Sabtu, 16 November 2013

ENERGI DOA


         Doa, termasuk doa resmi seperti Bapa Kami, dll, yang menghasilkan energi, akan mampu mendekatkan diri seseorang atau sekelompok orang kepada Allah. Energi itu baru akan hadir, apabila doa dilakukan secara intens, rutin, dan dalam jangka waktu lama. Setelah energi itu bekerja mendekatkan diri seseorang atau sekelompok orang kepada Allah, segala permintaan (atau harapan) akan sesuatu akan langsug dikabulkan oleh Allah. Sebab, Allah Mahatahu, dan Mahamurah hingga seberapa intens, seberapa banyak, dan seberapa lama seseorang berdoa, akan ia ketahui, dan diberi imbalan. Itulah pendapat umat pada umumnya.
          Selain itu, umat juga selalu beranggapan bahwa seseorang yang dengan Allah, akan selalu beruntung. Badan sehat dan rezeki lancar, bencana dan malapetaka menjauhinya. Pendek kata, mereka yang dekat dengan Tuhan, akan hidup bahagia. Tanpa ada cacat, dan hambatan sedikit pun. Ibarat berkendaran sedan BMW atau Mercedes Benz dijalan bebas hambatan, ia nyaman, terlindungi dari panas dan hujan, meluncur mulus dan cepat, hingga bisa segera tiba ditempat tujuan. Akan tetapi, kenyataan sehari-hari tidaklah demikian.
          Mereka yang telah berbuat baik, rajin berdoa, bisa saja tetap miskin, jatuh sakit, terlunta-lunta, menderita, susah jodoh. Mereka yang korup, berbuat jahat, tak pernah berdoa, juga bisa hidup makmur, sehat sejahtera. Ketika ada kecelakaan dan bencana, korbannya juga tidak diseleksi seperti pada zaman Nabi Nuh, atau sodom dan Gomora. Dalam kenyataan sehari-sehari, yang baik, yang korup, yang rajin berdoa, yang malas ke gereja, yang tidak punya kepedulian, semua berpeluang selamat, atau menjadi korban. Lalu, dimanakah letak ENERGI DOA? Apakah setelah seseorang atau sekelompok orang berbuat baik, berdoa mendekatkan diri kepada Allah Bapa, yang didapat bisa tetap kemiskinan, kesusahan, bahkan jadi korban penyakit, susah dapat jodoh, bencana dan kecelakan?
           Ketika pertanyaan tersebut diajukan, sebenarnya seseorang telah salah mengartikan energi doa, telah salah memaknai perbuatan baik, serta kedekatan dengan Allah. Perbuatan baik dan doa bukan sarana transaksi dengan Allah Bapa, seperti pada zaman Nabi Nuh. Manusia tidak sepantasnya bertransaksi dengan Allah Bapa: "Tuhan saya sudah berbuat baik, sudah berdoa, maka Tuhan harus menurunkan keberuntungan, dan menarik seluruh kesialan dari sekitar saya!"
Menurunkan penyakit, kecelakaan, bencana, malapetaka, memberi jodoh atau sebaliknya berkah kesehatan, keselamatan, kesejahateraan, dan kebahagiaan; adalah "HAK PREROGRATIF" ALLAH.
           Hadirnya pertanyaan-pertanyaan tersebut juga menandakan bahwa iman si penanya masih sangat lemah. Padahal, Tuhan Yesus selalu menyampaikan kepada para murid : Imanmu Telah Menyelamatkanmu (Matius 14:22-36). Hingga hadir tidaknya energi doa, sangat bergantung pada seberapa kuat iman seseorang, atau sekelompok orang. Bukan seberapa intens doa dilantunkan, bukan seberapa banyak doa diulang, dan bukan pula seberapa lama doa dipanjatkan. Allah Mahatahu, dan tidak mungkin ditipu oleh kekhusyukan, jumlah, dan waktu doa. Selain faktor iman, seberapa kuat energi doa tampil juga sangat ditentukan oleh perilaku dan tindakan sehari-hari si pendoa.



Yustinus Setyanta
Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar