Kamis, 23 Januari 2014

LURUS

“Di jaman ini, mereka yang hidup lurus akan berjalan di lorong sunyi. Nyaris tanpa teman...” Demikian kata seorang bapak kepadaku suatu ketika.”Entah kita meninggalkan atau malah kita ditinggalkan, kita menjadi orang aneh yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk materi belaka. Dan tak jarang membuat kita bertanya dalam hati, apa diri ini salah? Ataukan situasi dan kondisi kita yang salah urus?”

Saat merenungkan kalimat-kalimat itu, tiba-tiba ku tersadar akan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Paling tidak, jika dilihat sepintas. Kemajuan tehnologi telah menciptakan begitu banyak perubahan dalam diri kita (manusia). Benda yang bertaburan setiap saat dapat kita baca lewat iklan, dapat kita saksikan di layar kaca atau monitor, sungguh sangat menggoda hasrat kita, keinginan kita. Sementara apa yang kita terima tidak dapat membeli segala yang tersaji di depan mata, maka kita mempergunakan segala cara, halal atau tidak, hanya demi dapat memiliki dan menguasai benda tersebut. Seperti kata temen saya suatu ketika saat kami ngobrol bareng dengan nada tertawa dan bercanda berkata, H3 nie : halal haram hantam, waaaawkwkwkwkkkkk............

Demikian pula, percakapan dalam setiap pertemuan sering dibumbui dengan benda-benda yang ada di tangan kita, HP lah, kekek bengeklah wisss....jelasnya benda yang kita miliki dan kita pakai walau mungkin tidak sepenuhnya kita pahami bahkan tak sesuai dengan pemakain, kebutuhan kita. Maka mereka yang tidak mampu, tidak memiliki dan tidak tahu akan benda tersebut pada akhirnya akan tersisih. Seperti terasingkan gitu. Mereka akan melalui lorong sepi dalam hidup yang jauh dari jalan raya yang bertaburan cahaya kemajuan. Tersisih dari pergaulan, tersudut dan hanya sekedar menjadi penonton dengan perasaan yang pahit. Tetapi juga rumit. Namun jarinya jangan terjepit pintu lho ya tar sakit.

Tetapi haruskah hidup ini kita jalani dengan meninggalkan kesadaran hati nurani kita hanya demi agar dapat memasuki jalan raya yang demikian berkelimpahan cahaya gemerlap tetapi sesungguhnya belum sanggup kita pahami? Belum sanggup kita nikmati? Haruskah kita hanya sekedar dapat menjadi pembeli dan pemakai saja, dan tidak menjadi penjual dan bila perlu, bahkan pencipta yang jauh lebih memahami apa yang dapat kita peroleh? Mengapa kita lebih suka menjadi pengikut dunia dari pada menjadi perintis kemajuan?

Sungguh benar, mereka yang hidup lurus akan berjalan di lorong sunyi. Sebab hanya mereka yang berjalan dalam keheningan dapat menjadi pencipta yang kreatip, menjadi penemu karena perenungan yang dalam, menjadi pelopor kemungkinan-kemungkinan yang sebelumnya tidak terpikirkan. Dan bukankah aneka macam penemuan, hasil-hasil karya yang bermanfaat bagi banyak orang pun karena keheningan perenungan yang dalam. Sebab sesungguhnya, kemajuan jaman ini tidak di tentukan di jalan raya yang gemerlap dengan pasar jual-beli yang hiruk pikuk tetapi justru di ruang-ruang terpencil- hening yang memunculkan segala ide dan pemikiran untuk membuat manusia lebih nyman dengan dirinya. Atau paling tidak, membuat sang penemu dalam diri lebih nyaman menjalani hidupnya apa adanya.

Maka bagi yang hanya dipenuhi hasrat untuk memiliki dan menguasai, sesungguhnya tidak akan mampu untuk menciptakan kebutuhannya sendiri. Tidak akan bisa memikirkan kemungkinan lain yang dapat dilakukannya dengan kemampuan yang dimilikinya. Maka hanya membeli keinginannya sendiri, bukan menciptakan apa yang diinginkannya. Maka tak terelakan kadang kala merasa kurang puas dengan apa yang di perolehnya. Sebab hanya mencintai keramaian pasar, hiruk pikuk jalan, cahaya iklan yang gemerlapan. Begitu enggan untuk menyepi memikirkan apa yang dapat menjadikan hidup lebih bermanfaat dan berarti, segan untuk menaklukkan keinginannya yang membara. Karena tidak menyukai jalan yang berliku, penuh kesulitan dan rumit. Dan malas untuk terus menerus belajar memperbaharui dirinya.

Begitulah, kemajuan telah menciptakan suatu kontradiksi yang aneh pada kita. Sebab seharusnya, dalam pemikiran, hidup lurus selayaknya jauh lebih mudah untuk ditelusuri. Jauh lebih nyaman dan aman untuk dilewati. Hanya perlu usaha dan kerja nyata, belajar dan berpikir, mempergunakan semua kemampuan yang telah kita miliki. Tetapi ternyata kita jauh lebih menyukai sikap menerima. Tanpa berpikir dalam. Berharap semua hal datang sendiri. Bagaikan memegang pengatur jarak-jauh atau remote control. Serba instan. Serba ringkas. Serba praktis. Maka kita mempergunakan segala macam cara selain dari bekerja secara jujur dan keras. Jika harus korup maka korup-lah. Hidup cuma sekali mari kita korupsi aaiiii....Jika harus menendang sesama maka tendang-lah. Yang penting kita dapat membeli dan membayar apa yang kita inginkan. Jika harus bekerja dan berpikir? Jangan......Jangan!!!........Jangan gitu ya!!!  Sebab hidup bukan untuk dipikirkan tetapi dinikmati dengan rasa syukur.. Ahhhhh...ah..ah..ah.......aahhhhh.....nikmatnya.



Yustinus Setyanta
Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar