Kamis, 26 Juni 2014

HATI BIJAKSANA

Dalam kampanye, calon penguasa kampung dan wakilnya terlihat kompak. Janji muluk-muluk diobral murah. Kampung itu tidak akan bising dan kacau lagi, tidak tergenangi air berlebihan, jalan lumpur akan menjadi mulus. Maka, orang tersentak ketika sang wakil penguasa memilih untuk mundur. Banyak masalah masih tetap ada. Ketika didesak, penduduk kampung diminta bersabar.

Salomo sungguh sadar bahwa tanpa adanya hati yang bijaksana, tidaklah mungkin baginya menjadi seorang raja yang baik. Kekayaan dan kehormatan menjadi tidak berarti bila tidak ada kebijaksanaan (1Raj 3:4-13). Dalam hati Salomo selalu ada seruan permohonan, "Ajarkanlah ketetapan-Mu kepadaku, ya Tuhan." Secara praktis, raja harus bisa membedakan apa yang memang baik dari apa yang memang jahat. Untuk itu, syaratnya jelas. Dengan itu otak dan hati ikut dibentuk. (Mzm : 119).

Para murid Yesus merasa lelah setelah kembali dari tugas berkeliling. Demi pemulihan tenaga, mereka pun menyingkir. Tanpa diharapkan, orang banyak tetap datang. Yesus punya pilihan, menolak atau menerima. Di saat seperti itulah otak dan hati harus bicara. Para murid butuh istirahat, tetapi orang banyak itu butuh pengajaran. Yesus dan para murid pun menunda saat istirahat (Mrk 6: 30-34).

Sungguh, hati bijaksana menjadi penuntun untuk menangkap kehendak Tuhan dalam pengalaman yang terjadi di luar rencana yang matang.

Yustinus Setyanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar