Konon bangsa israel pun sering mengeluh dan bersungut-sungut karena makanan. Diberi roti manna oleh Allah, mereka mengeluh. Sepertinya tidak ada makanan yang membuat mereka terpuaskan. Roti yang diberikan oleh Yesus tidak sama dengan roti yang diberikan Musa kepada israel dalam perjalanan hidup mereka di padang gurun (Ul 8:2-3. 14-16).
Roti atau "manna" itu hanya sementara, tetapi roti yang diberikan Yesus adalah diri-Nya: "Akulah roti yang turun dari surga". Injil Yoh 6:51-59 ini mengingatkan kepada kita tentang makanan yang akan membuat diri kita kenyang selamanya yakni tubuh dan darah Kristus sendiri. Dalam rupa roti dan anggur yang kita terima setiap minggu (bahkan mungkin setiap hari), Yesus ingin menegaskan bahwa Dia lah roti hidup. "Barangsiapa makan daripadanya, ia tidak akan mati" begitulah sabda-Nya. Memang benar bahwa roti itu memang untuk keperluas fisik, namun kedatangan Yesus bukan untuk mengilangkan kelaparan fisik semata melainkan kelaparan badi. Roti yang dibawa Yesus yakni roti yang adalah Yesus sendiri adalah roti dari surga yang akan mengilangkan kelaparan dan dahaga kehidupan kita. Masihkan kita mengeluh dan tetap bersungut-sungut bila Tuhan Yesus sendiri sudah memberikan segalanya untuk kita? Masihkah kita tetap kurang percaya?
Menerima Ekaristi adalah menerima Kristus, Tubuh dan Darah-Nya, yang membagikan diri-Nya. Maka kita yang menerima-Nya harus bersedia pula membagikan diri kepada sesama. Atau dengan bahasa Yesus "kita harus bersedia pula menjadi roti dan minuman untuk orang lain".
Selamat berbagi pengharapan, kasih dan cinta kepada sesama.
Yustinus Setyanta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar