Tanda-tanda bisa jadi berupa apa yang kelihatan, namun bisa pula apa yang tidak kelihatan. Tanda-tanda yang kelihatan membuat kita mampu menilai keadaan di luar. Tetapi tanda-tanda yang tidak kelihatan akan membuat kita mampu menilai keadaan di dalam. Zaman, adalah rentang waktu yang kita lalui. Kita bisa menilai zaman sebagai obyek yang ada di luar, yang kita arungi. Tetapi kita yang mengarungi zaman adalah bagian dari zaman itu pula. Hanya menilai apa yang di luar membuat kita mampu menyimpulkan, tetapi jika kita mampu menilai yang di dalam maka kita akan bisa bersikap benar. Maka menilai zaman yang benar adalah mampu menilai seluruhnya, sebab hanya dengan menilai seluruhnya itu kita akan bisa mengambil kesimpulan dan sikap yang benar. Atas dasar kesimpulan dan sikap itulah kita akan dimampukan untuk memutuskan apa yang benar. Sikap adalah........
Itu sebabnya Tuhan memberikan perumpamaan mengenai peristiwa di mana kita mengalami masalah dengan orang lain. (Luk 12:54-59). Dia menghendaki kita menilai ke dalam dan membangun perdamaian sebagai wujud sikap yang benar atas hasil penilaian ke dalam itu. Sekiranya kita enggan melihat ke dalam dan tidak membangun sikap yang benar, maka kita akan tetap terpenjara sebagai akibat dari pertentangan itu. Penilaian ini cenderung menutup refleksi atas diri sendiri. Bukankah bertobat adalah sikap yang merupakan buah dari refleksi atas diri kita sendiri. Buah atau kesimpulan dan upaya kita melihat ke dalam dan bukan melihat keluar.
Acapkakali kita mengambil sebuah keputusan dan menganggap keputusan itu adalah yang benar, setidaknya hal yang baik diantara sederet kemungkinan lain. Mungkin kita telah melihat dan menilai ke dalam diri kita sendiri, kita mengamati apa yang kelihatan apa yang tidak kelihatan yang membuat semua persoalan itu. Melihat ke dalam jarang kita lakukan, karena terkadang yang terpampang hanyalah kesalahan kita sendiri.
REFLEKSI :
Banyang orang yang bisa omong, bisa bicara, dengan kemampuan analisa dan pertimbangan-pertimbangan yang nampak mengagumkan. Mereka pandai, lihai, bahkan mampu memojokkan orang lain sehingga yang tampak adalah orang lain itu salah dan dirinya semakin meneguhkan kesalahan itu. Aku pun demikian, aku pun acapkali demikian pula. Terhadap anak, terhadap pasangan hidupku, aku menilai lalu menyimpulkan bahwa mereka yang salah dan bukan aku. Terhadap komunitas pun demikian. Aku menilai dan melihat, lalu menyimpulkan mereka yang salah dan bukan aku.
Penilaian itulah yang aku pertahankan dan terus di pertahankan. Bahkan ketika mereka mengaku salah, kesimpulan bahwa meraka pernah bersalah itu tidak juga kunjung menghilang. Tanpa terasa aku telah memasukkan mereka ke dalam penjara 'kesalahan' yang entah sampai kapan mereka benar-benar akan bebas dan menjadi orang yang benar di hadapanku. Sungguh aku bisa menilai keadaan dan bisa menyimpulkan, tetapi aku bersikap tidak benar. Apa yang terlihat saja tidaklah cukup, sebab ada bagian-bagian yang ikut terlihat tetapi tidak terlihat. Dan hal itu adalah apa yang ada dalam diriku. Peranku, imanku, dan perasaanku, kadang tidak terlihat dalam penilaian terhadap orang lain. Aku enggan melongok, karena di dalam sana aku menemukan banyak sampah kotoran yang sasanya enggan jika harus kubuang. Semua itu di simpan dan terus disimpan, ditutup rapat supaya tidak seorang pun melihatnya. Itulah yang membuat aku enggan dan tidak pernah melihat apa yang ada di dalam, sehingga lebih sering melihat keluar. Perlahan Dia menghampiri aku dan menuntung untuk selalu melihat ke dalam diri, rasa tenang, damai pun melingkupi. (Sebuah Reflesi diambil dari Luk 12:54-59).
{Yustinus Setyanta}
Penilaian itulah yang aku pertahankan dan terus di pertahankan. Bahkan ketika mereka mengaku salah, kesimpulan bahwa meraka pernah bersalah itu tidak juga kunjung menghilang. Tanpa terasa aku telah memasukkan mereka ke dalam penjara 'kesalahan' yang entah sampai kapan mereka benar-benar akan bebas dan menjadi orang yang benar di hadapanku. Sungguh aku bisa menilai keadaan dan bisa menyimpulkan, tetapi aku bersikap tidak benar. Apa yang terlihat saja tidaklah cukup, sebab ada bagian-bagian yang ikut terlihat tetapi tidak terlihat. Dan hal itu adalah apa yang ada dalam diriku. Peranku, imanku, dan perasaanku, kadang tidak terlihat dalam penilaian terhadap orang lain. Aku enggan melongok, karena di dalam sana aku menemukan banyak sampah kotoran yang sasanya enggan jika harus kubuang. Semua itu di simpan dan terus disimpan, ditutup rapat supaya tidak seorang pun melihatnya. Itulah yang membuat aku enggan dan tidak pernah melihat apa yang ada di dalam, sehingga lebih sering melihat keluar. Perlahan Dia menghampiri aku dan menuntung untuk selalu melihat ke dalam diri, rasa tenang, damai pun melingkupi. (Sebuah Reflesi diambil dari Luk 12:54-59).
{Yustinus Setyanta}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar