Rabu, 19 Agustus 2015

HATI YANG TERBUKA

Diam dalam kesendirian dan keheningan, saat seperti itulah yang aku butuhkan untuk merefleksikan diriku sendiri. Muncul sebuah kesadaran akan kenyataan diri, bahwa aku hidup, bahwa selama ini hidupku ada yang menghidupi. Ada banyak faktor yang selama ini menunjang dan mendukung aku masih tetap hidup. Ada peran tersembunyi, yang mendorong orang lain untuk berhubungan denganku.

Dalam kesedirian dan keheningan inilah aku dapat melihat bahwa selama ini banyak sikap dan perbuatan yang ujungnya terikat pada kepentingan diri, dan kehendak diri. Meski kadang tersembunyi, namun aku bisa melihatnya dengan sangat jelas bahwa muara dari sikap dan perbuatanku adalah pada diriku sendiri. Dalam kesedirian dan keheningan aku berlatih memutuskan tali pengikat setiap sikap dan perbuatanku agar tidak lagi terikat pada diriku sendiri. Aku berlatih untuk melakukan, sebab hanya dengan cara seperti itu aku akan merasa lebih tenang.

Ada daya yang tersembunyi yang kadang menempatkan aku dalam situasi yang menguntungkan, yang memudahkan dan membuatku mendapat banyak kesempatan. Mungkin selama ini aku menyebutnya sebagai kebetulan, tetapi aku untuk mengesampingkan kata kebetulan itu. Aku tidak lagi mengurung refleksi dengan tembok kebetulan. Ketika satu tembok kebetulan aku singkirkan, maka aku dapat melihat bahwa ada peran Allah di sana. Saat melihat peran Allah di dalam satu peristiwa,muncul rasa syukur yang tulus dari dalam hatiku.

Aku mengawali doaku dengan syukur, lalu tenggelam dalam rasa syukur, sampai akhirnya kututup pula doaku dengan ucapan syukur. Tak ada permohonan kecuali rahmat untuk terus bersyukur. Tak ada lagi permintaan kecuali hati yang terbuka hingga senantiasa mampu bersyukur.






(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar