Senin, 06 Oktober 2014

HAMBA TUHAN

      Di awal perumpamaan-Nya Yesus menyampaikan cerita tetang tauan rumah versus (melawan) pencuri. Tuan rumah yang tidak tahu kapan pencuri itu akan datang, dan pencuri yang tentu saja menunggu si tuan rumah lengah sehingga ia bisa masuk dengan aman untuk mencuri. Yesus meneruskan cerita-Nya dan tidak berhenti untuk menjawab pertanyaan Petrus. Namun persoalannya lalu bergeser, tokohnya berganti bukan lagi tuan rumah dan pencuri. Tuhan memunculkan hamba, dan tuan pemilik para hamba. Kisah cerita dalam Luk 12: 39-48 ini ada beberapa tipe hamba: hamba yang memanfaatkan kesempatan selagi tuannya tidak ada, hamba yang tau kehendak tuanya tetapi tidak melakukan apa-apa, hamba yang tidak tahu apa kehendak tuannya, dan hamba melaksanakan kehendak tuannya.

Konsekuensi dari masing-masing sikap hamba itu ditujukkan dengan jelas. Hamba yang menggunakan kesempatan untuk kesenangan sendiri akan membunuh dia dan membuatnya senasib dengan orang yang tidak setia. Hamba yang tahu tetapi tidak berbuat akan mendapat banyak pukulan sebagai pelajaran atas kelalaiannya, hambaya tidak tahu sehingga tidak berbuat akan mendapat sedikit pukulan sebagai ganjaran atas kebodohannya. Sementara hamba yang tahu kehendak tuannya dan melakukannya diangkat sebagai kepala atas hamba-hamba yang lain. Yesus mempersilahkan Petrus dan murid-murid yang lain untuk menempatkan diri mereka. Sebagai hamba yang manakah merka itu, tergantung refleksi apas diri mereka sendiri terhadap pengetahuan dan pelaksanaan akan kehendak Allah.

Demikian pun dengan kita. Sebagai hamba seperti apa kita ini, tergantung pada pengetahuan kita akan kehendak Allah dan bagaimana kita melaksanakannya. Kehendak-Nya sudah jelas bahwa Ia telah menaburkan benih-benih iman atas diri kita, namun para pencuri yang merupakan utusan dari kuasa kegelapan akan menanti saat kita menjadi lengah lalu mencuri semua itu. Jika kita adalah hamba yang memanfaakan kesempatan selagi Allah tak terlihat, maka iman itu akan dicuri dari kita. Dan pada saat Dia datang, Ia tidak menemukan apapun dalam diri kita karena kita asyik dengan diri kita sendiri. Pantaslah jika Ia akan menempatkan kita dalam kelompok orang yang tidak setia. Jika kita tahu kehendak-Nya tetapi melaksanakan apa yang Dia kehendaki maka iman itu tidak berbuah sama sekali. Pada saat Dia datang, Ia akan memberikan hajaran atas ketidakpedulian kita. Jika kita tidak mengembangkan iman sehingga kita tidak tahu apa yang Dia kehendaki atas hidup kita, maka pada saat Dia datang Dia pun akan memberikan pukulan atas kebodohan kita. Namun jika kita berlaku dan bersikap sebagai hamba yang setia, yang tahu apa yang Dia kehendaki kita menjadi kepala atas hamba yang lain. Ia akan mempercayakan perkara yang lebih besar.

"Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seturut perkataan-Mu" kalimat itu bukan merupakan pernyataan ketidakpedulian atas hidup kita sendiri, tetapi lebih merupakan kesiapan kita sebagai hamba untuk melaksanakan kehendak Allah tanpa keinginan untuk menuntut Allah.


REFLEKSI:
Menjadi hamba Tuhan, kalimat klasik yang sering dikatakan oleh umat dari agama apapun. Mereka adalah hamba-hamba Allah, dan aku pun demikian. Sampai suatu ketika terlitas tanya, adakah aku ini hamba Allah, ataukah pernyataan itu hanya komuflase (samaran) belaka?

Aku ini hamba Tuhan, namun kenyataan yang terjadi aku lebih suka bersikap sebagai tuan. Dan Tuhan aku jadikan sebagai hamba. Tanpa aku sadari aku lebih sering menuntut agar Tuhan berbuat sesuatu untukku. Dengan alasan kebutuhan, aku menuntut supaya Ia memberi. Dengan alasan kekurangan, aku menuntut supaya Dia memenuhi. Dengan alasan penderitaan. Ia aku tuntut untuk membebaskan dan menolong aku. Dengan alasan kelemahan. Ia aku tuntunt supaya melindungi diriku. Dengan alasan ketidakberdayaanku. Dia aku tuntut untuk melakukan mukjizat. Ada seribu satu alasan supaya Ia berbuat sesuatu, melakukan seruatu untuk aku.

Aku ini hamba Tuhan. Namun sikap kadang seperti pelanggan yang datang di restoran dan Tuhan adalah pelayan yang aku panggil dan diharapkan datang tergopoh-gopoh menemui aku untuk mencatat semua pesan ku. Jika apa yang aku pesan tidak segera keluar, maka Dia harus siap menerima kemarahan, bahkan aku tinggal pergi begitu saja.

Aku ini hamba Tuhan.....aku ini hamba Tuhan...aku ini hamba Tuhan. Kadang aku berdalih bahwa semua yang aku lakukan karena Dia pernah mengatakan bahwa aku dipersilahkan meminta, mengetuk, memohon, maka Dia akan memberi. Dia akan membuka pintu, dan Dia akan menolong, memanggul semua bebanku. Namun aku lupa bahwa semua itu bisa aku lakukan jika dan hanya jika aku dalam tugas sebagai hamba untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Aku ini hamba Tuhan. Seorang hamba itu dimiliki oleh tuannya, hamba Tuhan berarti aku mengakui bahwa diriku ini dimiliki oleh Tuhan. Sebagai milik Tuhan, aku berada dalam lindungan, berada dalam ruang pribadi-Nya. Maka yang mestinya muncul sebagai milik Tuhan adalah sikap pasrah, penyerahan diri yang total. Dalam permenungan itu aku menyadari bahwa, ternyata akulah yang memiliki diriku sendiri. Sikap-sikap kadang sangat jauh dari sikap seorang yang pasrah kepada Tuhan. Aku lebih mengandalkan kekuatan, kemampuan, dan kebiasaan. Bahkan lebih menadalkan atasanku di tempat kerja.

Aku ini hamba Tuhan. Seorang hamba dikuasai oleh tuanya, hamba Tuhan berarti mengakui bahwa hidupku ada dalam kekuasaan Tuhan. Maka apa yang Dia kehendaki menjadi kehendakku. Dalam permenungan ini, aku menyadari bahwa aku bukanlah hamba Tuhan karena kehendak-Nya ada dalam hitungan yang ke-sekian, sementara kehendakku pribadi yang momer satu.

Menghayati iman Maria? Aku harus belajar dan belajar lebih banyak lagi darinya. Aku harus belajar bagaimana dimiliki sepenuhnya oleh Allah, dan bagaiman dikuasai sepenuhnya oleh Allah. Devosi setekun apapun kulakukan, selama aku hanya berkutat dengan diriku sendiri dan tidak mau belajar dari Maria, tidak mau menghayati hidup Maria, maka devosi itu tidak ada artinya. Aku menunduk dalam-dalam dan kuakui bahwa Maria demikian mulia karena kerendahan hatinya. Ia demikian agung karena totalitasnya menjadi hamba Tuhan.



{Yustinus Setyanta}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar