Ada satu kisah pendek yang pernah saya baca dan saya lupa judul dan pengarangnya tetapi dulu saat membacanya pertama kali membuatku sangat terkesan. Cerita itu bertutur tentang seorang pelawak yang setiap malam membuat para penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Dan memujanya. Riang. Gembira. Dan orang-orang mengira hidupnya pasti sangat berbahagia. Sangat jauh dari masalah. Penuh sahabat dan keluarga yang mencintainya. Tetapi kenyataannya, di luar panggung, hidup si pelawak ternyata amat sengsara. Hidup seorang diri. Selalu kesepian. Selalu merasa tak berarti. Selalu berkekurangan. Hingga di ujung kisah itu, setelah sang pelawak meninggal, terbukalah semua kedok hidupnya. Dan para pemujanya sangat terkejut. Betapa menderitanya dia. Betapa hidupnya penuh dengan kepiluan dan kehampaan. Tetapi dia telah membuat banyak orang senang. Dan bahagia. Jadi siapakah kita ini? Siapakah aku? Siapakah engkau?
Oleh sebab itu, saat seseorang memuji kita, renungkanlah, apakah memang kita ini layak dipuji? Apakah kita ini sungguh sadar bahwa pujian yang dialamatkan ke diri kita adalah benar sesuai dengan siapakah kita yang sungguh? Yang nyata? Ataukah hanya karena penampakan luar kita saja? Tampilan yang menutupi luka, kesedihan dan borok kita di dalam. Atau jika kita mengejek seseorang, mengejek tulisan orang yang kelihatanya galau sendu sedih, merasa dirinya kuat. Sungguhkah kita memang layak mengejek dan mengkritik orang? Jangan-jangan kita mengejek dan meng-kritik hanya karena ketidak-mampuan kita dalam mencapai apa yang telah dicapainya. Atau, jika saja kita dapat mengalami dan merasakan sendiri apa pengalaman hidupnya, jangan-jangan keputusan dan kelakukan kita justru lebih buruk dari pada tindakan orang tersebut. Memang tidak mudah untuk memahami seseorang. Apalagi segala pujian atau pun kritikan selalu berdasarkan pada apa yang kita pikirkan dan alami dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sesungguhnya teramat sulit untuk dapat mengenal orang lain. Teramat mustahil untuk dapat tahu apa sesungguhnya yang dialami, dipikirkan, dirasakan dan melanda kehidupan mereka yang bukan kita. Bahkan kita sendiri sering merasa sulit untuk memahami pengalaman kita. Kelakukan kita. Keputusan dan tindakan kita. Ya, ada kalanya sesuatu kita lakukan dengan nyaris tanpa dipikirkan, walau setelah itu kita pun menyesali tindakan kita tersebut. Tetapi begitulah hidup ini kita jalani. Kita masing-masing. Kita sering terperangkap dalam topeng yang tak ingin kita buka. Kita menghindari kesusahan, kesulitan dan kesepian kita terbongkar karena kita tak ingin menjadi beban bagi orang lain. Menjadi duri dalam daging mereka yang kita kenal, bahkan yang tidak kita kenal sekali pun. Kita penampilan luar kita dapat mengesankan orang lain. Membuat orang-orang bahagia bersama kita. Membuat masyarakat tidak mencibir kita. Kita ingin di hormati bagai raja atau dalam kata lain gila hormat. Padahal apa yang ada dalam rasa dan pikiran kita sungguh berbeda. Sungguh bertentangan dengan penampakan luar yang kita tampilkan di depan umum. Apalagi hanya dalam tulisan yang dibuat dengan penuh penalaran untuk kebersamaan dengan hidup orang lain. Jadi tahukah anda sekarang siapa sesungguhnya aku? Tidak tahukah siapakah engkau sesungguhnya? Ingatlah!!! Tuhan Allah itu mahatahu. Tuhan Allah itu tidak tidur.
Oleh sebab itu, saat seseorang memuji kita, renungkanlah, apakah memang kita ini layak dipuji? Apakah kita ini sungguh sadar bahwa pujian yang dialamatkan ke diri kita adalah benar sesuai dengan siapakah kita yang sungguh? Yang nyata? Ataukah hanya karena penampakan luar kita saja? Tampilan yang menutupi luka, kesedihan dan borok kita di dalam. Atau jika kita mengejek seseorang, mengejek tulisan orang yang kelihatanya galau sendu sedih, merasa dirinya kuat. Sungguhkah kita memang layak mengejek dan mengkritik orang? Jangan-jangan kita mengejek dan meng-kritik hanya karena ketidak-mampuan kita dalam mencapai apa yang telah dicapainya. Atau, jika saja kita dapat mengalami dan merasakan sendiri apa pengalaman hidupnya, jangan-jangan keputusan dan kelakukan kita justru lebih buruk dari pada tindakan orang tersebut. Memang tidak mudah untuk memahami seseorang. Apalagi segala pujian atau pun kritikan selalu berdasarkan pada apa yang kita pikirkan dan alami dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sesungguhnya teramat sulit untuk dapat mengenal orang lain. Teramat mustahil untuk dapat tahu apa sesungguhnya yang dialami, dipikirkan, dirasakan dan melanda kehidupan mereka yang bukan kita. Bahkan kita sendiri sering merasa sulit untuk memahami pengalaman kita. Kelakukan kita. Keputusan dan tindakan kita. Ya, ada kalanya sesuatu kita lakukan dengan nyaris tanpa dipikirkan, walau setelah itu kita pun menyesali tindakan kita tersebut. Tetapi begitulah hidup ini kita jalani. Kita masing-masing. Kita sering terperangkap dalam topeng yang tak ingin kita buka. Kita menghindari kesusahan, kesulitan dan kesepian kita terbongkar karena kita tak ingin menjadi beban bagi orang lain. Menjadi duri dalam daging mereka yang kita kenal, bahkan yang tidak kita kenal sekali pun. Kita penampilan luar kita dapat mengesankan orang lain. Membuat orang-orang bahagia bersama kita. Membuat masyarakat tidak mencibir kita. Kita ingin di hormati bagai raja atau dalam kata lain gila hormat. Padahal apa yang ada dalam rasa dan pikiran kita sungguh berbeda. Sungguh bertentangan dengan penampakan luar yang kita tampilkan di depan umum. Apalagi hanya dalam tulisan yang dibuat dengan penuh penalaran untuk kebersamaan dengan hidup orang lain. Jadi tahukah anda sekarang siapa sesungguhnya aku? Tidak tahukah siapakah engkau sesungguhnya? Ingatlah!!! Tuhan Allah itu mahatahu. Tuhan Allah itu tidak tidur.
Yustinus Setyanta
JOGJA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar