Jumat, 17 April 2015

ATAS NAMA CINTA

     Atas nama cinta kadang aku justru menjajah - membelenggu orang yang aku cintai. Bukan bagaimana aku membahagiakan - membuatnya nyaman orang yang aku cintai tetapi bagaimana dia bisa membahagiakanku - bagaiman di bisa membuat aku nyaman. Terkadang pula aku menggangap bahwa orang lain terutama mereka yang dekat dengan ku - orang yang aku cintai - keluargaku adalah obyek-obyek yang aku tuntut untuk berbuat dan bersikap sesuai demgan yang aku inginkan. Jika dia tidak melakukan, menuruti sesuai yang aku inginkan - sesuai dengan kehendak hati ku yang membuat nyaman. Jika dia bersikap tidak sesuai dengan yang aku harapkan akan kemauan ku, aku menilainya salah. Ukuran benar adalah keinginan ku dan harapan akan kemauan ku. Sementara yang menjadi dasar dari keinginan dan harapan kemauanku adalah kepentingan ku, yah aku sedemikian terjebak pada kepentingan diri sendiri. Aku memandang dan melihatnya tidak dengan kacamata Tuhan melainkan kacamat kepentingan diri sendiri yang menyenangkan aku.

     Sebagai orang kristiani hal demikian menjauhkan aku dari percaya dan yakin pada peran Roh Kudus yang ada dalam dirinya yang senantiasa membimbing, menuntun, menolong orang. Ketika aku melihat kedalam antara diriku dengan orang-orang farisi, ternyata aku lebih farisi dari orang farisi. Aku demikian takut kalau sampai bertemu dengan-Nya. Aku tidak membayangkan bagaiman Dia akan mengecam aku. Namun pertemuan itu tidak mungkin aku hindari. Aku tidak mungkin bersembunyi dari-Nya. Maka yang bisa aku lakukan hanyalah mempersiapkan diri untuk mendegar kecaman-Nya pada diriku. Ketika aku bertemu dengan-Nya, sungguh tak ada lagi yang bisa aku katakan kecuali menunduk dan menunduk semakin dalam.

     Aku sadari bahwa mereka semua yang ada dalam keluargaku - mereka yang aku cintai - lahir sebagai manusia - sendiri dan pada akhirnya dan akan menghadapi kematian, sakit sendiri pula. Tengang waktu antara mereka adalah dan sampai meninggalkan dan sepenuhnya mereka sebagai pribadi yang khas dan unik. Sepenuhmya mereka berhak untuk terus dan tambah berkembang menjadi sebuah pribadi. Maka jika karena aku mereka yang ada dalam keluarga ku, yang aku cintai tumbuh dan berkembang sama halnya aku telah membelenggu dan membebani, menjajah orang yang aku cintai. Dengan mengatas namakan cinta "bahwa aku mencintaimu, bahwa aku menyayangi mu ini demi kebaikan mu, ini .........." pada hal jika aku melihat kedalam diriku sendiri, menilik diriku sendiri itu hanya untuk kepuasan pada apa yang aku inginkan, pada apa yang aku harapkan pada kemauan kerasku supaya dia mau menurutiku, aku tidak menilik terlebih dahulu sebelum menasehati orang yang aku cintai, adakah itu benar-benar tidak membebani, membelenggunya, menggekang atau benar-benar memberi dukungan.

Sebuah keluarga. Sebuah hubungan cinta asmara adalah untuk bersama tumbuh dan bukan untuk saling mengerdilkan, untuk melangkah bersama kepada Allah dan wahana untuk bisa menjadi murid-murid Tuhan yang lebih baik dan bersama-sama mengarkan hidup kepada Allah.










(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar