Iman adalah tanggapan, sementara akal yang selalu dikaitkan dengan pikiran dan logika dan proses. Iman adalah hasil dari sebuah proses dan bukan proses itu sendiri. Ketika Allah menawarkan karunia, kita menanggapinya dengan membuka diri terhadap tawaran tersebut. Karena keterbukaan inilah, maka Allah mengutus Roh Kudus untuk terus menerus menyampaikan karunia-Nya dan membimbing kita untuk berbuat sesuai dengan kehendak-Nya terhadap karunia tersebut. Maka tanggapan kita pun tidak berhenti pada sikap menerima, melainkan terus mewujud dalam bentuk ungkapan syukur, dalam bentuk ungkapan kasih kepada orang lain dan dunia. Dalam hal inilah akal kita kemudian ikut terlibat.
Bila disederhanakan, maka kita sampai pada sebuah kesimpulan; Iman memampukan kita merasakan kasih Allah, sementara akal memampukan kita untuk mengungkapkan kasih Allah. Terhadap iman, Roh Kudus membuka realitas kasih Allah yang secara terus menerus dianugerahkan kepada kita. Terhadap akal, Roh Kudus membimbing dan mengarahkan agar kita mampu mengunkapkan kasih-Nya sebagai wujud syukus atas iman kita. Karena iman kita, maka kita bisa melihat apapun yang kita terima, peristiwa dan situasi apapun yang kita alami sebagai anugerah Allah. Dengan bimbingan Roh Kudus, kita dimampukan untuk menyingkapkan dan melihat kasih Allah dalam setiap peristiwa yang kita alami. Dan melalui bimbingan Roh Kudus pula, akal kita dimampukan untuk mengungkapkan kasih tersebut kepada sesama dan dunia.
Iman dan akal bukan lagi merupakan dua perkara yang kita pertentangkan, melainkan menyatu dalam tawaran Allah. Dengan demikian, kita akan mengalami Allah dalam kehidupan kita apa yang diungkapkan oleh Kristus pun akan mampu kita hayati dan kita pahami dengan benar. Kita pun tinggal di dalam Dia dan Dia tinggal di dalam kita.
Refleksi :
Kepercayaanku akan runtuh atau berkuran apa bila pengaruh akal dan logika yang kutempatkan untuk melihat, menganalisa apa yang harusnya aku terima dengan iman.
(Yustinus Setyanta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar