Jumat, 11 April 2014

SUATU HARI DI MALL

Hari minggu yang riuh di siang hari, kami berdiri di selasar antrium bulat mal yang berada di kota kami sambil menyaksikan lalu lalang ratusan orang di bawah, ada yang berjalan dengan cepat seakan di kejar sesuatu, ada pula yang berjalan dengan santai dan perlahan seakan ingin menikmati isi dunia ini.
Beberapa pasang muda-mudi berjalan beriringan sambil tertawa-tawa riuh, ada satu keluarga yang nampak rukun beriringan dengan sang ibu menggendong bayinya di dadanya, tiga orang dara cilik kami lihat berlari-lari di antara para penjual bunga plastik dan aksesoris remaja yang terletak di tengah ruang mal. Semua nampak hidup. Semua nampak bergerak. Tanpa henti.
Namun saat kami menatap wajah-wajah itu ratusan wajah dengan beragam raut muka. Tiba-tiba kami bertanya-tanya, apakah yang sedang dipikirkan mereka? Apa yang sedang mereka alami saat ini? Apakah mereka memang sedang gembira dan menikmati hidup atau saat ini sedang mengalami problem hidup yang berat dan ingin menghibur diri sambil menyendiri di tengah keramian mal.
Hari minggu di mal, hari minggu di tengah aroma kemewahan dan keanggunan terpacar dari gedung cantik, seakan menggakui suasana susah dan juga semua kesalahan dan kegagalan kita di latar belakang hidup nyata serupa bayang-bayang semu belaka. Hidup saat ini dan hanya saat ini.

Seorang SPG alat kecantikan nampak tertunduk di belakang etalase yang besar sambil melamun menyaksikan gelombang manusia yang datang dan pergi silih berganti, hmmm.......sudahkah dia makan siang? Seorang pembersih yang sedang mengepel lantai mal sambil bersungut-sungut, apakah yang di pikirkannya? Seorang gadis yang sedang duduk sendiri sembari jari jemarinya yang manis menari-nari di atas pipet selulernya, sedang apakah dia? Sepasang muda-mudi sedang duduk di meja di ruang makan siap saji sambil bercakap-cakap, adakah mereka sedang memikirkan masa depan diantara deretan kemewahan yang menjauh dari kehidupan nyata mereka dan di manakah kita? Dimanakah kita? Dimanakah aku?
Berdiri di selasar bulat mal kami menyaksikan putaran kehidupan itu sambil memikirkan kami sendiri.
Namun saat kami pandang ratusan wajah yang lalu lalang datang dan pergi, wajah-wajah yang asing dan riwayat yang tak kami kenal di baliknya. Lalu apa artinya hidup kami sendiri. Ya.....kami hanya satu dari sekian banyak manusia dengan sekian banyak masalahnya masing-masing. Kami seorang biasa saja, bukan makhluk istimewa, karena tak seorang pun yang dapat mengatakan dirinya istimewa di hadapan sekian banyak alur kehidupan di dunia. Dengan tiba-tiba kami pun merasa satu dengan mereka semua. Ya....ternyata kita semua satu di dalam menghadapi kehidupan kita masing-masing, kita satu di tengah-tengah aneka pergolakkan hidup kita. Kita insan biasa dan tak bisa mengatakan bahwa derita kita lah yang berat. Pun tak bisa mengatakan bahwa kehidupan kitalah yang terhebat. Sebab kita hanya setitik kecil di antara kemaha-luasan dunia ini.
Wajah-wajah yang lalu lalang datang dan pergi, di ruang mewah mal yang dingin ber AC menyadarkan betapa semakin terasingnya kita satu sama lain saat kita hanya memikirkan kesusahan maupun kehebatan diri kita sendiri. Kita tidak sendirian menghadapi kenyataan hidup. Tidak. Kita tak pernah sendiri. Ingatlah hehehe........

Maka memang kita memandang hidup ini dengan keceriaan. Kita meyakinkan bahwa bukan dengan segala macam ambisi dan hasrat kita. Tetapi hanya dengan mengikuti teladan dari KRISTUS lah hidup kita akan bermakna, sebab kita semua hanya ciptaan, kita semua di bentuk untuk memuliakan namaNya semata, bukan demi nama kita.
Semoga jika saatnya tiba kita akan melayang kepadaNya sambil menyayikan lagu pujian baru untuk DIA, satu paduan suara dari sekian banyak insan ciptaan yang serasi indah menawan dan menetap di hatiNya. Amin.




Yustinus Setyanta

Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar