Jumat, 10 April 2015

PRAWEDDING?

Beberapa pekan lalu, saya pernah mendapatkan kiriman bebeberapa lembar foto dan kartu undangan dari salah seorang teman yang akan menikah. Penampilan kedua sejoli itu tampak ceria dan anggun. Setelah membolak-balik foto itu, ada sesuatu yang menggelitik. Pada foto itu tertera tulisan pra-wedding. Kelang waktu tidak lama kemudian ada teman saya berkomentar. Rupanya dia terusik tentang pemakaian kata yang tepat: prawedding, prewedding, atau pre-wedding? Teman saya yang usil itu bahkan menawarkan alternatif lain, pranikah atau prakawin.

Dalam berbahasa memang sering kita menemukan pemakaian kata yang tujuan atau artinya sama, tetapi penulisannya berbeda. Anehnya, para pengguna bahasa memakainya secara bergantian dengan tidak memedulikan penulisan yang benar. Sekedar contoh, ada orang menusis kharisma yang seharusnya karisma, resiko mestinya risiko, dan otentik yang tulisan bakunya adalah autentik. Hal yang sama juga terlihat pada pemilihan kata prawedding, prewedding, atau pre-wedding.
Ketiga kata yang dicontohkan itu sama-sama dibentuk dari kata wedding dan pra- atau pre-. Khusus untuk kata prawedding, ada hal yang menarik sebagai bahan perbincangan. Di dalam prawedding, unsur pra adalah bentuk terikat yang sudah diterima sebagai kosakata Indonesia yang digabungkan dengan wedding (inggris). Sesuai dengan kaidah ejaan, jika unsur kosakata Indonesia diimbuhkan pada kosakata asing, penulisannya mestinya pra-wedding sebagaimana men-charter dan di-booking. Perihal pre-wedding penulisannya juga masih kurang tepat. Karena sama-sama berasal dari kosakata asing, pre- dan wedding seharusnya dirangkaikan sebagaimana prewedding outdoor.

Masalahnya sekarang mengapa kita harus menggunakan istilah asing, prewedding? Apakah tidak ada padanannya dalam hahasa Indonesia? Adakah kaitannya dengan sikap bahasa atau sikap budaya yang menomerduakan produk anak negeri jika dibandingkan dengan produk asing? Bisa jadi! Sebagaimana kita ketahui, dalam bahasa Indonesia prefiks pre- bersinonim dengan pra yang sama-sama berarti 'sebelum'. Kata asing, wedding, searti dengan nikah atau kawin. Oleh karena itu, prewedding akan lebih baik jika diterjemahkan menjadi pranikah sebagaimana penulisan prakata, prabayar, prapilkada, dan prasejarah.

Perlu dikemukakan bahwa bahasa Indonesia ada sejumlah unsur atau bentuk terikat yang bersumber dari bahasa asing, misalnya non-, inter-, semi-, sub-, trans-, tri-, catur-, panca-, anti-, infra-, termasuk pra-. Setelah bentuk terikat itu berterima sebagai kosakata Indonesia, kedudukan dan sistem ejaannya diperlakukan seperti penulisan prefiks, misalnya nonstop, caturwulan, pascabayar, internasional, pancalogam, transformasi, semiporfesional, dan subtema. Jika unsur terikat itu dilekatkan pada kata yang berhuruf awal kapital, perlakuannya juga seperti penulisan prefiks, misalnya ber-Pancasila dan di-PN-kan. Jadi pasca-, non-, pro-, dan anti- yang diimbuhkan dengan nama diri atau singkatan akan menjadi seperti gasca Sumpah Pemuda 1928, non-Amerika, pro-ASEAN, dan anti-ISIS. Kerapian berbahasa itu tentu tidak akan terganggu apabila kita memahami kaidah ejaan yang disempurnakan (EYD) dan tidak enggan membuka kamus (KBBI).
Sekian bidasan bahasa secara singkat











(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar