Persembahan bukanlah pajak atau upeti. Persembahan adalah pemberian atau penyerahan sebagaian dari apa yang kita miliki sebagai ungkapan dari rasa bakti, taat, tunduk, dan berserah diri. Maka persembahan muncul dari dalam, sebagai ungkapan rasa syukur. Rasa syukur yang terungkap adalah buah dari pertemuan dua sikap, yakin sikap Allah yang memberi karena kasih-Nya di satu sisi dan sikap penyerahan diri di sisi kita. Ketika kita menyambut sikap memberi karena kasih Allah itu dengan sikap penyerahan diri, maka kita akan melihat mujizat yang terjadi, berkat yang tercurah di kehidupan kita. Peristiwa itulah yang kemudian membuahkan syukur.
Persembahan bukanlah wahana untuk pemegahan diri, untuk menunjukkan kekayaan atau kemampuan atau pengaruh kita. Ketika persembahan menjadi sarana untuk menunjukkan diri kita sebagai yang 'terhormat' maka Yesus akan menggolongkan kita ke kelompok orang-orang yang disebut-Nya 'celaka'. "Tetapi celakalah kamu,......." (Luk 11:42). Nah, lebih keras lagi kan, Tuhan akan menyebut kita sebagai kuburan tanpa tanda, tanpa nama, yang hilang dari ingatan orang lain.
Pemegahan diri, itulah yang disoroti Yesus pada diri orang-orang farisi. Pemegahan diri muncul karena pikiran yang senantiasa tertuju pada diri sendiri, pada kepentingan diri dan keuntungan diri. Pemusatan pada kepentingan diri itulah yang mengorbankan nilai dari sebuah persembahan. Persembahan menjadi tidak ada artinya karena bukan merupakan perwujudan dari sikap tunduk, taat, dan berserah diri. Ketika persembahan menjadi sarana untuk memgukuhkan kesombongan diri, maka tidak akan membuahkan rasa syukur. Peran Allah pun akan tergeser oleh pengakuan atas kekuatan dan kemampuan diri sendiri. Di sinilah sisi rohani kita terkubur dan menjadi seperti layang-layang putus yang menunggu saatnya jatuh lalu terlupakan. Bukan pada apa wujudnya atau berapa besarnya. Pun memanfaatkan orang lain untuk memikul beban yang di sebut sebagai 'persembahan' demi kehormatan diri sendiri. Dengan sikap hati kita dipenuhi olah rasa syukur yang mendorong dengan keras untuk kita ungkapkan.
Refleksi Diri:
Tuhan, tidak ada sesuatu padaku yang pantas aku persembahkan kepada-Mu.
Aku tidak mempunyai uang banyak, harta dunia yang melipah pun tiada...
Tidak jua selalu membeli bunga atau lilin untuk kunyalakan, kutaruk di mezbah-Mu.
Karena apa yang ada padaku semua berasal dari-Mu
Sekilas angin bertiup sepoi menyampaikan bisikan bahwa ada satu hal yang berarti dalam diriku, yaitu hidupku.
Tuhan, aku hanya mempunyai hidup yang Engkau anugerahkan padaku.
Hidup yang sudah Engkau selamatkan dari kemunkinan lenyap selamanya.
Maka terimalah Tuhan, kupersembahkan hidupku kepada-Mu.
Sekilas kembali angin bertiup.
Sunyi tidak ada bisikan, tidak ada suara.
Namun aku merasakan kebahagiaan karena aku yakin Dia menerima persembahanku.
{Yustinus Setyanta}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar