Semua agama bertujuan mendekatkan, atau kalau bisa menyatukan manusia dengan Tuhannya. Menyatu dengan Tuhan bisa juga di artikan hidup seseorang selaras dengan kehendak (jalan atau gerak) Tuhan. Meskipun agama sudah bisa menjadi gerakan massal, dan terlambangkan, namun tidak semua pemeluk agama bisa menyatu dengan Tuhannya. Bahkan, banyak yang menjalankan perintah agama sekedar formalitas belaka. Sementara perilaku sehari-hari mereka, justru menjauh dari jalan Allah, dengan perilaku korupsi misalnya.
Gerakan menyatu dengan Tuhan, mirip dengan gerak planet mengorbit bintang, dan gerak bintang mengelilingi inti galaksi. Hanya sedikit yang bisa mendekatkan apa lagi menyatu dengan bintang atau inti galaksi. Maka, gerakan untuk mengupayakan penyatuan diri dengan Tuhan, hanya akan berhasil mengantarkan satu dua orang. Lainnya hanya sekedar ikut hura-hura, sementara perilaku sehari-hari tetap saja sama dengan sebelum masuk ke dalam gerakan tersebut. Mereka inilah yang bisa vikol, ekstrem, dan fanatik.
Sementara mereka yang bisa menyatu dengan Tuhan, akan rendah hati, dan justru menyembuyikan apa yang sudah di raihnya, dengan berprilaku bisa sebagaimana layaknya anggota masyarakat. Gerakan karismatik yang mulai ada pada periode 1955-an, merupakan upaya pembaharuan untuk mendekatkan, bahkan kalau bisa menyatukan para pengikutnya dengan Tuhan. Gerakan seperti ini bukan sesuatu yang sama sekali baru, juga bukan identik dengan Protestan/katolik/anglikan/ortodok.
Gerakan keagamaan selalu mengarah ke dua kutub. Bisa ke ekstrem kiri, bisa pula ke ekstrem kanan.
Ekstrem kiri bercirikan liberalisme, pluralisme, bahkan kadang juga sekularisme. Ekstrem kanan bercirikan ekskluivisme, kenservativisme, dan fanatisme. Ekstrem kiri berpotensi radikalisme yang menghancurkan lambang keagamaan dari dalam, atau melahirkan sempalan (cabang, aliran, sekte) baru dalam agama tersebut. Sementara ekstrem kanan berpotensi menumbuhkan radikalisme terhadap "pihak lain" diluar kelompok.
Untunglah, bahwa mayoritas pemeluk agama justru tidak ingin ngotot dekat, apa lagi menyatu dengan Tuhan, mayorias manusia hanya ingin hidup mereka menjadi lebih tenang dengan beragama. Tetapi justru sikap inilah yang mampu mendekatkan diri seseorang dengan Tuhannya. Hidup menusia normal memang bekerja, berkeluarga, berekreasi untuk menghilangkan stres, bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, dll, dan kemudian beragama. Namun seseorang bisa setiap saat berhubungan dengan Tuhannya, tanpa menunggu saat ibadat resmi.
Bahkan, para rahip dari kalangan katolik seperti para Trappis di biara mereka pun, tidak melulu bertapa juga tidak berdoa sepanjang hari. Mereka tetap meluangkan waktu untuk bekerja, guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menyatu dangan Tuhan, pada hakikatnya bisa dilakukan oleh siapa pun secara otonom, setiap saat. Akan tetapi, justru inilah yang sulit dilakukan secara individu. Manusia sebagai mahkluk sosial cenderung ingin mengelompok. Dalam kelompok diperlukan doktrin dan orang kuat untuk menggerakan, agar komunitas itu tidak keluar jalur.
Yustinus Setyanta
Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar