Senin, 13 Januari 2014

UANG

Uang memiliki rahasianya sendiri. Uang awalnya lahir demi memenuhi kebutuhan manusia sebagai perantara untuk membeli barang yang dibutuhkannya, sambil menjual barang yang dimilikinya. Uang adalah benda yang bertindak sebagai makelar kepentingan antar manusia. Uang adalah pelayan yang dibutuhkan demi mempermudah hubungan antar insan. Namun, zaman berubah, dan uang pun ikut berubah. Uang pada akhirnya bukan lagi menjadi pelayan tetapi penguasa yang dengan angkuh berseru: “Miliki diriku, dan semuanya akan dan dapat kau miliki!”

Kini, ada yang berkata, dengan uang kita dapat membeli barang apa saja. Barang apa saja! Kini, ada yang berkata, adakah yang tak dapat dibeli dengan uang? Kekuasaan, Kekuatan, Kedudukan bahkan ilmu pengetahuan dan keahlian semua tergantung padanya. Dan tanpa uang, kita hanya bisa menjadi penonton di pinggiran yang tak bisa dan tak mampu berbuat sesuatu pun. Namun ada pula yang berkata, ‘menjadi kayalah dan sesudah itu kita baru bisa menjadi orang baik’. Jadi kadang kala, saat memandang lembaran uang yang terkulai tanpa daya itu, barangkali dapat membuat kita bergidik memikirkan kekuatan tak nampak yang dimilikinya. Kekuatan yang tak nampak tetapi nyata pada hidup yang fana ini.

Maka setiap hari kita mencari uang. Dari pagi hingga petang pun dari petang hingga pagi. Untuk dapat menggapai impian, cita-cita dan harapan. Untuk mengejar ambisi dan hasrat. Serta untuk dapat tetap bertahan hidup. Sang pelayan kita telah menjelma menjadi sang raja yang sedemikian di puja, sehingga kadang kala tunduk terkulai untuk dapat melakukan apa saja demi untuk memilikinya. Bahkan kadang kala kebebasan kita pun rela kita lepaskan demi untuk memilikinya. Maka kini, uang kehilangan fungsinya untuk mempermudah hidup manusia, karena ternyata hidup dapat jauh lebih sulit dan pelik hanya demi sang uang itu.

"Hidup bagai dua sisi mata uang" begitu kata orang. Yah, karena uang sampai bertandang ke ngeri orang, karena uang pula tinggal di kampug halaman. Uang dapat membuat gembira riang nan tenang pun dapat membuat pening, pusing tujuh keliling. Uang dapat membuat senang, gembira ria tetapi uang juga dapat membuat duka, gudah gulana. Uang dapat membuat di puja-puji namun uang juga dapat membuat kemanusiaan kita mati. Karena uang bisa di tendang, tapi karena uang juga bisa di sayang-sayang. Karena uang bisa muncul kebaikan, tetapi karena uang juga muncul kejahatan. Uang dapat............. Tetapi uang juga ................ Tinggal bagaimana kita memposisikan uang tersebut.

Saya teringat beberapa bulan yang lalu. Suatu kali, kami pada sebuah perjalanan dengan bus pariwisata di malam yang dingin dan kelam. Hujan deras serta angin kencang sedang berkecamuk. Kami, para penumpang – sebagian tertidur dan sebagian lagi terkantuk-kantuk – Sebagian lagi asik bercengkrama dengan gadget (telpon genggam) - berada di kenyamanan ruang sambil memandang kegelapan di luar. Jarak pandang hanya sekitar kurang lebih 4 – 5 meter saja. Lampu bus tak mampu menembus tirai air yang demikian ketat menabiri jalanan depan kami. Tiba-tiba, tepat di ujung sebuah pengkolan, bus kami terhenti mendadak. Di depan, berjarak sekitar jangkauan pandangan, sebuah jembatan terbentang. Namun jembatan itu nampak goyah dan rapuh. Sopir bus kami nampak ragu-ragu untuk melanjutkan perjalanan. Raut wajahnya jelas menampakkan kekawatirannya.

Tetapi sebelum bus sepenuhnya berhenti, tiba-tiba beberapa sosok tubuh muncul dari kegelapan malam. Dengan memakai mantel hujan yang sebagian pudar warnanya, bahkan ada yang kelihatan sobek, mereka menghampiri bus kami dan berbicara sejenak dengan sopir. Lalu kemudian mereka bergerak ke ujung jembatan yang rusak nyaris runtuh itu, sambil tetap dengan rasa was-was, sopir menjalankan kembali bus itu dengan perlahan. Suara derasnya hujan disertai bunyi gemuruh petir di langit tak mampu menghilangkan bunyi derak jembatan rusak nyaris runtuh yang diatasnya menggelinding roda bus yang terasa mencemaskan perasaan. Waktu terasa bergerak lamban, tetapi pada akhirnya bus berhasil mencapai ujung jembatan dan seusai sopir berbicara sejenak dengan mereka kemudian kami pun melaju kembali perjalanan menuju ke tujuan. Ketika salah seorang teman bertanya kepada sopir bus, "Mereka tadi dibayar berapa?" "Minta bayaran berapa?" sang sopir menjawab, "Tidak, pak. Mereka tidak minta bayaran uang sepeser pun..."

Di dunia yang fana ini. Uang memang memiliki rahasianya sendiri. Uang memang memiliki kekuasaannya sendiri. Uang memang memiliki kekuatannya sendiri. Tetapi toh, semua tergantung pada kita. Berapa toh bayaran niat baik dan tulus kita terhadap sesama. Berapa toh bayaran yang harus diberikan kepada mereka yang telah bekerja demi menyelamatkan sesamanya dalam keadaan bencana melanda, dalam keadaan dimana seakan-akan harapan telah sirna dan yang tersisa hanyalah keputus-asaan, ketak-berdayaan dan kerapuhan manusiawi? Yah, berapa toh bayaran mereka yang malam itu telah membimbing bus kami sehingga kami semua pada akhirnya dapat tiba di tujuan masing-masing dengan selamat untuk bertemu dengan keluarga tercinta. Tak serupiah pun mereka minta, tetapi toh, mereka telah memberikan segala-galanya dengan tulus, ikhlas. Segala-galanya. Ternyata, dan ternyata tanpa menjadi kaya banyak uang dan tanpa uang sepeser pun seseorang tetap dapat menjadi orang baik, dapat menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong sesama kita.

Memang, hidup senantiasa ada dibawah bayang-bayang hasrat, ambisi, keinginan dan nafsu kita pada kekuasaan-kekuatan-kekayaan. Tetapi hidup bukanlah kekuasaan-kekuatan-kekayaan secara materi duniawi belaka. Hidup kita ada dalam hati kita. Ada dalam cara kita berpikir mengenai makna keberadaan kita pada kenyataan duniawi. Sebab itu, semuanya itu semestinya dapat kita sesuaikan dengan semangat kegembiraan yang tulus dalam hidup yang sedang kita jalani ini. Maka harta kita yang terutama, bukan pada apa yang kita miliki tetapi pada apa yang kita pikirkan, pada apa yang mau kita rasakan. Harta kita ada dalam hati kita sendiri. Uang pada akhirnya tidak mampu menguasai perasaan kita jika kita semua mau untuk salin berkurban dan saling membantu satu sama lain. Kunci semuanya tergantung pada kita. Kita semua. Uang ternyata tidak bisa membeli dan tidak akan mampu menguasai segala sesuatu. Kita lahir tidak membawa uang dan kelak jika wafat juga tak membawa uang. Ada saat-saat dimana kita harus menyadari bahwa bukan uang tetapi manusiawilah yang terpenting dalam hidup ini. Manusia yang nampak demikian lemah, tak berdaya ternyata punya kekuatan yang luar biasa. Kekuatan dalam hatinya. Sanubarinya. Kiranya kita semua masih dan tetap memiliki kekuatan itu. Amin


Yustinus Setyanta
Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar