Kita melihat terus sebagai peng-awal kehidupan. Adanya ayam atau burung bermula dari sebutir telur sekalipun akhirnya mereka pun menghasilkan telur. Dari telur itu kita bisa mendapatkan gambaran bahwa hidup bukan dimulai dari dua perkara, tetapi tiga. Ada cangkang, putih telur dan kuning telur. Sekiranya cangkang adalah wujud luar yang bisa kita samakan dengan raga, maka putih telur adalah jiwa dan kuning telur merupakan roh. Setelah menjadi makhluk hidup putih telur dan kuning telur itu sepertinya menyatu namun unsur-unsur sebagai jiwa dan roh masih bisa dibedakan. Tentu gambaran ini bukanlah analogi yang sempurna, namun setidaknya bisa menunjukkan bahwa hidup kita terdiri dari atas raga, jiwa dan roh sebagaimana yang dikatakan Santo Paulus dalam 1 Tesalonika 5: (23) "Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.". Lalu dalam Ibrani 4:(12) "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita".
Dalam Injil Lukas 10:36-42, terdapat kisah Marta dan Maria. Ada banyak perkara dan Marta memilih perkara jiwa, karena jiwa merupakan kesadaran social. Maria memilih perkara lain yakni perkara roh. Marta mengalami Yesus dan menariknya dalam perkara jiwa. Sementara Maria mengalami Yesus dan tenggelam dalam perkara rohani. Itulah beda antara keduanya. Soal hidup kekal adalah perkara hidup rohani, maka Yesus mengatakan bahwa Maria telah memilih bagian yang tidak akan diambil darinya. Dari kedua tokoh wanita itu, kita bisa menentukan sikap. Adakah pengalaman akan Yesus, pengalaman hidup keagamaan kita berkutat pada perkara jiwa ataukah kita mau tenggelam dalam perkara rohani bersamanya.
Perkara jiwa tentu bukan tidak penting, Santo Paulus melihatnya sebagai satu kesatuan yang terpelihara sempurna, tanpa cacat cela. Yang terpenting adalah bagaimana kesatuan tersebut kita tempatkan atas dasar hidup rohani, hidup yang layak sebagai persembahan kepada Allah.
Di dalam kehidupan sehai-hari kita berkarya. Di dalam bekerja kita berdoa, kita mengingat kasih Allah, merasakan, mewujudkan, dan menjadi ungkapan kasih Allah. Begitulah menempatkan perkara lain di atas dasar perkara rohani. Namun yang sering terjadi ketika kita bekerja, melulu bekerja hanya terorientasi pada kewajiban dan uang semata, pada kekuasaan. Sudah barang tentu jika mengalami hal demikian kita mengubah cara pandang terhadap perkara tersebut dan menempatkannya di atas dasar hidup rohani.
REFLEKSI :
Pola kerja yang baik adalah yang terencana, yang selalu dievakuasi, dan diarahkan pada perkembangan untuk menjadi lebih efisien, lebih efektif dalam mencapai tujuan. Itulah yang aku yakini dan menjadi dogma terpenting dalam bekerja. Tujuan menjadi titik pusat dari setiap pekerjaan yang aku lakukan, yang kalau dibahasakan dengan bahasa yang paling sederhana, aku bekerja bertujuan memenuhi kebutuqan hidup. Ketika kebutuhan hidup hanya bisa dipenuhi dengan adanya uang, maka aku bekerja untuk mencari uang. Maka nilai yang kemudian aku gunakan untuk mengukur kesuksesan pekeraan adalah seberapa besar uang yang bisa aku hasilkan.
Aku pun kemudian tenggelam dalam kesibukan sebagaimana Marta. Terhadap orang yang asyik dalam hidup rohani mereka, aku memandang sinis, bahkan menganggap mereka adalah orang-orang yang sedang bermimpi di siang bolong. Ketika satu per satu diambil dariku, kesempatan, harapan, dan kesuksesan. Aku tenggelam dalam ruang kosong, ruang yang membawa diriku pada "adakah hidupku masih berarti?"
dengan lembut DIA membimbing dan memgubah orientasi hidupku. Dengan perlahan DIA mengarahkan sikapku menjadi seorang Maria. DIA tunjukkan apa yang tidak akan bisa diambil dariku. Aku berlatih untuk mengalami DIA, dan duduk di hadapanya suatu waktu, lalu membawa ingatan itu pada setiap langkah dan pekerjaanku, aktivitasku sehari-hari. Aku belajar.... Berlatih mengalami DIA dalam kesibukan duniawiku. Ternyata aku tidak sedang bermimpi.......
{Yustinus Setyanta}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar