maupun ayunan yang lapuk dimakan masa...
Ini semacam balon tahan guncangan.
Melindungiku dari debu, terik mentari, dingin bahkan polusi udara
tak kutemui di sini. Ini adalah Salah satu karya-Nya.
Terkadang geliatku disambut ibunda
dengan senyuman manis sambil mengelus-elus perutnya.
Ada juga tatkala ibu asyik berbisik dengan tentangga,
aku ingatkan dengan satu sentuhan lembut agar ingat akan hadirku,
jiwa polos yang mendengar percakapannya.
Tangan lentik itu merespon lalu menahan ucapan agar apa adanya,
tidak mengada-ada dan mengandai-andai.
Ibu memberi apa yang aku suka.
Bila aku tak membutuhkan,
maka ibu segera memuntahkan agar aku tak turut menyeruput.
Doa-doa untuk kebaikanku selalu bergema.
Sungguh, ibu sangat mengerti aku.
Itu puluhan tahun yang lalu.
Saat ini aku sedang merindukannya.
Tempat aku dilahirkan dan dibesarkan dengan segenap cinta.
Tak terasa bulir embun menumpuk di bulu mata,
saat rekaman itu kembali memutar memori.
Entah berapa musim harimu tak ku jelang.
Seribu kenang menambah rinduku menggenang.
Di sini, memeluk tiang penyangga yang dulu sangat kuat itu.
Di sini, memeluk tiang penyangga yang dulu sangat kuat itu.
Menumpahkan luapan rasa ke dinding hatinya.
Ibu maafkanlah segala khilaf,
Perkataan tak berpadan,
Tingkah yang menyakitkan hatimu
Ibu, ketika tiang dan dindingmu sudah rapuh,
Ibu, ketika tiang dan dindingmu sudah rapuh,
izinkan aku membalas kebaikanmu,
walau tak sebanding.
Yustinus Setyanta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar