Jumat, 11 Juli 2014

KETIKA AKU LAHIR KEDUNIA

Refleksi diri:
Ketika lahir aku memang terpejam, tetapi tidak lama kemudian mataku terbuka, aku tidak buta. Ketika lahir memang aku tidak mendengar apa-apa, tetapi sebentar kemudian aku dapat mendengar dengan jelas, aku tidak tuli. Ketika lahir aku memang belum bisa berjalan, dan aku kemudian bisa berjalan, aku tidak lumpuh. Aku tumbuh bukan sebagai orang buta, bukan orang tuli ataupun lumpuh.

Namun ketika lahir, aku tidak mengenal DIA, aku tidak mendengar suara-Nya, tidak merasakan sentuhan-Nya. DIA yang memberi hidup baru kukenal beberapa tahun kemudian ketika aku sudah mulai bisa berpiki. Sampai sejauh ini, sampai puluhan tahun umurku, aku masih belum banyak mengenal diri-Nya. Aku masih belum melihat DIA dan mendengar suara-Nya dengan mataku dan telingaku sendiri. Bahkan aku juga mengenal-Nya yang lahir sebagai manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Tetapi aku belum pernah melihat dan mendengar dengan mata atau telingaku sendiri. Jujur kukatakan bahwa aku mengenal dari cerita, dari Kitab Suci, dan dari pengajaran yang sampai padaku. Karena tidak pernah melihat dan mendengar langsung, aku kadang menganggap-Nya tidak begitu penting, tidak sepenting apa yang kulihat, kudengar, atau kurasakan secara langsung.

Dalam hidupku, aku mengurai kembali apa yang sebenarnya penting. Lalu mulai kusadari pula bahwa aku hidup karena ada yang membuat aku hidup, ada yang membuat aku tetap hidup. Sesuatu yang membuat aku hidup itu ada di dalam diriku, ya....ada di dalam diriku sendiri. Mulai kusadari pula bahwa sesuatu yang membuat aku hidup itu berasal dari DIA yang memberi hidup, Sang Sumber Hidup. Maka mestinya hidupku selalu terikat dengan-Nya, mestinya aku tidak pernah telepas dari DIA. Dan mestinya pula aku selalu mengikutinya. Hidupku semestinya, selalu berada dalam keterikatan dengan-Nya, selalu dalam kebersamaan dengan-Nya. Aku semestinya mengenal baik diri-Nya, mampu melihat peran-Nya, bisa mendengar suara-Nya. Mestinya aku tidak buta dan tuli akan DIA. Mestinya pula aku tidak lumpuh dan mau berjalan, bergerak kearah DIA. Kesadaranku akan DIA membuan angin segar yang bertiup seolah menyampaikan pesan, "Kerajaan Sorga sudah dekat...". Kesadaranku pula yang menuntun aku sehingga aku tidak lagi lumpuh, tidak lagi buta dan tidak lagi tuli akan diri-Nya.


Yustinus Setyanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar