Rabu, 29 Oktober 2014

HUKUM & ATURAN

Kehidupan tanpa hukum dan aturan memang akan menjadi tidak karuan. Namun ketika hukum dan aturan yang dibuat oleh manusia kemudian diper-Allah-kan hal itu justru akan mengorbankan kemanusiaan. Atas nama hukum, atas nama aturan, orang bisa bertidak semaunya, menekan orang lain, bahkan menyakiti dan membunuh manusia lain. Lebih celaka lagi jiua hukum dan aturan itu kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan diri, golongan tertentu, dan meniadakan kepentingan masyarakat umum yang seharus dilindungi dan diayomi oleh huku dan aturan tersebut.

Hukum dan aturan kemudian dimanipulasi sedemikian rupa demi tercapainya keinginan suatu golongan. Hukum dan aturan dicari-cari celahnya untuk mempersalahkan yang benar dan membenarkan yang salah. Penegakan hukum dan aturan mulai pengadilan menjadi pasar yang diwarnai dengan tawar-menwar. Keadilan hanya dimiliki oleh penguasa dan golongan tertentu.

Sejak jaman hahulu kala, hukum dan aturan telah banyak diselewekan. Atas nama adat, atas nama agama, bahkan Allah, hukun digunakan untuk menyingkirkan orang lain. Hal itulah yang agaknya dirasakan oreh para murid Yesus (Luk 14:1-6), ketika para ahli taurat dan orang-orang farisi menekan Yesus dengan menggunakan aturan hari sabath. Bukan hanya kelompok Yesus yang ditekan, namun mereka yang miskin, tersingkir, dan difabel pun menjadi korban. Jika hal itu terjadi di lingkungan kita sekarang, bagaiman mungkin orang sakit harus pulang dan tidak jadi berobat ke dokter hanya karena aturan hari Sabath. Bagamimana mungkin orang yang kelaparan terpaksa tidak memperoleh penghasilan karena aturan hari sabath.

Yesus, menempatkan kemanusiaan di atas hari sabath. Aturan yang dibuat oleh manusia, mestinya tidak membunuh dan mengorbankan kemanusiaan. "Seandainya seorang dari kalian mempunyai seorang anak atau seekor lembu yang jatuh ke dalam sumur pada hari sabath, apakah ia tidak segera menarik ke luar anak itu atau lembu itu hari itu juga?". Dengan kalimat tersebut, Yesus menyadarkan mereka bahwa kemanusiaan jauh lebih penting daripada aturan hari Sabath.

REFLKESI :
         Atas nama aturan dan hukum agama, kadang demikian mudah menilai buruk orang lain bahkan mempersalahkan tanpa melihat latar belakangnya. Dengan mudah menyinkirkan, tidak menyapa saudara sendiri karena tidak pernah aktif dan telibat dalam kegiatan lingkungan/wilayah, gereja, tanpa mau tahu permasalahannya. Tetap diam tak bergerak ketika saudara tersebut tertimpa kemalangan atau kesusaham. Dengan gampang mengambil alasan karena dia tidak pernah aktif di lingkungan. Seharusnya aku berusaha menyadarkan atau merangkul mereka dengan penuh rasa persaudaraan. Tapi nyatanya. Bertanya pun tidak, mengapa merka tidak aktif di lingkungan/wilayah.

Ini bukan soal hari sabat, tetapi soal aturan yang diberhalakan, hingga membunuh satu sisi dari rasa kemanusiaan. Pemakluman dengan menggunakan kata wajar karena banyak orang lain yang juga bersikap demikian, meninabobokan diri. Ketika aku terbangun, saat aku tersadar, aku berkubang dalam rasa sesal. Dia yang telah menyelamatkan aku, menganggap bahwa hidupku demikian berarti. Tetapi aku, yang telah Dia selamatkan justru melihat kesenaganku sebagai hal yang lebih berarti.

Kesadaraan itu, mengantar aku untuk berani kembali menempatkan hidupku dalam arti yang sesuangguhnya. Bahwa aku ada karena adanya manusia lain dan bukan karena memiliki kesenangan. Bahwa aku ada sebagai ayah karena adanya anak-anakku, aku ada sebagai suami karena istriku, aku ada sebagai istri karena suamiku, aku ada sebagai warga lingkungan karena ada orang-orang di lingkunganku. Mereka semua membuat aku ada dan berarti. Dan terutama, aku ada karena Dia mengasihku. Aku ada karena kasih-Nya

{Yustinus Setyanta}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar