Aku membayangkan jika aku memiliki uang sebanyak 4 trilyun, akan aku apakan uang sebanyak itu? Mungkin kehilangan 1 juta, 2 juta atau seterus juja tidak akan terasa bagiku. Tetapi sekalipun mempunyai uang sebanyak itu, jika kemudian sakit 'masuk angin' sungguh akan terasa sekali. Jauh lebih terasa 'masuk angin'nya daripada kehilangan uang ratusan juta. Lalu aku membayangkan jika aku hanya punya uang 5 ribu rupiah. Aku pun akan kebingungan, bisa untuk apa uang yang hanya 5 ribu rupiah ini? Jika sampai hilan 500 rupiah atau seribu rupiah saja tentu akan terasa. Dalam keadaan seperti itu sekalipun sakit 'masuk angin' tidak akan begitu terasa karena perhatian lebih tertuju kepada kekurangan dan ketidakcukupan daripada pada rasa sakit yang aku derita.
Aku pun lalu membayangkan sekiranya aku adalah pemuda kaya itu (dalam Mat 19:22). Bisa jadi aku pun akan mudur dengan sedih karena kekayaanku. Tetapi sekiranya aku miskin adakah aku dengan segera datan dan mengikuti Dia? Ternyata tidak. Aku masih menimbang-nimbang soal jaminan masa depan nanti. Apakah kalau aku mengikuti dia lantas hidupku enak, terjamin dan tercukupi? Rupanya, sekiranya kaya aku tidak mau datang dan mengikuti Dia, dan sekiranya miskin pun aku tetap tidak datang dan mengikuti Dia.
Tiba-tiba melintas bayangan Petrus di hadapanku, jala dan perahunya ia tinggalkan, keluarganya pun ia tinggalkan. Di belakanya melintas pula Paulus, masa depannya ia tinggalkan, ambisinya pun ia tinggalkan. Beberapa tokoh lain pun ikut melintas, seperti: Ignasius Loyola, Agustinus dan masih banyak lagi. Mereka semua datang dan mengikuti Dia dengan meninggalkan segalanya. Sementara aku tetap berdiri di sini berkuta dengan diriku sendiri.
TUHAN, Engkau adalah sumber kasih. Kasih yang terpancar dari-Mu tak pernah berkesudahan. Berilah aku waktu dan bantulah aku untuk mempersiapkan hatiku, membersihkan hatiku, hidupku yang kotor, agar pantas untuk menerima kasih-Mu yang agung. Amin
Aku pun lalu membayangkan sekiranya aku adalah pemuda kaya itu (dalam Mat 19:22). Bisa jadi aku pun akan mudur dengan sedih karena kekayaanku. Tetapi sekiranya aku miskin adakah aku dengan segera datan dan mengikuti Dia? Ternyata tidak. Aku masih menimbang-nimbang soal jaminan masa depan nanti. Apakah kalau aku mengikuti dia lantas hidupku enak, terjamin dan tercukupi? Rupanya, sekiranya kaya aku tidak mau datang dan mengikuti Dia, dan sekiranya miskin pun aku tetap tidak datang dan mengikuti Dia.
Tiba-tiba melintas bayangan Petrus di hadapanku, jala dan perahunya ia tinggalkan, keluarganya pun ia tinggalkan. Di belakanya melintas pula Paulus, masa depannya ia tinggalkan, ambisinya pun ia tinggalkan. Beberapa tokoh lain pun ikut melintas, seperti: Ignasius Loyola, Agustinus dan masih banyak lagi. Mereka semua datang dan mengikuti Dia dengan meninggalkan segalanya. Sementara aku tetap berdiri di sini berkuta dengan diriku sendiri.
TUHAN, Engkau adalah sumber kasih. Kasih yang terpancar dari-Mu tak pernah berkesudahan. Berilah aku waktu dan bantulah aku untuk mempersiapkan hatiku, membersihkan hatiku, hidupku yang kotor, agar pantas untuk menerima kasih-Mu yang agung. Amin
( Yustinus Setyanta )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar