Seperti embun tersembunyi..
Kepada embun kukabarkan betapa damai hati ini...
Kepada pagi aku selalu menari dan melambai...
Menyambut dengan raut hijau yang menyegarkan lubuk bumi...
Bagaimana aku mulai merimbun...
Menari dan melambai di sini, di sejuknya embun...
Baiklah akan ku ceritakan...
Agar kau tak berpikir yang bukan-bukan...
Kembang memanglah kembang. Dasar kembang mekar mewangi...
Sungguh bianglah kembang. Walau tak ku mungkiri...
Kembanglah bagian tubuh yang paling di sayangi..
Kembanglah seru sekalian alam ini: Tuhan memberi...
Keharuman. Kupu-kupu memberi pujian...
Dan para pencinta. Kumbang-kumbang kasmaran...
Menjadikannya umpan dan umpama yang nyaman...
Tapi, kembang memanglah kembang. Dasar kembang...
Sungguh bianglah kembang. Pada ranting ia sering
Menangis si saat-saat hening. Pada cabang ia bilang...
Pada batang ia selalu mengadu. Berulang-ulang...
Kesepian. O, kembang. Dasar kembang. Sungguh biang...
Si kembang. Sebagai bagian tubuh yang paling sabar...
Batang meminta ku melar. Dan melebar...
Aku pun melebar, mengajak anak tunasku untuk ikhlas...
Bercukul lagi. Bertunas lagi. Lagi-lagi bercukul dan bertunas...
Agar bunga-bunga bisa kuayomi dari bimbang, lebah jalang...
Petualang kumbang dari sengat terik matahari siang...
Kembang tak akan mengerti bagaimana pengorbananku ini...
Seperti aku tahu kembang yang tak mungkin mengerti...
Betapa matahari mencintai serat dagingku dengan berkah hangat...
Sangat lezat yang ia petik dari sorot paling sembada di puncak bukit...
Yustinus Setyanta
Gunug Sempu - Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar