Bagaimana aku akan mengenal DIA, dan bagaimana DIA akan mengenal diriku? Soal nama, dan segala macam cerita orang tentang DIA, aku tahu sebagaimana orang lain pun tahu. Tetapi mengenal DIA, memahami DIA, dan mengerti persis pikiran-pikiran dan hati-Nya sungguh aku merasa diriku buta. Sebagaimana orang lain tahu siapa aku, tetapi mereka sama sekali tidak mengenal diriku yang sesungguhnya. Hanya aku yang sungguh-sungguh memahami segala sifat baik yang kelihatan maupun yang kusembunyikan rapat-rapat. Orang lain hanya tahu tentang diriku sebatas apa yang mereka dengar dan lihat. Sementara masih banyak hal yang tersembunyi dari mereka.
Aku ingin memulai dari diriku sendiri. Aku ingin mengenal diriku sendiri lebih baik, karena selama justru aku tidak mengenal diriku sendiri. Siapa aku? Pertanyaan itu kadang berhenti pada predikat-predikat yang menempel plus segala macam konsekuensinya. Aku sebagai orang tua, aku sebagai karyawan, aku sebagai pekerja, aku sebagai umat sebuah paroki, aku sebagai anggota gereja, sebagai anggota masyarakat, semua itu adalah predikat yang menempel pada diriku. Tetapi aku bukanlah semua itu. Dalam sendiri, semua predikat itu tidak ada artinya apapun. Maka untuk mengenal diriku sendiri, aku akan memulainya dari kesendirianku.
Ketika aku sendiri, tidak ada seorang pun di sekitarku saat itu tidaklah penting. Sebanyak apa kekayaanku, pada saat itu tidaklah penting. Semua itu tidak ada artinya ketika aku benar-benar seorang diri. Semua baru ada artinya ketika aku ada dalam kebersamaan. Sebuah kebersamaan akan memberi arti mengenai diriku. Yah...sebuah kebersamaan. Sayang ketika aku ada dalam kesendirian, aku tidak pernah merasakan sebuah kebersamaan. Aku harus belajar....berlatih mengalami kebersamaan ketika berada dalam kesendirian.
Tidak ada tempat lain untuk berpaling kecuali DIA. Dalam kesendirianku, aku belajar berlatih untuk bersama dengan diri-Nya. Lambat laun aku mulai merasakan bahwa aku tidaklah pernah sendiri lagi. DIA selalu ada...dan menunjukan bahwa hidupku bukanlah tanpa arti. Aku mulai mengenal diriku sendiri, dan aku pun mengenal DIA yang selalu ada kapanpun juga.
Sebuah refleksi dari Matius 17:22-27.
{Yustinus Setyanta}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar