Selasa, 01 Juli 2014

MARI SALING MENGENAL

Suatu siang dalam udara yang terik menyengat, saat ku sedang mengendarai motorku di suatu jalan yang padat dan, sebuah motor tiba-tiba nyelonong di depanku, mencuri jalurku dan bahkan nyaris menyenggolku. Saya tiba-tiba merasa jengkel dan saat akan menegur pengendara yang tidak sopan itu, mendadak dia mendahuluiku menegur, "woiii Yust, apa kabar, baik-baik saja?" ku terpana memandangnya dari balik helm dan melihat wajahnya yang tersembunyi juga di balik helmnya. Ternyata, dia adalah temanku yang telah lama tidak pernah bersua. ku balas menegurnya dan kamipun, masih dengan mengendarai motor kami masing-masing, saling beriringan sehingga beberapa pengendara yang berada di belakang kami, karena merasa terganggu, lalu membunyikan klaksonnya, karena kami merintangi jalan mereka. Kemanakah kemarahanku yang tadi sempat timbul?

Tiba-tiba ku sadar, bahwa ada banyak peristiwa kekerasan dan pertengkaran di dunia ini, terjadi hanya karena masalah kita tidak saling mengenal satu sama lain, juga karena kondisi hati setiap orang tidak sama. Menyimak pada pengalamanku tadi, ku tahu bahwa seandainya orang yang mencuri jalur itu bukan seorang yang kukenal, mungkin kami akan segera terlibat dalam percekcokan, atau bahkan bisa terjadi perkelahian. Tetapi sungguh berbeda, jika kita ternyata kenal satu sama lain. Betapa pun berbedanya kita, jika kita saling mengenal, maka ada banyak persoalan di dunia ini akan berakhir dengan damai. Bahkan akan berakhir dengan senda gurau dan tawa ria, seperti yang kualami siang itu. Tetapi persoalannya, di dunia yang kita hidupi saat ini, di dunia yang kita pandang semakin maju dan moderen, aktivitas kita untuk berkenalan dan membina persahabatan telah menjadi semakin jauh dan redup. Kita kian senang untuk hidup di dunia kita sendiri, kita hanya mampu merasa aman di lingkungan kita sendiri. Lingkungan yang juga semakin menyempit, dan bahkan praktis kita hanya hidup untuk diri kita sendiri. Demikianlah masyarakat kita di dunia yang kita anggap modern ini.

Maka, sudah berapa lamakah kita tidak berkumpul bersama teman-teman kita? Sudah berapa lamakah kita tidak bersua dengan orang-orang lain untuk dapat saling berkenalan dan saling mengenal satu sama lain? Bahkan sudah berapa lamakah kita tidak pernah bertemu dengan keluarga-keluarga kita sendiri? Yahh, kian maju dan sibuk suatu komunitas, kian sempit pula saat-saat kebersamaan kita dengan orang lain, dengan sesama kita, dan akan semakin sulit pula bagi kita untuk mampu memahami keberadaan orang lain tanpa kita merasa terganggu kebebasan kita untuk menikmati hidup ini. Dan inilah ironi kemajuan dan kebebasan kita. Semakin maju dan semakin bebas kita, semakin terpencil dan semakin terkucil kita dari hubungan antar pribadi. Akibatnya, kita kian mudah tersinggung oleh ulah orang-orang yang tidak kita kenali, karena kita hidup terkurung dalam privasi kita dan tak mau kepentingan kita terganggu, sehingga usikan sederhana pun dapat membuat kita menjadi tersinggung dan bahkan tak terkendali saat kita sedang dikejar-kejar oleh kepentingan diri sendiri.

Demikianlah, di siang yang terik itu, bersama teman yang baru saja nyaris membuatku jengkel, aku dan dia saling menyapa dan bahkan sempat mampir makan siang bersama dan menyusun ulang perkenalan kami setelah sempat lama tak saling bersua satu sama lain. Hidup, saya kira, seharusnya demikian adanya. Kita harus selalu saling mengenal satu sama lain, agar segala kesempitan dan kepentingan diri dapat tereliminasi oleh kebersamaan dengan orang lain. Dengan sesama kita. Maka hidup kita pun akan semakin aman dan tenteram jadinya. Mari saling mengenal satu sama lain. Salamku selalu buat kalian.


Yustinus Setyanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar