Senin, 23 Juni 2014

HARI SABAT

Untuk orang kristiani, apakah hari Sabat itu hari sabtu atau hari Minggu? Jika dirayakan hari hari Minggu, apakah tidak bertentangan dengan Kel 31:16? Kapan Gereja merayakan hari Sabat pada hari Minggu?
   Pertama, kita harus mengerti bahwa hari sabat tidak sama dengan hari Sabtu. Kemiripan bunyi antara Sabat dan Sabtu seringkali membuat orang menyamakan keduanya. Kata "Shabbat" dalam bahasa Ibrani berarti berhenti atau istirahat.

    Kedua, perintah "kuduskanlah hari Sabat" (Kel 20:8) mempunyai latar belakang karya penciptaan, yaitu setelah bekerja selama enam hari, Allah beristirahat pada hari ketujuh (Kej 2:2). Hari ketujuh ini dinyatakan sebagai kudus, milik Allah. Apa yang dilakukan Allah itu menjadi teladan bagi manusia, artinya manusia haruslah beristirahat dari kerja dan menguduskan hari itu bagi Tuhan. Inilah pengertian umat Israel tentang hari Sabat (Kel 20:8-11; Kel 31:16), yang dilaksanakan pada hari ketujuh, yaitu hari sabtu.

Sebenarnya, istirahat Allah mempunyai makna yang lebih mendalam daripada sekedar "tidak bekerja". Pada kenyataannya, tindakan kreatif Allah terus mendasari dunia secara tak kunjung henti. Allah selalu berkarya, seperti dikatakan Yesus sendiri dalam membicarakan perintah Sabat: "Bapa-Ku masih bekerja dan Aku sedang bekerja" (Yoh:5-17). Istirahat Allah ini tidak menunjuk sekedar pada Allah yang tidak aktif, tetapi lebih menekankan Allah yang seakan-akan berlama-lama menikmati hasil ciptaan-Nya yang "sungguh amat baik" (Kej 1:31). Allah melayangkan pandangan kontemplatif penuh kesukaan yang menggembirakan atas keindahan ciptaan yang telah dicapai, secara istiwewa atas manusia, mahkota penciptaan. Pandangan Allah ini menyingkapkan hubungan "pernikahan" (suami-istri) antara Allah dengan manusia, yang diciptakan menurut citra keserupaan-Nya (bdk Dies Domini, no. 11). Jadi, istirahat Allah di sini berarti Allah menikmati karya-Nya yang begitu indah.

     Ketiga, tema mengenang karya Allah sebagai motivasi hari Sabat nampak jelas dalam Ul 5:12-15, yaitu mengenang karya penyelamatan Allah: "pembebasan dari perbudakkan Mesir". Allah yang beristirahat pada hari ketujuh itu adalah Allah yang sama yang membebaskan Israel dari penindasan Firaun. Pada karya penciptaan dan karya pembebasan itu, Allah menampilkan diri sebagai mempelai pria menghadapi mempelai wanita (bdk Hos 2:16-24; Yer 2:2; Yes 54:4-8) (Dies Domini no 12).

     Keempat, dengan latar belakang "mengenang karya Allah" untuk hari sabat, kita bisa dengan mudah mengerti mengapa Gereja Para Rasul dengan cepat memindahkan istirahat kudus dari hari ketujuh (sabtu) ke hari pertama (Minggu), karena Kristus bangkit pada hari Minggu. Kebangkitan Kristus menandai pembebasan umat manusia dari kuasa dosa dan maut. Inilah pembebasan sempurna yang dilakukan oleh Kristus melalui sengsara dan kebangkitan-Nya. Inilah juga penciptaan baru (2 Kor 5:17), sesudah ciptaan lama dirusak oleh dosa. Misteri Penciptaan Allah mencapai kepenuhannya dalam Misteri Paskah, yaitu Wafat dan Kebangkitan Kristus, yang sekaligus merupakan antisipasi kepenuhan definitif pada akhir zaman bila Kristus akan datang dalam kemuliaan (bdk Kis 1:11; 1Tes 4:13-17) serta segala sesuatu akan dibarui (bdk. Why 21:5).

     Kelima, kebiasaan merayakan hari Minggu sudah dikakukan sejak zaman Gereja Para Rasul: "Pada hari pertama dalam Minggu ini, ketika kami berkumpul untuk memecahkan roti". (Kis 20:7). Mereka juga menyebut hari Minggu itu sebagai hari Tuhan (Why 1:10). Memang pada awal mula umat masih terus menghadiri ibadat bait Allah pada hari Sabtu, tetapi pada hari Minggu mereka berhimpu untuk memecahkan roti (Kis 2:42, 46). Tetapi kemudian terbentuklah kesadaran untuk menguduskan hari Minggu sebagai kenangan hari Kebangkitan Tuhan dengan merayakan Ekaristi dalam kegembiraan dan persaudaraan kistiani. Dengan demikian, kita beralih dari hari "Sabat" ke "hari pertama sesudah Sabat," dari ketujuh ke hari pertama, dari Dies Domini (Hari Tuhan) ke Dies Christi (Hari Kristus).



Yustinus Setyanta
Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar