan yang menjengkelkan ataupun menyakitkan, entah sisa-sisa kebencian atau borok dan luka karena disakiti orang lain. Selama ini aku tidak peduli akan semua itu, karena bagiku apa yang sudah lalu biarlah berlalu. Ternyata bukan sesederhana itu, aku bisa melupakan tetapi ketika melihat orang yang pernah menyakitiku, rasa sakit itu kembali muncu. Ketika melihat peristiwa lain yang mirip melintas, rasa sakit itu kembali menyayat. Ternyata luka itu tidak cukup dengan ditinggal pergi dan dibiarkan sembuh oleh waktu.

Ketika aku tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat dengan semua sisa dan luka yang ada di hati. DIA mengajari aku untuk membuka lebar-lebar pintu dan jendela yang ada di hatiku. Aku melakukannya, jendela dan pintu itu kubuka lebar sehingga sinar kehangatan kasih-Nya dan kesegaran cinta-Nya memasuki setiap relung di hati ini. Hari demi hari kulalui dengan keterbukaan kepada-Nya, dan hari demi hari pula aku merasakan bahwa hidupku semakin penuh dengan cinta-Nya. Aku yakin kini bahwa semua luka ya ada telah disembuhkan-Nya. Tidak ada lagi rasa sakit yang sehulu pernah mendekam sekian lama. Tak ada lagi dendam dan kebencian sekalipun orang yang pernah menyakiti hidupku berjalan modar-mandir di hadapanku. Bahkan aku bisa menerimanya kembali, dan menyambutnya sebagai dahulu kami bersaudara.

Refleksi diambil dari Matius 19:13-15



Yustinus Setyanta.

UNUVERSITAS KEHIDUPAN

Universitas Kehidupan dimana Allah sebagai Rektornya dan ciptaan-Nya menjadi dosennya. Silabus perkuliahan berikut diktat nya dapat dibaca dalam Kitab Suci yang kita yakini. Bahkan teori-teori yang sangat dahsyat dan rumus-rumus canggih dalam hidup ada dalam Kitab Suci itu.

Materi perkuliahannya sangat banyak. Mulai dari tujuan hidup, menjalani hidup, hingga kematian. Ada juga kelas cinta kasih, kelas kesabaran, kelas perjuangan, dll. Dimana semua mahasiswa tentu mempelajarinya. Lokasinya bisa dimana saja dan kapan saja bisa mengakses mata kuliah dan mempelajarinya serta menerapkannya.

Kadang kadang, Sang Dosen memberikan ujian dadakan. Tetapi bukan berarti tanpa pemberitahuan sebelumnya. Tingkat kesulitan ujian untuk setiap mahasiswa tidaklah sama. Tapi kesulitannya tidak pernah melebihi kesanggupan sang mahasiswa.

Ada yang lulus dengan nilai yang baik. Ada pula yang lulus dengan nilai pas-pasan. Tapi ada juga yang tidak lulus, bahkan memilih mengundurkan diri dari universitas ini. Namun setiap mahasiwanya (orang) di beri kesempatan untuk mengulang memperbaiki nilai, karena Allah mengasihi setiap orang. Setiap orang berkesempatan belajar di universitas ini. Hanya waktu belajar yang dimiliki tergantung pada umur atau usianya masing-masing mahasiswa. Alumni universitas ini bergelar "almarhum". Tapi tidak semua alumni lulus dengan nilai baik. Transkrip nilai akan diberikan setelah para alumni "diwisuda". Nilai-nilai itu menentukan kemana para alumni akan berada di Universitas Abadi. 

Ada banyak hal dalam hidup ini tidak di dapatkan di bangku sekolah maupun di bangku kuliah. Di sini kita akan belajar bersama-sama tentang banyak hal yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengalaman hidup tidak dapat ditukar dengan uang. Setiap pribadi memiliki keunikan tersendiri dan cerita hidup yang berbeda. Menjadi inspirasi bagi orang lain dengan pengalaman hidup yang kita miliki. Universitas kehidupan ada untuk menemukan dan menyampaikan kebenaran tentang hidup. Hidup itu seperti musik, yang harus di komposisi oleh telinga, perasaan dan instink, bukan oleh peraturan yang tidak jelas ujung pangkalnya. Yang terpenting dalam Olimpiade bukanlah kemenangan, tetapi keikutsertaan. Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana bertanding dengan baik.

Di Universitas Kehidupan atau bisa di singat "UNIK" kita akan belajar bahwa kebesaran seseorang tidak terlihat ketika dia berdiri dan memberi perintah, tetapi ketika dia berdiri sama tinggi dengan orang lain dan membantu orang lain untuk mengeluarkan yang terbaik dari diri mereka guna mencapai sukses. Menjadi bagian dari UNIK  karena akan membuat hidup menjadi inspirasi bagi orang lain. Karena kita tidak dapat merubah orang lain namun menjadi penyebab berubahnya orang lain.

Universitas kehidupan adalah tempat kuliah. Manajemen kesulitan adalah jurusan. Penderitaan adalah salah satu mata kuliah. Tetesan keringat dan air mata adalah teman baik di ruang kelas. Kerja keras, cerdas, humanis, serta memiliki kasih adalah suatu tugas-tugas yang harus di kerjakan. Kampung persoalan, masalah hidup menjadi tempat KKN.  Keberanian untuk berbuat adalah sistem pengajaran. Keterbatasan bukan suatu hambatan yang berarti, begitupun kegagalan bukanlah aral melintang yang menghalangi cita-cita dan cinta. Doa dan perjuangan/usaha adalah dosen pembimbing, dan lain sebagainya


Selamat Menjalani Perkuliahan Di Universitas Kehidupan




Yustinus Setyanta

JIKA MENGHITUNG SOAL KEBAIKAN-NYA

Jika aku berhitung soal kebaikan Allah, sungguh tak pantaslah aku bertanya mengenai apa yang akan aku peroleh jika mengikuti Kristus, aku bukan petrus, bukan pula paulus, yang meninggalkan segalanya untuk mengikuti Dia. Aku orang biasa yang hidup di jaman yang jauh dari jaman mereka. Aku hanya mendengarkan nama-Nya dari keyakinan orang lain. Tetapi apa yang aku dengar itu setidaknya merbubah hidupku saat ini.

Memang aku tidakkah sepenuhnya meninggalkan segalanya, tetapi satu per satu keterikatan itu aku kendorkan dan aku yakin suatu saat nanti aku akan terlepas sama sekali. Aku berdada dalam satu tahap perjalanan yang jauh......, dan sayang jika berhenti di sini. Baptis yang sudah aku terima, Krisma yang sudah aku terima, sakramen-sakramem lain yang jauh aku yakini sebagai karunia Allah, menjadi bekal bagiku untuk melanjutkan perjalanan rohaniku. Yang menjadi hambatan utama adalah tarikan untuk menjauh dari Allah, entah darimana asalnya, entah siapa yang melakukannya. Menyadari hambatan-hambatan itu itu adalah upaya untuk mengendorkan ikatan yang membuat aku tergengaruh. Dan karena kasih karunia-Nya, Ia akan melepaskan diriku dari semua ikatan itu serta memberikan kemerdekaan bagiku untuk berjalan dengan penuh kesadaran menuju ke arah-Nya Dia yang akan memerdekakan aku dari belenggu dunia....

( Mat 19:23-30)

{Yustinus Setyanta}