Kamis, 10 Juli 2014

KARENA SALIB BUKAN ..............?

Kemarahan itu semakin mudah tersulut. Bukan hanya marah kepada orang lain, bahkan kepada Tuhan pun marah. Ketika aku menganggap Dia tidak memperhatikan diriku, ketika aku merasa bahwa hidupku penuh penderitaan, aku marah kepada-Nya. Aku marah karena putus asa, karena Dia tidak kunjung menolong dan memberikan jalan agar aku segera keluar dari semua persoalan yang melibat kehidupanku. Suatu saat aku benar-benar marah, aku jarang berdoa, bahkan tidak pernah berdoa lagi, tidak pernah ke gereja lagi. Ku putuskan untuk menyelesaikan seluruh persoalan hidupku bukan dengan doa tetapi dengan berpikir keras, berbuat dan berjuang. Ketika satu per satu persoalan dapat aku selesaikan, aku menjadi bangga pada kemampuanku, pada kebiasaanku, pada semangatku. Kepada setiap orang aku bercerita tentang kehebatanku.

Aku merasa bahwa diriku adalah seorang pemenang meski sebenarnya aku adalah seorang pecundang. Keputusanku untuk tidak mengadalkan Dia adalah kekalahan dalam kesetiaan. Kemarahanku pada-Nya adalah pertanda runtuhnya ketulusan. Maka yang sebenarnya aku bangun kini adalah kesombongan dan kemegahan diri. Bangunan-bangunan yang demikian mudah runtuh dan demikian mudah hancur. Begitulah yang kemudian terjadi. Persoalan itu ternyata tidak pernah berhenti, selalu datang dan datang lagi. Serupa bola salju yang menggelinding, persoalan yang menggelinding ke arahku semakin besar. Seluruh bangunan kesombonganku hancur bertakan. Kemegahan diriku itu teronggok menjadi puing-puing yang menyedihkan. Aku terdiam karena tak tahu lagi harus bagaimana dan harus berbuat apa.

Ketika kupalingkan wajahku, kulihat Dia mdmanggul salib menaiki sebuah bukit. Dia sempdt menatapku dan dengan tatapan-Nya seolah Dia berkata, "Mari ikutlah Aku......" aku masih tetap berdiri dan memandang ke arah-Nya. Dia memanggul salib yang bukan akibat dari perbuatan-Nya. Hal itu menyadarkan aku, ternyata selama ini aku hanya memanggul penderitaanku sendiri tetapi bukan salibku. Aku mengusung kesedihanku dan bukan salib. Aku tidak pernah memanggul salib. Karena salib, bukan terbuat dari gelagar kepentingan diri, tetapi dari persoalan dan penderitaan orang lain yang disatukan oleh kasih-Nya.


{Yustinus Setyanta}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar