AKSARA HATI - AKSARA HIDUP

Minggu, 31 Mei 2015

.:: NAMA ::.

Jadikan aku meja
untuk meletakkan buku
yang belum rampung dibaca

Jadikan aku kursi
untuk menyangga tubuh ini
yang masih tekun membaca

Jadikan aku lampu
untuk menerangi kata-kata
yang belum habis dibaca

Jadikan aku sunyi
untuk menemani hati
yang masih suntuk membaca

Jadikan aku buku
yang cukup layak untuk
Kaubaca”.

Adalah sebuah nama
yang selalu kutuliskan
Sedang aku sebuah nama
yang tak kunjung kau baca

0, Untai kata,
beriringan menyapa kita,
Terima kasih semua.



(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 23.51 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

::. FOLK .::

Di dalam gerbang kereta, berjalan saat senja
Dingin angin menerobos dari celah jendela
Segala rasa serasa biasa
dan segala sekaligus berbeda

Di gerbong-gerbong
Sebagian kursi masih kosong
Kepala-kepala ini berisi pikiran masing-masing
Hati-hati ini memeka apa saja yang kering
Duduk tenang
Sekaligus melesat diatas rel panjang

Ada titik-titik kecil mengangkasa
Menuju arah segala
Namun ada stu titik yang mereka titipkan pada titik itu
Adalah harapan, selamat sampai tempat yang di tuju

Di dalam gerbong kereta gemerlap cahaya lampu
Sementara bulan mengantung di langit buram
Sendirian
Apakah rembulan berbisik pada bintang
Ah, tiba-tiba aku tersentak
bagai terpelanting
luluh seketika
bagai daun rumput putri malu kesenggol orang

Kereta telah jauh meninggalkan setasiun Gubeng
Menuju kota istimewa
Sejenak aku mendongah keluar
Memandang kuncup mesra dari dalam gerbong
Dan awan mendekati bulan dengan penuh girang


: Perjalanan di kereta api Surabaya - Jogja








(Yustinus setyanta)



Hasil Telusur



Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.18 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Sabtu, 30 Mei 2015

MENGAPA DIAM

Mari kita menari, meski kita bukan penari.
Mari kita bernyanyai, meski kita bukan penyanyi.
Mari kita menulis, meski kita bukan penulis.
Mari kiat melukis, meski kita bukan pelukis.

Mengikuti dorongan, kadang membuat diri kita melakukan apa yang kita pikir tidak bisa kita lakukan. Terpaku pada pikiran, dan kebiasaan kenyamanan, kadang pun membuat kita diam karena merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Menyadari dorongan, akan menentukan baik dan tidaknya yang akan kita lakukan. Ketika Dia memberi dirongan, mengapa kita masih diam dan tidak berbutat dan bertindak.









(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 03.13 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Rabu, 27 Mei 2015

.:: UNTUK SEBUAH NAMA ::.

Disini, dalam relung sebuah hati
Ada rahasia diri yang selalu menyelimuti
Bermain, berlari, menari dan terkadang menangisi jiwa raga ini
Untuk sebuah hal yang tak sanggup dihindari

Untuk sebuah nama yang telah terpatri
Terbungkus rapi dalam sebuah hati
Bertabur bunga mawar yang penuh duri
Menjumputi sejumput keegoan diri

Untuk sebuah nama yang bersemayam dalam hati
Wujudmu tak pernah mati
Walau berjuta keinginan memaksa tuk menguburmu terus
Untuk sebuah rahasia diri yang sungguh sangat sadis

Namamu, rupamu,
jiwamu, hatimu
serta seluruh noktah tentangmu
Tak bisa dapat kusingkirkan lagi
Walau ku tahu cinta harus kumiliki
Aku senantiasa punya hati
Yang kan kutampakan wujud pasti

Untuk sebuah nama yang telah tertanam dalam hati
Semakin aku lari dari hati, semakin jelas tak dapat kuhindari
Semakin aku menghindar, namamu tetap takkan pudar
Namun keelokan hati bagi bunga yang yang sedang mekar

Untuk sebuah nama
Biarlah cinta kita miliki
Biarlah sayang itu kita rasa
Hingga kita tak tersakiti lagi

Untuk sebuah nama yang bertahta dalam hati
Izinkan hati ini terus memelukmu sampai akhir nanti
Karna cinta perlu kita miliki
Dengan segenap rasa yang tak mati






            












   (Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 00.30 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Selasa, 26 Mei 2015

MELAWAN LUPA


Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.12 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Senin, 25 Mei 2015

::. TETEPKAN HATIMU .::

Tetapkan hatimu, diri ini milikmu seutuhnya
dan jangan kau ragu, seharusnya begitu
biarkan semua berlalu semestinya
jangan pernah biarkan kau jatuh dalam ragumu

K'rena hati ini tak mungkin,
serta tak bisa mendua

Tetapkanlah harimu, buang bimbangmu
hilangkan cemburumu, raih harga dirimu
meski kau tahu
hatiku tak mudah berubah
tenagkanlah
tenangkan dirimu, buang amarah
biarkan aku meneduhkan hatimu
woo.....

Biarkan aku menyejukan hatimu
tetapkanlah hatimu
aku ini milikmu....




                  (Yustinus Setyanta) 
 


Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 23.08 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

MISTERI_MISTERI HIDUP

"Kenalkah kau padaku?
Sungguh-sungguhkah engkau mengenalku??
Dia memandangku dengan tajam. Aku terpana dan berdiam diri. Siapakah yang sungguh mengenal diriku? Aku tidak tahu. Sebab terkadang aku bahkan tidak tahu siapakah diriku sendiri. Mengapa aku berbuat ini atau itu. Mengapa aku berpikir begini atau begitu. Hidup sungguh sering terasa asing. Betapa banyak hal-hal yang tersembunyi dari pandangan orang lain. Seakrab dan sedekat apa pun hubunganku dengan mereka, tetap ada satu sudut dalam diriku yang tidak nampak. Tetap ada satu sisi yang berlainan antara kelompok teman yang satu dengan yang lain.

Jiwa yang satu sungguh menyimpan ribuan misteri. Dan kita hidup bersama misteri-misteri itu. Kebenaran seringkali mengabur dalam niat, nafsu dan ambisi kita. Kita hidup bersama topeng-topeng yang kita buat untuk melindungi diri kita dari pandangan orang lain. Kita takut terbuka. Kita takut dikenal. Karena kegagalan kita dalam menaklukkan segala hasrat dan cita kita. Maka kita tenggelam dalam kesalah-pahaman mengenai hidup ini. Kita bahkan menikmatinya sebagai suatu kemestian. Sering bahkan kita ngotot pada pendapat kita yang kita anggap sebagai suatu kebenaran yang mutlak benar.
"

Demikianlah perasaan itu bergejolak dalam diriku saat berhadapan dengan sahabatku itu. Kami mengenalnya sebagai seorang pria yang baik. Dengan istri yang cantik dan dua orang putranya yang lucu dan lincah. Tetapi saat ini, kami menemuinya di sebuah ruang tahanan kepolisian setelah beberapa malam lalu tertangkap tangan sedang melakukan transaksi narkoba dengan seorang wanita. Bahkan istri seorang aparat pula. Dijebakkah dia? Tetapi apa pun sebabnya, satu hal telah tersibak, kebenaran tidak selamanya sama dengan apa yang nampak dalam penampilan sehari-harinya di hadapanku.

Maka berapa banyakkah dari kita yang hidup bersama topeng-topeng indahnya? Berapa banyak dari kitakah yang menikmati hidup bersama bopeng-bopeng tersembunyi di balik pantulan wajah yang lugu dan nampak bersih? Berapa banyakkah? Aku bahkan berpikir bahwa kita semua memang hidup bersama topeng-topeng yang kita kenakan setiap saat, topeng-topeng yang sering berubah-ubah bentuk setiap saat dan setiap kesempatan, sedemikian mudahnya kita menuduh mengganganp dalam penilain buruk orang lain. Tergantung pada siapa akan kita nampakkan wajah kita. Dan inilah misteri-misteri kehidupan di dunia ini.

Kita seringkali tenggelam dalam keasyikan kita terhadap diri sendiri, asik dalam kenyamanan hati kita sendiri. Kita menikmati hidup bahkan dengan melupakan segala apa yang berlangsung di sekeliling kita. Kita hidup bersama, hasrat dan ambisi kita masing-masing. Kita hidup bersama kebenaran kita sendiri. Hanya pada kebenaran kita. Pada batas itu, apa yang baik dan apa yang buruk pun mengabur. Kita hidup dalam bayang-bayang dengan selalu memakai topeng saat menghadapi kenyataan. Menyembunyikan diri kita yang sesungguhnya dari pandangan orang lain. Bahkan dari pandangan orang yang terdekat pada kita sekali pun.

Dengan dipenuhi perasaan kusut dalam hati, kami meninggalkan ruang tahanan itu. Siang dengan cahaya matahari yang terik sedang membakar bumi. Siang dengan cahaya terangnya yang amat menyilaukan mataku setelah meninggalkan ruang sempit yang gelap dan suram itu. Di luar, orang lalu lalang seakan tidak peduli dan tidak pernah peduli pada kekisruhan satu jiwa yang terkungkung. Orang-orang, yang seperti sahabatku dan kami sendiri, hidup dengan topeng kami masing-masing. Tenggelam dalam kehidupan dan diri kami masing-masing. Kebenaran, ah, barang apakah itu?
 
 
 
 
 
 
(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 22.41 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

.:: BERTAHAN ::.

Bertahan aku bisa....
Berpaling aku tak mampu...
Hanya sekejap saja
Berjalan tanpa lelah menyergapku

Kubiarkan semua
berjalan apa adanya....
Namun tak hanya doa rentetan kata
melainkan usaha dan upaya....

Jangan biarkan ku pergi
meski kutak ingin pergi
Jangan biarkan kusedih
meski kau s'lalu bikin perih


(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 22.25 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 24 Mei 2015

WARNA AURA BERHUBUNGAN DENGAN KARAKTER

Setiap warna aura yang terpancar berkaitan dengan sifat seseorang atau kondisi fisik dan piskologis yang sedang dialami. itulah mengapa warna aura seseorang bisa berubah dan berbeda-beda.









(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.43 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

::. BURUNG ENGGANG .::

Sang pemuda berjalan di waktu siang
Mencari bayang-bayang si eggang
Mandaunya tajam dan sumpitnya panjang
dimanakah ia, sang matahari bergoyang

Ada seekor menari dilangit kegirangan
menadah hujan cahaya dari sela-sela dedaunan
Bagai cinta asmara yang telah pasti
tuan akan tahu, si enggang amat cantik, aduhai

Apa bila sang pemuda mendekat
enggang menatap erat
Dua pasang mata jernih saling beradu
juga hati dua makhluk itu

        : merebahkan diri di tanah agung


(Yustinus Setyanta)


Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.37 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

KETERKEJUTAN



Seorang anak sangat terkejut dan gembira karena ternyata di sakunya masih ada sekeping uang seribu rupiah. Seorang bapak tidak pernah terkejut juka menemukan sekeping uang itu terselip di sakunya. Begitu juga seorang ibu, bahkan ketika selembar sepuluh ribu rupiah ternyata terselip di dompetnya.

Sungguh bukan nilai uang yang membuat terkejut dan bergembira, tetapi sikap yang menganggap nilai itu cukup yang membuatnya berarti.
   




(Yustinus Setyanta)

Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.24 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

KARENA KEKOSONGAN

Karena dari kekosongan.....kita membiarkan Rph Kudus bekerja dan mengisinya dengan buah-buah Roh yang jadikan hati dan jiwa kit semakin HIDUP dan di hidupkan.

Siapakah aku ini? tak kuasa aku mengisi kekosongan dari kelemahan dan kerapuhan raga manusiawi. dari kekosongan itu aku membiarkan dan mempersilahkan Roh Kudus untuk bekerja dan mengisinya agar buah-buah Roh itu sungguh mengubah hidupku.








(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.07 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

::. PUKUL SEMBILAN MALAM .::

Sesungguhnya, ialah sepotong hati, diabaikan hingga;
Gerombolan anjing malam menyantap dahaga
Menyepi dari ramai manusia-manusia
yang berpesta pora di tengah hidup nestapa

Apakah hidup bagai permainan dadu
atau anak panah yang melesat maju
meninggalkan kisah-kisah lampau
pada pukul berapa aku harus pulang

tanyaku pada halimun gagu
tiada jawab; sebab
aku bekerja demi seupah

Aku masih bekerja
memeras jantung keringat
sampai berdegu jeri

Doa dari kekasihku menyusup
dalam bayang-bayangku
yang memudar sunyi
menuju pagi




(Yustinus setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 05.44 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Jumat, 22 Mei 2015

::. REKAH PAGI .::

Dengan rona merah yang begitu merekah
Kembang sepatu runduk bagi hujan pagi membasah
Kutilang mengibaskan ekor di dahan kluwih
Bercak matahari di jubah cuaca yang hampir putih

Di antara tenang yang basah ini
Di batas tentram dan sepoi begini
Puisi hanya sisa gigil di kelopak gandasuli
Dingin yang sebentar menghembur lalu pergi




(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 05.16 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Rabu, 20 Mei 2015

::. PUNYA MUSIM LAIN .::

Kita akan punya musim lain
yang belum cukup hujan pun dingin
Belum tentu semi gugur
kemarau; debu-debu berhambur
Akan ada jeda
hening
Ketika
tiada lagi wangi selain bunga-bunga
yang terhenyak menikmati semerbaknya sendiri
dan daun menghijaukan kering tubuhnya yang sepi

      : Kita akan punya musim lain

Saat kejenuhan berbaring di kamarnya
dan waktu berbeda kan terjaga
dari usikan tidur yang lama
dari alam mimpi-mimpi berbalut maya
menjadi kehidupan nyata



(Yustinus setyanta)

Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 22.33 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Selasa, 19 Mei 2015

TEKNOLOGI CANGGIH

Suasana sedikit hening, di suatu cafe, malam minggu. Berempat, saya dan teman-teman, duduk mengitari sebuah meja bulat, sementara di depan kami tersaji cangkir kopi dan beberapa piring roti kering, gorengan, alunan musik yang di mainkan oleh sekelompok band lokal. Di luar, mendung menutup langit meski tak terlidat gelapnya malam, dan sesekali hujan jatuh rintik. Ada yang bertutur tentang politik, ada yang berkisah tentang persoalan ekonomi dan ada pula yang hanya tersenyum, duduk dengan tenang mendengarkan pembicaraan itu. Empat orang lagi, dengan tenang membuka laptop mereka dan nampaknya mulai berkelana di dunia maya lewat hotspot yang tersedia. Tak ada sesuatu yang berarti. Tak ada sesuatu yang mengherankan.

Ku lihat ke seputar. Hanya ada beberapa pegunjung malam minggu kala itu. Meja dan kursi sebagian besar kosong. Pembicaraan teman-temanku nampak menguasai keheningan tetapi tak seorang pun yang mau peduli. Dua orang teman lainnya, yang sedang berkelana di dunia maya, kelihatan serius dan sesekali ada senyum tersungging di bibir mereka. Kami berempat, bermuka-muka secara fisik. Tetapi tiba-tiba ku merasa ganjil. Benarkah kami berempat? Benarkah dua orang teman yang sedang asyik chatting itu bersama kami sekarang?

High Tech. Tehnologi canggih. Di jaman modern ini, kata orang, kemajuan tehnologi telah menghilangkan sekat waktu dan tempat bagi umat manusia. Dan ku melihat pada teman-temanku yang sedang sibuk chatting, mungkin sedang bersenda gurau atau membicarakan sesuatu yang serius dengan seseorang yang tak kami kenal, jauh di ujung bumi sana. Ah, ku sendiri pun tak tahu apa yang sedang mereka ketikkan dalam tombol-tombol keyboard laptop mereka, android mereka. Tetapi tiba-tiba saya merasa terasing dan ada jarak yang jauh antara kami, kami dekat secara raga tetapi jauh, bahkan tidak terhubung sama sekali dalam komunikasi saat kami sedang berhadapan muka ini. Hal ini mengherankan bagiku. dalam benakku jangankan dengan teman yang di bilang orang terdekat pun demukian halnya, sibuk dengan iPod, sibuk dengan android, dan semacamnya, katimbang ngobrol penuh keakraban dan kehagatan.

Dan inilah ironi kemajuan tehnologi sains dan komunikasi. Sering kita merasa jauh lebih dekat dengan seseorang yang berada jauh di ujung bumi daripada seseorang yang sedang berada langsung di depan kita. Bahkan sering kita mengetahui sesuatu peristiwa yang terjadi di daerah-daerah atau negara-negara lain yang jauh sementara apa yang sedang berlangsung di depan rumah kita sendiri, sama sekali tak kita ketahui. Kemajuan tehnologi membuat kita terpesona dan larut dalam beragam informasi yang, bagai gelombang tsunami, melanda kita di dunia maya. Namun, tetangga kita yang saat ini mungkin sedang kesulitan, mungkin sedang menderita, mungkin sedang berduka cita atau mungkin sedang diterpa musibah, luput dari pengetahuan kita. Mengherankan?

Tidak. Saat kita sedang membaca tulisan ini, kita tahu, bahwa kebanyakan dari kita bukanlah mereka-mereka yang saat ini sedang mencari nafkah sambil menjajakan barang di mal-mal mewah. Kita bukanlah mereka yang saat ini berada di perempatan jalan sambil menjajakan koran atau hanya menadahkan tangan. Kita bukanlah mereka yang saat ini sedang menyabit atau mengolah kebun dan sawah sambil dengan rasa syukur melihat ke langit yang mendung. Kita bukanlah mereka yang saat ini sedang berada di tengah laut yang bergelombang sambil, dengan rasa was-was, menebarkan jala dan mengharapkan tangkapan yang cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya. Karena sebagaian besar dari mereka bahkan tak tahu apa itu internet.

Suasana hening, di sebuah cafe, malam minggu. Kami berkumpul bersama untuk berbincang-bincang, namun toh, kami merasa bahwa ada jarak yang terentang antara kami. Walau dekat secara fisik, kami jauh dari hati dan rasa. Komunikasi nampak lebih intens pada tombol-tombol keyboard, pada layar-layar sentuh daripada lewat kalimat-kalimat yang kami utarakan. Maka, saat pertemuan kami nantinya usai, apakah yang tertinggal di memori kami adalah hasil perbincangan antara kami secara fisik, ataukah justru hasil dari perbincangan lewat chatting dengan seseorang yang berada jauh di sana? Entahlah. Di luar cafe ini hujan mulai menderas.



"Ya, Allah Bapa, di era digital dan global ini, utuslah Roh Kudus-Mu kedalam hati setiap manusia, agar sabda kebenaran-Mu dapat membuat kami bijak di dalam menggunakan alat komunikasi dan berkomunikasai dalam kebenaran-Mu. Terlebih bagiku sendiri ya Tuhan agar lebih bijak dan cerdas dalam menggunakan alat-alat komunikasi." Amin




(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.04 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

MUSIM

Hujan deras di pagi hari. Mendung tebal menutupi langit di atas kotaku : jogja. Sesekali petir menyambar bersama suaranya yang bergemuruh menyeramkan. Jalanan masih sepi. Tetapi kami melihat tiga orang anak sedang berjalan dengan mantel hujan mereka, nampak saling berceloteh sambil tertawa-tawa, dan memanggul erat tas yang terkait di punggung mereka. Dengan perlahan mereka melompati genangan air sambil meniti trotoar yang lebar menuju arah ke sebuah SD. Cuaca yang buruk tidak mengusik kegembiraan mereka sama sekali. Panorama ini sungguh mengharukan. Panorama ini membuatku merenung tentang hidup ini.

Anak-anak selalu menakjubkan. Mereka dapat menangis dan marah karena keinginannya tidak dikabulkan tetapi dalam sekejap dapat tertawa gembira karena tawaran lain telah diberikan. Mereka dapat bertengkar karena memperebutkan sesuatu tetapi dalam sekejap larut dalam permainan bersama dengan asyiknya.

Anak-anak memang selalu menakjubkan kita. “Setiap bayi lahir bersama pesan bahwa Tuhan belum putus asa pada manusia” (Rabindranath Tagore – Burung-Burung Liar, 77). Tidak, Tuhan tidak pernah putus asa kepada manusia, memang. Tetapi semakin jauh usia menyeret kita ke arah kedewasaan, semakin jauh pula kita dari kegembiraan masa anak-anak kita. Kita menjadi demikian mudah mengutuk cuaca yang buruk. Kita demikian panjang mengingat kekecewaan kita. Kita demikian lama mengenang kepahitan hidup. Dan, walau Tuhan tak pernah merasa putus asa terhadap kita, kita sering merasa putus asa terhadap-NYA.

Petir menyambar dan anak-anak itu bersorak, walau kami serasa demikian cemas. Namun, mereka bertiga demikian bersemangat sehingga tetap berjalan sambil berpegangan tangan. Dengan wajah yang polos, mereka menembus hujan dengan mantel hujan yang kedodoran. Tanpa takut. Penuh harapan. Sesuatu yang sering terlupakan oleh saya, para orang tua, bahwa hidup, walau penuh dengan kesulitan dan tantangan, selalu menyimpan rahasia berkat yang harus kita nikmati.

Sebab memang, ada banyak hal yang tidak dapat kita kuasai. Ada banyak peristiwa yang tak akan mampu kita duga sebelumnya. Maka haruskah kita merasa kecewa dan sakit hati bila segala sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang kita harapkan? Haruskah kita merasa putus asa bila segala sesuatu yang tak pernah kita inginkan menimpa kita? Haruskah kita kita berpikir bahwa kita telah diperlakukan secara tidak adil bahkan oleh Tuhan sendiri bila segala rencana dan hasrat kita tidak dapat kita raih? Tidakkah kita, seperti juga anak-anak itu, dan kita pun pernah menjadi salah satu dari mereka, dulu, sadar bahwa hidup menyimpan sesuatu yang lebih indah daripada cuaca buruk atau musibah yang sedang berlangsung. Lagi pula, siapakah kita sehingga menghasratkan agar segala sesuatu harus berjalan sesuai dengan ambisi kita?

Hujan deras di pagi hari. Langit kelam. Dan petir. Dan guruh. sembari menunggu hujan reda ku termenungkan ada aja yang di jadikan manusia untuk mengeluh daripada mensyukuri; ketika musim hujan "waah...kok hujan mulu" ketika musim panas ; "wah....kok udara panas" Kembali kupandangi Ketiga anak-anak itu kulihat mereka menghilang di balik deretan ruko dan pepohonan satu dua yang tumbuh di tepi jalan. Dan tiba-tiba kami sadar bahwa kita, sama seperti anak-anak itu, harus tetap melewati musim yang buruk. Harus tetap berjalan menembus hujan dan cuaca yang tidak mendukung. Dan walau, tetap kita wajib melindungi diri ini dengan mantel hujan yang mungkin kedodoran juga, kita mesti dapat menerima segala kesulitan itu tanpa banyak mengeluh. Bahkan menikmatinya sebagai satu anugerah lain dari Tuhan sendiri. Kita toh tidak dapat memilih apa yang baik atau tidak baik sesuai dengan keinginan kita sendiri. “Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Filipi 2:13).









 Jogja-2009
(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.17 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Senin, 18 Mei 2015

::. PAHA .::

Mencari kata
di sela-sela
paha
ku eja huruf, angka
di antara
bait-bait kata



(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 21.55 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 17 Mei 2015

::. TAK LAGI UTUH .::

Diriku dipisah-pisah
Terbelah-belah
Terbagi
oleh masa lalu, masa kini
dan
Masa depan




(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.16 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

.:: JALAN CINTA ::.

Di jalan cinta
kita berjalan
Bersama
Seikatan

  Sambil mengecup
  menghisap
  madu



(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.07 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

::. CUACA .::

Tersihir cuaca
musim pancaroba
Tubuh bercerita
tentang rasa







                    (Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.03 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Rabu, 13 Mei 2015

::. WAJAH MENGGEMASKAN .::


S'lalu saja muncul tiba-tiba
Sebuah wajah menggemaskan
Melambai-mengajak mengikuti angin kepala
Ya, menggemaskan sering bisa kekonangan

     Masing-masing adalah teka-teki
     Mengintai mana palsu, mana yang asli
     Dimana perasaan adalah angin hati
     Dimana kau ditumbuhka dari puing-puing yang subur

Sembari demikian kau pun melenggang
Mengikuti wajah menggemaskan
Tetapi ia gemar menelusup ke dalam serbuk kenikmatan
Ke udara ia melayang-layang

     Bukan sekedar membuat udara seru
     tapi sering bisa menembus masuk
     ke kerajaan untung-untungan
     Di mana kini kita berada:
     di sini gerbang-gerbang terbuka
     yang telah alam menunggu dan ditunggu

Lalu terdengar pula
Gunjingan-gunjungan
Gosipan-gosipan
Di sini-di sana

Walau dibalut gerimis dan sunyi
atau bencana-bencana yang gegirisi
Sebagai isyarat bahwa semua ini
menyimpan lahirnya mutiara-mutiara

Ya, mutiara-mutiara baru nan tak terduga
bisa saja dihari ini, esok, lusa
akan ujud dan pesonanya





(:Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 21.44 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

KEGALAUAN MANUSIA MODERN


Di jaman yang serba cepat ini, dimana semua peristiwa dapat kita ketahui secara langsung pada saat yang bebarengan, dan setiap kejadian itu membuat kita dapat memberikan reaksi dengan segera, ternyata menyembunyikan satu kekosongan besar dalam hidup. Kekosongan yang lahir secara diam-diam, ada tetapi tak terasa. Kecepatan akses setiap hal yang terjadi membuat kita hanya dapat bereaksi secara simultan, datang satu lupa satu, hadir satu pergi satu. Dan diujungnya berdiri dengan ponggah sesosok mahluk yang nyata tetapi tak nampak: ketak-pedulian apa yang telah lalu. Topik kita hanya berada pada masa kini dan sekarang, sehingga segala sebab menjadi terlupakan dan dilupakan. 

Di jaman dimana komunikasi antar manusia berlangsung dengan mudah dan langsung lewat aneka macam perangkat keras yang berada di tangan kita, membuat ketergantungan kita pada peralatan itu menjadi mutlak sehingga kita sering lupa bahwa diri kita sesungguhnya merupakan perangkat yang paling canggih dan tak terkalahkan yang telah dikaruniakan Tuhan sendiri kepada kita. Cobalah membayangkan bagaimana seandainya kita lupa atau kehilangan perangkat keras itu seakan-akan hubungan kita dengan sesama telah putus sama sekali. Padahal, bukankah bersama dan di sekitar kita ada banyak sesama yang mengelilingi kita namun tak kita sadari karena selama ini kita hanya terpaku pada layar kecil di depan kita. 

Jaman memang telah berubah. Penemuan tehnologi sains dan elektronika membuat hidup kita menjadi jauh lebih mudah dan segala yang kita inginkan seakan-akan dapat diraih hanya dengan mengklik sebuah tombol saja. Dan sahabat maupun lawan yang kita punyai semakin banyak dan mudah kita baca dan dengan demikian, mudah pula kita komentari atau bercakap-cakap dengan mereka. Lewat ketikan-ketikan pada tuts yang terkadang sangat kecil, kita merasa betapa kita telah terhubung dengan seluruh kehidupan di muka bumi ini. Namun pada saat ini, kita sering tidak sadar betapa kita telah kehilangan suara kita sendiri. Kita telah menjadi manusia yang berkomunikasi lewat perangkat canggih dan lupa pada karunia percakapan sehari-hari yang penuh keakraban. Kata dan senyum.


- Komunikasi Langsung

Maka pasar tradisional dimana tawar menawar menjadi tali penghubung antar kita perlahan-lahan tergusur oleh supermarket (kata yang canggih dan modern) yang tanpa membutuhkan suara manusia karena harga telah terpampang dengan pasti dan kita hanya menerima begitu saja tanpa menyadari betapa kita ternyata kehilangan senyum manusiawi kita saat harga disepakati bersama. Dan pernahkah kita menyadari ketika seorang sahabat sedang mengalami masalah atau kedukaan, kita seakan-akan telah memberikan perasaan duka dan simpati kita lewat tulisan pendek seakan-akan kita ikut merasakan hal yang sama tetapi sesungguhnya kita tidak terlibat sama sekalli? Pernahkah kita sadari bahwa itu jauh lebih mudah daripada datang dan hadir secara langsung serta ikut membantu persoalan mereka? 

Memang, jaman telah berubah. Dan banyak yang generasi sekarang mungkin tidak menyadari betapa dulu, jika kita ingin mengetik sebuah makalah dengan mesin ketik, memperbaiki sebuah kata atau kalimat bisa berarti mengulang kembali semuanya dari titik dimana kesalahan itu terjadi. Sekarang, hal demikian teramat mudah untuk dilakukan. Atau pernahkan dibayangkan betapa dulu jika kita menonton sebuah acara di TV yang memiliki beberapa chanel, kita harus bangkit dari kursi kita untuk mengganti chanel jika ingin pindah ke lain saluran karena belum memiliki remote-control. Dan jika kita ingin bertemu serta bercakap-cakap dengan teman, kita harus keluar dari kamar kecil kita untuk berkumpul dengan mereka sambil berbagi kisah dan tawa bersama. Sekarang kita kehilangan semua kebersamaan tersebut. 

Hidup mungkin jauh lebih mudah sekarang. Tetapi hidup ternyata juga jauh lebih terasing. Dan membuat kita sangat tergantung pada perangkat keras sehingga kita pun kehilangan wajah penuh senyum dan tawa, upaya lebih keras dan membuat tubuh kita bergerak untuk mencapai apa yang kita inginkan, semangat untuk membantu mereka yang kesulitan dengan turut hadir secara fisik dalam pergulatan hidup sesama. Sekarang dan saat ini, kita hidup hanya dalam bayang-bayang dalam pikiran kita bahwa kita telah berbuat hanya dengan mengetik. Dan bahwa kita telah mengetahui hanya dengan membaca. Kita melupakan serta kehilangan pengalaman langsung. Di ujungnya, berdirilah dengan angkuh walau sering tak disadari, ketidak-pedulian kita kepada hidup ini sendiri. Kita hidup bersama ratusan atau bahkan ribuan teman dan sahabat sementara kita sendirian dalam kamar kecil kita. Sendirian. Dan tetap galau. Atau bahkan makin galau?

- Harapan

Semoga kita semua cerdas dan bijak dalam mengunakan gedgat dan kecanggihan teknologi IT lainya.
 Salam.





(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 06.16 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 10 Mei 2015

.:: TERDENGAR PANGGILAN ITU LAGI ::.

Terdengar panggilan itu lagi, dari arah rahasia
yang tak dapat diraba oleh pelacak apa saja
Perkampungan di sberang sedang mati listriknya
dan televisi di ruang tamu sudah mati sebelum senja

Terdengar suara itu lagi, yah suara....
Seperti dari balik daun telinga
Atau dari balik jiwa
Ah, tidak juga
Mungkin dari dalam gelembung oksigen yang mengalir bersama udara
yang menyentuh bulu-bulu lembut disekeliling gendang telinga......

Terdengar panggilan itu lagi
Bersama atom-atom udara
Yang menyusup dada
Memenuhi rongga hari

Terdengar suara itu lagi, serasa suara Rindu
Mendekat, semakin dekat pada-Mu
Ayo, aku menghadap-penuhi panggilan-Mu
Dengan segenap cinta kan kupeluk Engkau



                (Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 21.22 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

TANGGA







 
Bulan perak di langit
Berlayar di samudera angkasa
Aku naiki anak tangga demi anak tangga
Hingga mencapai puncak jaya














(Yustinus Setyanta)





Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 09.29 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

.:: BERAPA USIA HARI INI ::.

Berapa usia hari ini?
Sehelai bulu matahari
Tanggal lagi oleh gigitan tokek waktu
Pada lipatannya berderet bangkai kisah lalu

     Kata-kata terhambur dari jendela
     Larut dalam hiruk-pikuk jalan raya
     Adakah makna
     Jam tersisa pada cecerannya

Berapa usia hari ini? muda-tua
Ah, uban dirambut belum merata
Dan yang kemarin memutih hiasi kepala
Kini telah lenyap di salon kecantikan pinggir kota

     Kemarin lusa kulihat searang wanita
     Oh, perempuan itu begitu suka mengusap uban di kepala
     Seperti ia usap-belai kepala anaknya
     Sebab pada setiap helainya
     Tertera angka-angka,
     detak jantung yang mulai terengah-engah memikul berat usia

Berapa usia hari ini?
Hitung saja sendiri
Biar sajalah, pola hidup terlanjur
Tak sesuai daur semesta
Jaga makan, jaga jam tidur
Jaga, "berjaga-jagalah dan berdoa......"

Berapa usia hari ini?
Di balik buku harian
kehidupan
Aku hitung sendiri





          (:Yustinus Setyanta)


   
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.39 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Jumat, 08 Mei 2015

kaos 2












Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 02.16 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Kamis, 07 Mei 2015

::. MENATAP PENUH KETEDUHAN .::

Hingar bingar seperti di jalanan
Mengaduh terus hingga kupekak
Jeritan malam memggelegar
Tak terbendung oleh rasa
               Sejenak
               Asa termenung
               Impian melayang
Rembulan selalu tersenyum
padaku............

Menatap penuh keteduhan
Telah tertata rapi ketenangan
Telah usai ketertatihan
Hanya keteduhan yang kurasakan



          (:Yustinus Setyanta)

Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.05 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Selasa, 05 Mei 2015

DAMAI SEJAHTERA

Barangkali tahu seperti apakah pe-rasa-an damai itu. Tahu pula seperti apakah pe-rasa-an sejahtera itu. Tuhan memberikan kedamain bagi kita. Namun Tuhan membedakan antara damai dan sejahtera-Nya dengan damai dan sejahteranya dunia. Dimana letak perbedaannya? Perbedaannya terletak pada rasa di hati. Damai sejahtera-Nya membebaskan kita dari rasa gelisah, cemas dan takut, sementara damai sejahterahnya dunia tetap masih mengurung kita dalam rasa gelisah, cemas dan takut. Dunia menawarkan damai sejahtera dengan mengandalkan materi dan nilai-nilai duniawi, yang kita tahu bahwa di dunia ini tidak ada yang kakal atau abadi atau dalam kata lain fana.

Ketakutan bisa memunculkan situasi damai, tanpa gejolak, tanpa keributan. Ketika dua belah pihak sering mengancam dan keduannya takut terhadap ancaman lawan, maka kedua pihak akan menahan diri dan damai pun terjadi. Namun damai yang terjadi di sini seperti sekam yang menyimpan api di dalamnya atau api di dalam sekam. Ketika semua pihak tidak peduli dan menganggap bahwa orang lain itu bukan urusannya, maka kedamaian pun dapat terjadi. Kedamaian yang lahir dari sikap tidak mau saling mengusik, saling mengganggu. "Aku tidak akan mengusik kamu, jadi tolong ya akupun jangan kamu usik" begitu dan semacamnya. Inilah prinsip kedamaian yang semarak, berkembang di kota-kota besar. Inilah damainya dunia, damai yang kering bagaikan ilalang di pandang tandus yang kering kerontang. Damai yang mudah goyah dan tetap memendam ketakutan, kecemasan serta rentan terhadap usikan yang kecil sekalipun.

Sejahteranya dunia barangkali terjadi karena perjuangan untuk bisa memenangkan persaingan, untuk bisa mengalahkan pihak lain atau bahkan malah memanfaatkan orang lain. Maka kesejahteraan dunia dibangun di atas sikap menindas dan membudak orang lain. Sejahteranya dunia juga dibangun diatas ketidakpedulian pada orang lain, harta demi harta dunia terus dikumpulkan dan ditimbun entah dengan alasan jaminan masa depan atau apapun. Akhirnya sejahtera yang seperti ini melahirkan rasa cemas dan khawatir bila apa yang menjadi sumber kekuatan untuk bisa memanfaatkan orang lain itu berkurang atau hilang. Sejahtera dunia mengikat untuk tidak memalingkan wajah barang sekejap saja terhadap dunia, sebab akan khawatir jika berpaling sekejap maka yang dimiliki akan direbut orang lain, kesempatan akan diambil oleh orang lain. Damai sejahtera dunia, mengurung dan membelenggu kita untuk semakin terikat, melekat pada dunia. Ikatan yang diadakan oleh dunia untuk membelenggu adalah ketakutan dan kecemasan.

Kristus memberikan damai sejahtera yang tidak seperti itu, Ia meninggalkan damai sejahtera yang berlawanan dengan arus dunia. Damai yang Ia tinggalkan adalah damai yang berlandaskan kegembiraan karena kasih Allah yang meluap, melimpah ruah. Sejahtera yang Ia berikan adalah sejahtera yang berlandaskan sikap penyerahaan diri kepada Allah. Damai sejahtera yang Ia wariskan tidak tergantung pada sikap dunia melainkan pada sikap Allah. Maka penguasa dunia tidak berkuasa sedikitpun atas diri Kristus. Sikap inilah yang Ia wariskan, sikap yang terorientasi sepenuhnya kepada Allah Bapa.

Refleksi :

Kemana aku memalingkan wajah? Kemana aku senantiasa mengarahkan pandangan? Dunia dengan segala pesona dan kegemerlapannya begitu memukau perhatianku dan begitu memanjakan pandanganku. Tetapi di balik semua itu, aku pun menyadari bahwa tidak ada pesona dunia yang tidak akan berakhir. Lewat, berlalu begitu saja dalam sekejap. Sebanyak apapun harta yang dimiliki oleh manusia, sebesar apapun kuasa yang ada pada manusia, suatu saat akan berakhir, akan runtuh. Dunia membelenggu setiap manusia dengan ketakutan akan berkurang atau berakhirnya kekuatan yang di tawarkan.

Aku.............
oh aku adalah murid Kristus, dan Ia yang mengasihi semua murid-Nya telah memberikan teladan sikap untuk aku ikuti, dunia berusaha menguasaiku dengan berbagai cara, tetapi Dia membebaskan aku untuk menentukan pilihan. Dunia berusaha mengikat dan membelenggu dengan berbagai cara, tetapi Dia memerdekan diriku untuk tetap berdiri sebagai manusia yang untuh dan penuh dalam kesadaran serta keberanian untuk mengambil keputusan. Dunia menebarkan ketakutan dan kecemasan, sementara Dia memberikan harapan dan kegembiraan.

Oh....kemanakah aku, dengan kesadaran yang penuh, akan memalingkan wajah. Kepada dunia ataukah kepada Allah. Kemanakah aku akan mengarahkan pandangan dengan penuh percaya diri, ke arah dunia ataukah ke arah Allah. Di sinilah kemudia Roh Kudus berperan. Roh Kudus berperan sebagai penghibur, pembimbing, dan menuntunku serta mengajari aku. Roh Kudus mendayai aku. Roh Kudus membuka mataku. Roh Kudus pula akhirnya aku bisa merasakan kepenuhan damai setahtera karena Damai Sejahtera-Nya ada dalam diriku. Amin






(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.58 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

.:: CEMARA BUKAN BUNGA ::.

Aku bukan bunga yang kau pikat tadi
tak dapatlah jadi bunga merona
k'rena aku cemara menari gaya sendiri
tak dapat aku sepadan bunga lalumu

Rangkul aku sebagaimana teduhnya cemara
pandang aku , sebagaimana hijaunya cemara
cintai aku pasal rindang cemara
aku cemara bukan bunga

Ku tak berwarna dan bermadu
badanku tetap di pendirianku
walau pun kau mau itu
aku cemara bukan bunga

Hidup lalumu kumbang bunga
sayang, aku bukan bunga
tak sudiku telan terima
pikiranmu aku bunga
hargaiku sebagai cemara

    Menarilah kau di dahanku,
    bersiulah
    jadilah kau burung camar
    tuk buat riangku berjingkrak


                                   (Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.44 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

KELUAR-MASUK

     Jika aku renungkan hidupku. Ketika aku mengalami ketakutan dan kecemasan, maka pantaslah jika aku bertanya pada dirikus sendiri, adakah aku telah masuk melalui pintu itu? Ketika aku tidak tahu harus berbuat apa dan segala sesuatu menjadi tampak membingungkan, kembali aku bertanya; apakah aku sudah keluar melalui pintu itu? Demikian jika aku melihat situasi masyarakat, gerja. Manakala ada ketidakharmonisan dalam hidup memasyarakat, menggereja, keluarga, mestinya kita pun bertanya adakah kita sudah masuk dan keluar melalui pintu itu?

     "Jika pintu yang satu tertutup ada pintu yang terbuka" Kalimat itu kadang berhenti bagai sebuah penggalan syair dari sebuah lagu. Selama ini menggunakan norma sebagai pintu untuk masuk dan keluar. Namun seringnya menemukan kenyataan, bahwa belum tentu orang yang masuk melalui pintu norma itu adalah seorang gembala yang benar.
 
 Jika aku melalui pintu norma itu untuk keluar, belum tentu aku akan menemukan rumput segar. Kini, Dia adalah pintu dimana aku bisa keluar dengan penuh percaya diri dan bisa masuk dengan rasa aman.








(Yustinus Setyanta)

Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.28 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Sabtu, 02 Mei 2015

NOSTALGIA

Sebagaimana banyak orang mengenang bagaimana sejumlah tempat atau jalan yang dulu lancar dan kini macet luar biasa, saya juga ingat beberapa waktu lalu Jogja tidak dirundung banyak kemacetan apalagi disaat jam sibuk terlebih dimusim liburan. Jalan yang menghubungkan orang-orang dari pinggiran ke dalam kota. Bahkan dari luar kota sekali pun, rasanya cukup nyaman, kalau mood sedang ingin mgebut bisa kurang dari satu jam, dari desa nenek saya ke kota. Kini perubahan berlangsung sangat cepat. Keadaan seperti keadaan sekitar beberapa tahun lalu tadi, kini terkubur sudah dalam kenangan.

Komputer pertama mulai bermuncul menggantikan mesin tik dan kalkulator. Perlahan-lahan perubahan terjadi. Kemudian manusia mengenal modem. Ketika kecepatan modem dipertanyakan. Mulai muncul yang lebih cepat lagi. Kelanjutan cerita Anda tahu, karena itu tentu bagian dari cerita hidup Anda juga. Modem yang semakin cepat. Chip yang lebih cepat. Hard drive berkapasitas gigabyte. Yahoo. Amazon. Video streaming. Blackberry. iPod, smartphone, dan entah apa lagi.

Setiap kali orang bicara mengenai perubahan itu, barangkali muncul kutipan dari McLuhan, "the medium is the message", meski di antara 100 pengutipnya, hanya dua atau tiga yang membaca bukunya. Tidak apa. Marshall McLuhan sereleven The Beatles, apalagi bukunya, Understanding Media: The Extension of Man, terbit bersamaan meledaknya Beatles di Amerika, sekitar tahun 1964. Mereka sama-sama produk 60-an, hard-rock, psychedelic, new age. Dalam pandangan waktu itu, munculnya media elektrik di abad ke-20, seperti telepon, radio, film, televisi, akan mematahkan tirani teks (sebutlah buku) yang membentuk pikiran dan cita rasa (individual) kita. Kita di ambang zaman ketika simulasi teknologi yang berhubungan dengan kesadaran, membuat proses kreatif untuk mengetahui (mendapat informasi) akan segera menjadi kolektif dan mulus di antara seluruh masyarakat.

Dari waktu ke waktu orang cenderung tidak membedakan antara isi berita dan mediumnya. Orang tak pernah menaruh perhatian apalagi curiga pada medium. Disitulah McLuhan mengigatkan. Baginya, isi tak lebih dari "sekerat daging segar yang dibawa pencuri pembobol rumah kita, untuk mengalihkan perhatian anjing penjaga di dalam otak" Anjing penjaga di dalam otak? Adakah watchdog di dalam otak manusia? Kalau iya, apa bentuknya? Yang dimaksud di situ kurang lebih consciousness, kesadaran, atau istilah dalam bahasa Jawa yang paling mendekatinya, eling. Terlena pada semata-mata isi, orang abai teriadap kenyataan bagaimana bentuk medium mengubah kesadaran kita.

Lihat ini. Kini, perlahan-lahan orang menimggalkan kebiasaan membaca produk cetak, buku, majalah, koran. Layar gadget menggantikannya. Dalam istilah Nicholas Carr, proses membaca buku adalah proses pembacan yang bersifat linear. Orang fokus pada satu hal. Berbeda dari proses pembacan lewat layar komputer. Carr menyebutnya hyperlingks. Orang meloncat ke sana- kemari, tidak fokus pada satu hal.

Implikasi dari perkembangan tersebut sudah kita rasakan. Informasi yang seperti air bah membanjiri otak kita. Barangkali itu memang menjadikan kita lebih tahu, serba tahu, sok tahu, tetapi bersamaan dengannya kesadaran mencerna kita menurun. Itulah dimensi otak baru manusia.

Perhatian, kesantunan, empati, tepa selira, kepedulian merosot. Ah....kadang saya kangen, bukan hanya pada kelengangan jalan waktu itu, pada suasana alam pedesaan yang kini telah berubah menjadi belantara gedung-gedung bertingkat, mall-mall yang serba glamor, tetapi juga pada otak lama manusia..........

Sekian sekelumit udar rasa kita.
Salam


(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.35 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

"SAYYY............"


Judul itu adalah kepanjangan dari kata sayang. Biasanya digunakan sebagai ungkapan rasa cinta, baik asmara maupun non-asmara. Begini contoh yang saya lihat di media sosial. "Pagi sayyyy........Lovee bangettt dech sayyy....."

 - Diri.

Pada situasi yang seperti apakah, mengucapkan kata yang bermakna sayang? Yang jelas ketika hati lagi senang, problema nyaris tidak ada dan ketika hubungan dengan pihak lain berlangsung baik-baik saja, bukan? Tetapi, bagaiman kalau dalam perjalanan waktu sebuah hubungan pertemanan, asmara, bisnis, rekan-rekan kerja, keluarga menjadi tidak baik? Atau error? Apakah "nyanyian" bermakna sayang itu masih akan disuarakan? Barangkali pertanyaan saya ini konyol sekali. Mungkin juga Anda akan setuju untuk diam saja atau mengatakan: "Ya ngapain juga......" atau bergumam "ah udah lelah jiwa dibanjiri pertanyaan mulu bikin bete tauk....."

Pada waktu saya membaca sejuta kata sayyy di media sosial, saya teringat akan betapa semaraknya kemunafikan bukan pada diri orang-orang tetapi bagai debu beterbangan mengepul seperti debu tertiup angin dikala musim kemarau yang siap menempel pada diri orang kapanpun dan dimanapun berada. Tetapi, membaca ekspresi itu, kok seperti diingatkan bahwa lidah ini benar-benar tak bertulang. Tak ada saringannya, asal bicara saja.

Jika kita melihat ke dalam diri, di beberapa kejadian tidak menganggap seseorang yang patut disayangi, tetapi melakukan perilaku yang bisa disebut munafik itu karena ada agenda tersembunyi, ada sesuatu yang diharapkan serta dilakukan untuk kebutuhan pribadi.

Seorang manajer hubungan masyarakat beberapa kali menguhubungi rekannya untuk meminta data beberapa orang tenar dan kaya di kotanya. Ia tak pernah lupa untuk memulai percakapan atau pesannya dengan hope that you are well. Kemudian dilanjutkan dengan mengajukan permohonan, dan sebagai penutup ia akan menulis atau mengucapkan: "Aku tunggu ya darling. Lovee you sayyy......". Tetapi, kalau giliran aku lagi butuh, ia bahkan tak pernah menjawab pesan atau mengangkat telepon. Pernah kesal, kemudian pikiran kesal itu tak ada gunanya sama sekali. Lalu memutuskan untuk berperilaku seperti dirinya. Ia adalah satu dari sekian manusia dalam hidupnya yang mengajarkan kemunafikan yang menguntungkan. Eh....kadang aku malah bingung apakah aku harus berterima kasih atau sama sekali tidak.

- Bermakna
          
Ungkapan kasih sayang semacam itu dibutuhkan dalam dunia ini. Mau munafik atau tidak alasannya. Mencium pipi kalau bertemu, mengirim kado ulang tahun rekan bisnis, mengirim kerangan bunga saat dilangsungkan pernikahan, pembukan kantor baru, meluncurkan produk baru. Dan, tindakan itu masih disertai ucapan: "Selamat ya, panjang umur, sehat dan sukses. Usaha dan kariernya lancar." sebuah ungkapan yang meluncur dengan mulus tanpa halang rintang seperti sebuah mobil berlari kencang di jalan bebas hambatan. Sebuah ekspresi yang sering dilakukan tanpa berpikir panjang.

Bagaimana kalau yang dikasih ucapan benar-benar panjang umur, sehat, enteng rejeki, usaha lancar itu ternyata sukses sekali dan kebetulan bermain di dalam industri atau bidang yang sama dan pada akhirnya mengalahkan diri sendiri? Tidakkah itu menimbulkan iri hati dan bisa jadi berakhir untuk menjatuhkannya? Waaa......padahal nie, kesuksesan itu juga bisa jadi karena ucapan selamat yang sudah mirip doa, yang dilakukan saat dia baru memulai usahanya. Atau sebaliknya, bagaimana kalau yang di sayyy, kan, kemudian terjatuh, ternyata koruptor, ternyata pembunuh, atau sesuatu yang mengancam hidup kita? Masihkah mulut akan bernyanyi mengekspresikan ungkapan kasih sayang itu? Benarkah masih mau menyayangi yang membuat hidup di ujung tanduk?

Salah satu kejahatan yang bisa dilakukan sebagai manusia adalah bukan kemunafikan, melainkan melakukan sesuatu tanpa memiliki makna. Memeluk orang tanpa makna, berbicara ceplos aja tanpa makna, mengirimkan karangan bunga tanpa makna, mendoakan tanpa makna, dsb. Bermakna itu tidak mengandung agenda apa pun. Makna berbeda dengan menaikkan awareness, berbeda dengan material promosi. Karangan bunga di sebuah acara yang ukuranya raksasa disertai nama si pengirim berikut nama perusahaan yang sama ukurannya bahkan mengalahkan ucapan selamatnya, itu bukan bermakna. Itu bentuk sebuah keegoisan yang cantik, sebuah ucapan yang bukan datang dari hati, melainkan datang dari bagian pemasaran.

Tak menetapakan yang pasti, mungkin saja sulit sekali menghilangkan kemunafikan, tetapi nurani memberikan alat, obat manjur untuk mengurangi hal itu serta mencegah menganggap, menunjuk borok kemunafikan orang lain katimbang melihat diri. Begini. Jangan berpikir panjang soal apa yang akan diungkapkan. Tetapi, pikiran apakah yang benar-benar gembira atau bahagia dengan apa yang di nyanyikan dari lidah tak bertulang. Benar-benar bahagia itu artinya yang benar berbahagian itu aku yang bernyanyi. Aku benar berbahagia teman panjang umur, aku benar berbahagian usahanya yang aku daokan maju dan mengalahkan usaha aku, dsb, tanpa ada rasa terancam dalam diri dan tersaingi.

Semoga kalau kita gembira, bahagia, sedih, galau, kalau kita tak punya agenda yang tersembunyi, itu bisa mengurangi sebuah kepalsuan hidup.














(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.24 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

::. HURUF .::


Wahai huruf-huruf
keluar di ujung
          Bolpoin
          Seregu
          Serombongan

O, berbondong-bondongan
Beriring-iringan
Mendarat gembira
Memakai parasut tinta
Sana-sini jebarat-jebret
Akhirnya jadi sederet
Bawa kursi malas
Keadaanya lebih dari berbagai hal yang bias.

Huruf-huruf menyergapku
Rupa menenbar pesona
Huruf itu membuka mataku
Hanya sedikit celah tersisa

Aku menatap huruf-huruf
Yang muncul cemerlang
Mendesakkan tatapan pada huruf-huruf
Hal tak penting terasa genting

Tulisan menyita perhatian
Seakan punya kadar cengkraman
Lebih daripada
Atau sekedar saja



          (: Yustinus Setyanta)



Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 08.15 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

.:: EKSTASE ::.

Mengecup cahaya
Sampai nyala...
   Mendekap sinar
   Hingga berbinar... 



(Yustinus Setyanta)





Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.42 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

BEDA KECEPATAN

Sebush pedati tentu tidak lebih cepat dari sebuah mobil ketika melaju di jalan raya. Tetapi jika dalam sebuah perjalanan, sang pengendara mobil dan pengendara pedati diminta untuk bercerita mengenai apa yang mereka lihat di sepanjang perjalanan, tentu cerita si pengendara pedati lebih banyak daripada si pengendara mobil.

Hidup bagaikan sebuah perjalanan. Ketika kita terlampau cepat menjalaninya, ada banyak hal yang tidak mampu kita ceritakan.






(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.31 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

INGATAN

Ingatan....yah......., kita punya segudang ingatan. Dari semuanya itu, ada yang masih bisa kita lihat dan perhatikan kembali, namun ada yang sudah demikian kusam sehingga tidak lagi bisa kita perhatikan. Ada yang terdiam di bawah tumpukan segunung ingatan-ingatan lkain, tetapi ada yang selalu saja nongol di atas dan menyita perhatian kita. Yah....., kadang kala kita merasa lelah dan terduduk diam melihat semua itu............

Pada saat kiata diam ituklah, Roh Kudus mengambil selembar lalu membersihkannya dari debu, bahkan kadang menulis ulang.....supaya kita dapat belajar bahwa di dalam setiap lembar itu ada nama-Nya yang tertulis.













(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 07.21 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Jumat, 01 Mei 2015

::. ISYARAT ANGIN .::

Ada isyarat angin yang menyentuh diri
seperti suara yang membahana..
Yang kuatkan jiwa hingga
ke lembah-lembah hati...



(Yustinus Setyanta)





Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 05.54 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

::. KISAH .::

Aku tak lupa dongeng-dongeng yang ia sampaikan...
Yang menyisahkan lembaran-lembaran...
Pun ia nyanyikan dengan anggun... 
Kisah-kisah berbisik pada daun...


(Yustinus Setyanta)





Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 05.51 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

MEMAHAMI

Memahami adalah mengerti relasi atau hubungan yang terjadi akan dua hal atau lebih. Memahami hidup dengan benar, berarti mengerti relasi yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang dialami di dalam kehidupan ini. Mengapa bisa begini, mengapa begitu, mestinya proses yang terjadi adalah demikian, semua itu merupakan serpih-serpih pengertian yang memenuhi sebuah pemahaman. Pola sebab-akibat biasanya yang kemudian digunakan sebagai landasan bagi sebuah pengertian.

Dalam pola sebab-akibat, memahami Allah sungguh tidak mungkin, karena kita tidak akan menemukan sebabnya. Jika hal ini dipaksakan, maka Allah menjadi sebuah obyek yang kemudian terlepas dari ke-Allah-anNya sendiri. Yang bisa kita lakukan adalah memahami kehendak-Nya, karena kehendak-Nya itu bersebab. Satu-satunya yang menjadi sebab dari kehendak-Nya adalah Dia mengasihi manusia. Kasih-Nya menjadi sumber penyebab semua yang terpancar dari-Nya. Kasih-Nya menjadi satu-satunya alasan Dia berkehendak. Dengan demikian memahami dengan benar, adalah menempatkan setiap peristiwa sebagai kehendak yang merupakan ungkapan dari kasih-Nya.

Ketika kita gagal, ketika jatuh, hal itu bukanlah hukuman atau kutukan dari-Nya, namun Dia berkehendak agar kita menyadari kekurangan dan keterbatasan kita. Yang acapkali terjadi ketika jatuh dan gagal adalah menyalahkan orang lain atau nasib buruk yang menyebabkan kita jatuh dan gagal. Bahkan kita menyalahkan Allah dan menjadi tidak percaya kepada-Nya. Ketika kita sakit dan menderita, hal itu bukan kutukan dan hukuman, tetapi Dia memberi kesempatan bagi kita untuk lebih mendengarkan Dia berbicara. Yang umum terjadi kemudian adalah, kita lebih banyak mengeluh dan merintih. Kita lebih sibuk memohon dan terus berbicara kepada-Nya tanpa memberi kesempatan bagi-Nya untuk berbicara. Kita enggan diam, dan mendengarkan apa yang sebenarnya Dia kehendaki pada diri kita. Demikian juga ketika kita mengalami kegembiraan dan kebahagiaan, hal itu bukanlah hadiah atau upah karena kebiasaan kita, tetapi Dia memberi kesempatan bagi kita untuk berbicara kepada-Nya. Yang sering terjadi, kita bukan bersyukur dan bebicara kepada-Nya, melainkan sibuk berbicara dengan keinginan dan impian-impian kita sendiri.

Aku belajar dan belajar memahami kehendak-Nya dengan benar dalam kehidupan ku sehari-hari.






















(Yustinus Setyanta)
Diposting oleh Aksara Hidup Aksara Hati di 05.46 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Arsip Blog

  • ►  2021 (4)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
  • ►  2020 (12)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (7)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (18)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (120)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (9)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (21)
    • ►  Maret (17)
    • ►  Februari (23)
    • ►  Januari (19)
  • ►  2017 (124)
    • ►  Desember (22)
    • ►  November (16)
    • ►  Oktober (19)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (14)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2016 (144)
    • ►  Desember (12)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (12)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (13)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (18)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (22)
  • ▼  2015 (355)
    • ►  Desember (32)
    • ►  November (22)
    • ►  Oktober (20)
    • ►  September (32)
    • ►  Agustus (31)
    • ►  Juli (15)
    • ►  Juni (30)
    • ▼  Mei (40)
      • .:: NAMA ::.
      • ::. FOLK .::
      • MENGAPA DIAM
      • .:: UNTUK SEBUAH NAMA ::.
      • MELAWAN LUPA
      • ::. TETEPKAN HATIMU .::
      • MISTERI_MISTERI HIDUP
      • .:: BERTAHAN ::.
      • WARNA AURA BERHUBUNGAN DENGAN KARAKTER
      • ::. BURUNG ENGGANG .::
      • KETERKEJUTAN
      • KARENA KEKOSONGAN
      • ::. PUKUL SEMBILAN MALAM .::
      • ::. REKAH PAGI .::
      • ::. PUNYA MUSIM LAIN .::
      • TEKNOLOGI CANGGIH
      • MUSIM
      • ::. PAHA .::
      • ::. TAK LAGI UTUH .::
      • .:: JALAN CINTA ::.
      • ::. CUACA .::
      • ::. WAJAH MENGGEMASKAN .::
      • KEGALAUAN MANUSIA MODERN
      • .:: TERDENGAR PANGGILAN ITU LAGI ::.
      • TANGGA
      • .:: BERAPA USIA HARI INI ::.
      • kaos 2
      • ::. MENATAP PENUH KETEDUHAN .::
      • DAMAI SEJAHTERA
      • .:: CEMARA BUKAN BUNGA ::.
      • KELUAR-MASUK
      • NOSTALGIA
      • "SAYYY............"
      • ::. HURUF .::
      • .:: EKSTASE ::.
      • BEDA KECEPATAN
      • INGATAN
      • ::. ISYARAT ANGIN .::
      • ::. KISAH .::
      • MEMAHAMI
    • ►  April (36)
    • ►  Maret (44)
    • ►  Februari (27)
    • ►  Januari (26)
  • ►  2014 (492)
    • ►  Desember (27)
    • ►  November (23)
    • ►  Oktober (48)
    • ►  September (36)
    • ►  Agustus (43)
    • ►  Juli (40)
    • ►  Juni (51)
    • ►  Mei (59)
    • ►  April (62)
    • ►  Maret (43)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (53)
  • ►  2013 (121)
    • ►  Desember (37)
    • ►  November (56)
    • ►  Oktober (28)

Mengenai Saya

Aksara Hidup Aksara Hati
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.