Jumat, 28 Agustus 2015

MENEROBOS GELAP

Gelap adalah tidak ada cahaya; tidak terang benar (malam): atau belum jelas. Gelap juga merupakam bahasa istilah dalam hidup. Arti sederhana istilah 'gelap' adalah kenyataan dimana tidak tahu kemana arah yang baik dan benar. Karena yang baik itu tak selalu benar. Itulah istilah kagelapan dengan pemahaman yang sederhana, suasana yang sangat berbeda dengan terang, meski sedikit remang-remang, tetapi setidaknya suasana itu sudah berubah. Ada kepastian, ada arah yang bisa di  lihat, ada keberanian untuk melangkah yang mulai timbul. Memang tidak mudah semudah membalikan talapak tangan untuk mulai melangkah menuju kapada terang yang ada di kejauhan sana. Dalam kegelapan harus hati-hati, bahkan merangkak. Tak jarang tersandung, terpeleset bahkan bisa jatuh ke dalam lobang yang lebih gelap. Dalam kegelapan, jarak pandang pun demikian terbatas dan ada banyak hal yang mungkin mempengaruhi hati dan pikiran sehingga tanpa disadari kadang justru mengikuti kemauan dari sendiri sehingga terjerumus ke dalam lubang tersebut yang pada kenyataan hidup lebih menyenagkan, lebih nyaman. Namun Dia adalah mercusuar yang senantiasa memancarkan terang dan bisa di lihat dari kejauhan. Keteguhan hati dan kesetiaan untuk mengarahkan pandangan dan tanpa henti berjalan kearah-Nya yang membawa pada keselamatan. Di sisi lain pun menyadari  akan keterbatasan sehingga aku membutuhkan pertolongan-Nya. Menyadari keterbatasan dan kekurangan adalah sikap tobat yang merupakan pintu bagi hadirnya pertolongan dan bimbingan Roh Kudus.

Sungguh aku menyadari bahwa kuasa kegelapan itu menggodaku dan malah membuat aku nyaman namun aku pun berusaha untuk melawannya. Demikian keras aku berusaha menentang dan melawannya, namun ia tak pernah berhenti mempengaruhu, menggangu, menggoda bahkan akan menjerumuskan aku. Sampai kemudian aku merasa lelah dan tak berdaya. Kekuatanku untuk melawan dan mengghindar habis sudah. Tangan-tangan dari kuasa kegelapan itu terasa demikian kuat mencengkram dan menarikku untuk kembali menjauh dari Allah. Ketika semua itu aku perhatikan satu persatu. Ketika semua itu aku renungkan kembali. Aku hanya mengandalkan diriku sendiri dengan kekuatanku untuk melawan kuasa kegelapan. Bahkan aku merasa, melawan dengan sekuat tenaga adalah tindakan yang keliru. Ketika aku melangkah menuju terang ke arah terang maka dengan sendirinya aku tidak lagi mengalami kegelapan. Demikian sebaliknya jika aku menjauhi terang maka dengan serndirinya aku memasuki kegelapan. Inilah bahasa sederhana yang aku pahami, bahwa untuk mencapai keselamatan aku harus bergerak mendatangi terang dan bukan menjauhinya, Dia adalah Terang itu, Dia adalah Terang yang sesungguhnya. Maka bagaimana aku mengarahkan hidupku senantiasa kepada-Nya, itulah yang harus aku lakukan.

Aku hanya duduk dan diam........kubiarkan kesadaran akan relasiku dengan Allah sebagai penolong, penuntun, pembimbing yang senantiasa menjagaku muncul. Kesadaran itu terus kuperhatikan dan kubiarkan tumbuh subur. Ketika ada keinginan lain muncul, aku hanya menyadarinya. Ya.....aku hanya memperhatikan dan menyadarinya, bukan mengikutinya. Perlahan keinginan dan pikiran yang menyimpangkan aku dari Allah itu tersingkir. Ketika ia kembali datang, kembali pula aku memperhatikan dan menyadarinya, bukan mengikuti dan menganalisanya. Kembali pula mereka lenyap.....Dalam keheningan itulah, aku mengingat satu ayat yang pernah Dia sabdakan. Ayat itu kusadari, dan terus kusadari. Setiap kata terus kuhayati dan kurasakan suasana yang dibangun oleh sebuah kalimat yang pernah Dia sabdakan. Dalam,keheningan itulah, aku melihat apa yang kurang dari diriku dan apa yang mesti kuperbuat sesuai dengan apa yang Dia kehendaki untuk kulakukan.

Setelah itu aku bangun, dan beranjak dari keheninganku. Aku bergerak tidak lagi diam, sebab aku harus melakukan apa yang harus aku lakukan. Dalam keterbatasanku dan kekuranganku, keserahkan diriku kepada-Nya. Tanpa harus menunggu, ternyata Dia memungkinkan semua itu terjadi. Dia mengirimkan orang lain untuk berarti dalam kehidupanku,nketika aku berbuat hal yang berarti bagi kehidupan ini. Allah senantiasa membimbing dan menuntunku melalui peran orang lain dalam kehidupanku. Ketika aku kembali duduk dalam keheningan, maka meski perlahan meluncurlah dari dalam hati melalui bibirku, "Terima kasih Tuhan.....atas penyertaan-Mu".



















(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar