Perusahaan tidak dapat bertahan hanya mengandalkan saluran komunikasi sebelumnya. Perusahaan harus membangun situs Web, blog, megelola email, Facebook atau Twitter-nya, membuat animasi atau video siangkat untuk diungguh di Youtube, mengembangkan aplikasi smartphome, membangun call center, melakukan eksibisi, memanfaatkan saluran televisi dan radio, serta menggarap media cetak. Akibatnya, biaya komunikasi meningkat tajam semata-mata untuk mendekati atau "mengepung" konsumen, agar mereka mau melihat, mengenal dan menyadari kehadiran barang dan jasa yang ditawarkannya. Hal itu tentu berdampak pada harga produk. Jika perusahaan ingin mempertahankan harga produk dengan harga lama, maka kualitas atau kuantitas produk yang menjadi kompensasinya.
Perusahaan sudah berusaha untuk menggunakan semua saluran komunikasi publik. Kini giliran konsumen untuk menanggapinya. Jika konsumen selalu menghindari komunikasi yang dibangun perusahaan, maka biaya produk akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya biyaya komunikasi yang dikeluarkan perusahaan.
Di era TI ini, diharapkan konsumen menjadi proaktif dalam berkomunikasi dengan perusahaan. Konsumen diharapkan untuk dapat berkomunikasi dua arah dengan memberikan tanggapan yang efektif. Misalnya, jika konsumen mendapatkan informasi lewat email, maka konsumen dapat menanggapi secukupnya, sehingga perusahaan dapat mengetahui respon, kebutuhan atau keinginannya. Jika konsumen dapat menjelaskan bahwa dirinya tidak membutuhkan produk tersebut. Sementara itu, perusahaan juga harus merespon tanggapan konsumen itu. Jika mereka tidak membutuhkan, maka perusahaan terus "membombardir" konsumen dengan informasi lewat email atau SMS, bahkan mengerahkan divisi call center-nya untuk menelpon konsumen terus menerus, sehingga konsumen gudah dan kesal.
Di era TI ini, proses pembidikkan konsumen memang membutuhkan komunikasi dua arah, agar perusahaan dapat mengetahui dengan baik respon konsumen. Dengan demikian, perusahaan tidak menghabiskan biaya besar untuk melakukan komunikasi publik dan dapat menekan harga produk yang dipasarkannya. ***
Yustinus Setyanta
Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar