Dalam ceritera perwayangan ada tokoh yang bernama "Rama Legawa". Kata "legawa" nama tokoh itu berasal dari kata "Raghawa". Seperti "Pandhawa" atau "Korawa", kata "Raghawa" itu artinya darah atau keturunan "Raghu". Sepertinya kata "legawa" terjadi itu ya dari nama tadi, tetapi maknanya ya sama dengan kata "lega" atau "rela". Kata lega atau legawa itu menggambarkan sikap batin yang ikhlas, rela, tidak terbelenggu oleh rasa tidak rela atau kecewa atau lapang dada.
Penyair Jawa modern, Iesmaniasita, menciptakan puisi yang berjudul "Apa kamu sudah lega?". Pada puisi tadi Iesmaniasita bertanya pada penyair-penyair seangkatannya, "apakah kamu sudah lega jikalau hanya menyanyikan lagu warisan?". Memang, dalam kesusasteraan Jawa banyak ciptaan yang hebat. Banyak pengarang dan pujangga terkenal, mulai dari Empu Sedah, Empu Panuluh sampai Ranggawarsita. Tetapi pengarang sekarang apa ya bisa puas kalau hanya merawat warisan para leluhur, tidak bisa menciptakan syair sendiri? Kata "lega" dapat diartikan "menerima", yaitu menerima atau sudah bisa "menyanyikan lagu warisan" tidak mempunyai semangat menciptakan lagu sendiri.
Kata "legawa" itu artinya menerima dengan hati longgar. Kalau kalah ya menerima kekalahannya, kalau menang ya tidak sangat-sangat membanggakan diri. Caleg yang tidak terpilih menjadi anggota legistatif tidak perlu terlalu bersedih atau kecil hati. Tetapi untuk yang tidak menjalani memang ya gampang saja berkata demikian, terhadap yang menjalani, lebih-lebih yang sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit, dunia ini memang ya menjadi benar-benar gelap.
Semua tindakan itu ada buahnya sendiri-sendiri. Tidak semua tujuan atau keinginan itu bisa terlaksana, lebih-lebih kalau tidak disertai usaha dan dihitung dengan teliti. Walaupun seperti sudah berjanji "siap menang, siap kalah", tetapi jika kalah sepertinya kok ya belum siap tow yow. Jadi, mencari legawa-nya hati memang tidak mudah.
Manusia itu memang harus bisa legawa, sebab manusia itu hanyalah makhluk yang tidak luput dari rencana-Nya. Manusia itu bisa terkena sakit, terkena susah, dan terkena nasib yang kurang baik, menjadi tua dan tidak luput dari mati. Jika sudah sampai waktunya, manusia bisanya cuma pasrah kepada Yang Membuat Hidup (Allah). Tanpa mengingkari perlunya usaha, Rancana TUHAN yang berada dalam hidup manusia harus diterima dengan rela-legawanya hati. Seperti Bunda Maria yang rela legawa menerima kehendak-Nya
Rela jika
kehilangan tidak suka menyesal
menerima jika terkena
jangan iri terhadap sesama makhluk
ketiga legawa kesedihan diserahkan pada Tuhan.
Yustinus Setyanta
Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar