Ketika lahir aku memang terpejam, tetapi tidak lama kemudian mataku terbuka, aku tidak buta. Ketika lahir memang aku tidak mendengar apa-apa, tetapi sebentar kemudian aku dapat mendengar dengan jelas, aku tidak tuli. Ketika lahir aku memang belum bisa berjalan, dan aku kemudian bisa berjalan, aku tidak lumpuh. Aku tumbuh bukan sebagai orang buta, bukan orang tuli ataupun lumpuh.
Dalam hidupku, aku mengurai kembali apa yang sebenarnya penting. Lalu mulai kusadari pula bahwa aku hidup karena ada yang membuat aku hidup, ada yang membuat aku tetap hidup. Sesuatu yang membuat aku hidup itu ada di dalam diriku, ya....ada di dalam diriku sendiri. Mulai kusadari pula bahwa sesuatu yang membuat aku hidup itu berasal dari DIA yang memberi hidup, Sang Sumber Hidup. Maka mestinya hidupku selalu terikat dengan-Nya, mestinya aku tidak pernah telepas dari DIA. Dan mestinya pula aku selalu mengikutinya. Hidupku semestinya, selalu berada dalam keterikatan dengan-Nya, selalu dalam kebersamaan dengan-Nya. Aku semestinya mengenal baik diri-Nya, mampu melihat peran-Nya, bisa mendengar suara-Nya. Mestinya aku tidak buta dan tuli akan DIA. Mestinya pula aku tidak lumpuh dan mau berjalan, bergerak kearah DIA. Kesadaranku akan DIA membuan angin segar yang bertiup seolah menyampaikan pesan, "Kerajaan Sorga sudah dekat...". Kesadaranku pula yang menuntun aku sehingga aku tidak lagi lumpuh, tidak lagi buta dan tidak lagi tuli akan diri-Nya.
Yustinus Setyanta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar