Jumat, 20 Desember 2013

Terjadinya Mukjizat

Kepedulian, perhatian, itulah kira-kira yang muncul kuat dari peristiwa mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Lima roti dan dua ikan mampu membuat kenyang ribuan orang. Apa yang bisa kita mengerti dan pahami dari persitiwa mukjizat tersebut? Mencoba untuk mengerti dan memahami proses terjadinya mukjizat itu jelas tidaklah mungkin. Berusaha mengerti dan memahami sisa roti itu akan untuk apa dan dikemanakan juga tidak mungkin. Yang bisa kita mengerti mungkin hanyalah apa yang dilakukan oleh para murid.

Kita bukan Yesus yang penuh kuasa dan mampu melakukan mukjizat. Kita adalah murid-murid-Nya, dalam peristiwa itu kita hanya menyanggupi ajakan Yesus untuk mempedulikan dan memperhatikan persoalan yang dihadapi banyak orang, kita juga mentaati perintah-Nya untuk membawa kepadaNya apa yang ada pada kita, selain itu kita juga bertugas membagi-bagikan roti-roti itu kepada orang banyak, tidak lain.

Mungkin soal kepedulian dan memperhatikan orang lain menjadi hal pertama yang cukup berat untuk dilakukan. Kita bisa menyaksikan sendiri di jaman ini, penderitaan yang dialami orang lain kadang menjadi kesempatan bagi kita untuk menari keuntungan pribadi. Jika kita ikut berkumpul di tempat itu, mungkin kita akan sibuk menjajakan air kemasan atau nasi bungkus. Tidak sedikit pula korban bencana saat ini yang akhirnya menjadi obyek untuk mendapatkan proyek atau bantuan dari luar negeri. Ujung-ujungnya proyek itu bertujuan hanya untuk keuntungan si pelaksana proyek. Alasan klasiknya adalah setiap pekerja berhak mendapatkan upahnya, tetapi dalam hal ini yang menjadi masalah adalah orientasi kepentingannya.

Kadang kala kita berhenti dan tidak berbuat apa-apa karena merasa tiadk memiliki apa-apa. Untuk berbuat seusatu kita menungga nanti kalau sudah kaya raya, kalau sudah berkelimpahan terlebih dahulu. Kita tidak berani membawa kepada-Nya apapun yang ada pada kita untuk dibagikan kepada orang lain. Kita enggan karena selalu teringat pada kepentingan diri kita sendiri terlebih dahulu. Sekali lagi, yang menjadi persoalan adalah orientasi kepentingannya.

Ketika harus membagi, kita pun kadang terpengaruh pada soal suka dan tidak suka, pada kedekatan hubungan, ini sesamaku dan yang itu bukan sesamaku. Kadang kita masih berpikir soal kelompok soal keluarga, dan soal siapa yang kita sukai. Konsep keadilan yang proporsional seringkali mempengaruhi cara kita membagi. Akhirnya persoalannya pun akan sama, yakni orientasi kepentingan.

Lima roti dan dua ikan yang dibagikan untuk ribuan orang, adalah peristiwa mukjizat yang mestinya memberi arti bagi banyak orang di jaman ini. Ketika orientasi kepentingan kita terpusat pada diri sendiri, pada kelompok kita sendiri maka mukjizat itu tidak akan pernah terjadi lagi.



Tulisan lama 30 Juli 2007
oleh Yustinus Setyanta
Jogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar