Rabu, 30 April 2014

CERPEN : "SELAMAT YA, NAK"

    Sejak masa remaja, petrus sutiyono pesuka film korea, dia berdoa saban malam supaya kelak dia memperoleh istri yang cantiknya seperti bintang-bintang film korea. Ukuran cantik baginya untuk calon istrinya adalah : muka bulet, imut, putih. Dia pun hafal berlusin-lusin nama bintang film korea, lebih hafal dari nama murid Yesus yang hanya satu lusin. Maklum, dia katolik suam-suam kuku. Ke gereja memang lumayan rajin. Tapi, di gereja dia cuma tingak-tinguk dan lirak-lirik melihat siapa di antara wanita-wanita yang antre menerima hosti itu yang wajahnya memenuhi syarat untuk dibilang cantik seperti bintang film korea. Tapi, kapankah gerangan wanita dalam gambaran seperti itu muncul kasat mata dalam hidupnya? Umurnya sudah terbilang berangkat senja. Terlalu matang untuk nikah. Dan diusianya itu dia belum juga nikah.     Pada bulan Desember pada tujuh tahun lalu, ketika seluruh anggota keluarga kumpul di rumah ibu, di jln. Ijen, Malang maka sehabis Misa Natal di Katedral Santa Maria Bunda Carmel - yang di belakangnya ada tiga ekor anjing besar-besar - arkian ibunya kembali menegurnya di hadapan adik-adiknya. Biasa ibunya memplesetkan petrus menjadi Petruk. Itu dalam rangka mengaktualisai rasa sayang emak kepada buyung. Kata ibunya, "Truk, tahun depan kamu sudah 35 tahun. Sekarang, di umur 34 tahun ini kamu belum menyelesaikan salah satu isyarat kehidupan insani yang paling penting; bagaimana menyangkali diri demi menerima istri sebagai mitramu dalam susah dan senang. Ingat, Truk diusia 35 nanti itu kamu tidak bisa lagi dibilang muda". Petrus mencoba membela diri. Katanya "Lo, Bu, itu mas Anton sarkono sudah berumur 52 tahun tapi toh masih aktif di organisasi pemuda". Ibunya terpancing mendengar nama yang tidak dikenalnya itu. Katanya sambil merenguutt, "Mas Anton sarkono itu siapa?" itu, yang Ketua KNPI jawa Timur." Intuitif saja tanggapan ibunya. "Ah, pasti yang kamu sebut Mas Anton Sarkono itu sakit jiwa. Umur 50an ketua KNPI pasti KNPI itu singkatan Komite Nasional Paman Indonesia." Petrus seperti disekak. Sambil menggaruk rambut yang berketombe, dia berkata, "Tapi, Bu, aku memang belum menemukan perempuan yang memenuhi syarat kecantikan seperti bintang korea". Ibunya terperangah "E, alah, Truk! Demi Malaikat-malaikat Mikhael, Gabriel, Racael, aku terlalu tua untuk kaget mendengar pertanyaan kucluk itu. Aduh, kenapa kok seleramu jadi meloramatis begitu? Maksudmu, yang kamu bilang cantik itu adalah bintang film wagu; menyanyi sambil berlari terbirit-birit kerena melihat tikus, atau menangis sambil menyanyikan memeluk pohon, atau sambil marah-marah juga menyanyi bersandar di tiang listrik, dan sambil kecing berdiri di taman ya tetap menyanyi memegang bunga...." Petrus tak menanggapi pendapat ibunya. Dia mafhum, selera ibunya keroncong (dan keroncog berhubungan dengan Portugis), bukan dangdut (dan dangdut berhubungan dengan india). Dalamnya dia percaya bahwa setiap manusia memiliki sikap batin yang berbeda dalam menerima dan menghayati gejala-gejala budaya, karena fungsi alat-alat panca indranya juga bekerja tak sama. Di bawah pengetahuan itu, dia berkeras pada sikap batinnya, bahwa wanita yang cantik ideal untuk menjadi istrinya kelak adalah, hidung mancung, mata bening, bibir tipis, putih mulus, telinga buntar. Urutan pertama hidung mancung, sebab dia sadar hidungnya sendiri pesek seperti disetrika. Barangkali kalau di colokan kabel radio dicucuki ke lubang hidungnya berbunyi mengalunkan lagu india korea.
        Walau begitu, dia percaya bahwa di tahun yang berganti pada tujuh tahun yang berganti pada tahun lalu itu, dia bakal bertemu dengan seorang perempuan yang cantiknya seperti bintang film korea idaman. Makanya, dia terus berdoa. Dia harus meyakin-yakinkan hatinya, bahwa doa dengan hati telanjang niscaya akan dikabulkan oleh Tuhan. Pegangannya adalah arahan pastor Belanda di SMP Dempo dulu yang justru selalu menyuruhnya menghafal bunyi injil dalam bahasa jawa : "Podho nyenyuwuno tenah bakal kaparingan, podho golek-goleko tamah bakal oleh, podho thothok-thothoko temah bakal kawenganan." Benar juga. Permintaanya kepada Tuhan tidak sia-sia. Untuk itu, dia mengucapkan haleluyah 99 kali, sebab pada bulan April tujuh tahun lalu, dia bertemu dengan seorang perempuan cantik secantik bintang film korea yang kebetulan katolik pula, dan bernama panjang gabungan nama-nama santa, yaitu Agnes Monica Olga Lydia Cornelia Agata. Namun saking panjangnya nama-nama santa yang menjadi nama wanita itu disingkat menjadi AMOLCA. Dia bertemu dengan AMOLCA di pesawat. Waktu itu dia baru dari Singapura dan AMOLCA baru pulang pula dari suatu kegiatan rahasia di korea. Ketika mereka turun di Bandara Soekarno-Hatta, Petrus pun berlutut di hadapan AMOLCA, Tanpa bunga mengucapkan kata-kata hafalan dari prosa-liris karya sastrawan korea itu. Dan, hebatnya, ibarat kata peribahasa "pucuk dicinta ulam tiba" maka demikian juga AMOLCA menyambut kata-kata Petrus itu dengan gairang seakan-akan kiamat tertunda 1.000 tahun lagi. Kata AMOLCA dengan tulus, jujur, ikhlas, dan bangga, "oh, demi Tuhan yang ajaib, aku suka, aku kagum, aku terpikat padamu pada pandangan pertama....". Mereka melanjutkan hubungan dengan bertemu sebulan sekali di tengah-tengah. AMOLCA ber-KTP Bandung, Petrus ber-KTP surabaya. Jarak tengah-tengah antara kedudanya adalah Solo. Tapi mereka sepakat nikah di Malang, di rumah orangtua Petrus. Dalam pernikahan ini, sakramen dipimpin oleh Romo Herucokro Dining ratan Pr yang sedikit-sedikit nenarik celana di balik jubah karena longar berhubung badannya kurus ceking. Lalu, pesta meriah dilangsungkan di Stadion Gajayana Malang dihadiri oleh 2.000 tamu. Tamu tidak disunguhi band atau wayang, tetapi pertandingan sepak bola dengan kesebelasan amatir dari Bondowoso dan Banyuwangi yang kipernya segaja diam kalu bolanya ditendang ke gawannya.
     
Lantas ibunya datang mengucapkan "Ya, Selamat Nak" sesudah itu mereka berpelukan dan bersama-sama menyanyikan lagu paling abadi, paling indah, paling populer, paling khusyuk ciptaan Joseph Mohr. Dan malam pun menjadi kudus.





Yustinus Setyanta

Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar