Sebagaimana banyak orang mengenang bagaimana sejumlah tempat atau jalan yang dulu lancar dan kini macet luar biasa, saya juga ingat beberapa waktu lalu Jogja tidak dirundung banyak kemacetan apalagi disaat jam sibuk terlebih dimusim liburan. Jalan yang menghubungkan orang-orang dari pinggiran ke dalam kota. Bahkan dari luar kota sekali pun, rasanya cukup nyaman, kalau mood sedang ingin mgebut bisa kurang dari satu jam, dari desa nenek saya ke kota. Kini perubahan berlangsung sangat cepat. Keadaan seperti keadaan sekitar beberapa tahun lalu tadi, kini terkubur sudah dalam kenangan.
Komputer pertama mulai bermuncul menggantikan mesin tik dan kalkulator. Perlahan-lahan perubahan terjadi. Kemudian manusia mengenal modem. Ketika kecepatan modem dipertanyakan. Mulai muncul yang lebih cepat lagi. Kelanjutan cerita Anda tahu, karena itu tentu bagian dari cerita hidup Anda juga. Modem yang semakin cepat. Chip yang lebih cepat. Hard drive berkapasitas gigabyte. Yahoo. Amazon. Video streaming. Blackberry. iPod, smartphone, dan entah apa lagi.
Setiap kali orang bicara mengenai perubahan itu, barangkali muncul kutipan dari McLuhan, "the medium is the message", meski di antara 100 pengutipnya, hanya dua atau tiga yang membaca bukunya. Tidak apa. Marshall McLuhan sereleven The Beatles, apalagi bukunya, Understanding Media: The Extension of Man, terbit bersamaan meledaknya Beatles di Amerika, sekitar tahun 1964. Mereka sama-sama produk 60-an, hard-rock, psychedelic, new age. Dalam pandangan waktu itu, munculnya media elektrik di abad ke-20, seperti telepon, radio, film, televisi, akan mematahkan tirani teks (sebutlah buku) yang membentuk pikiran dan cita rasa (individual) kita. Kita di ambang zaman ketika simulasi teknologi yang berhubungan dengan kesadaran, membuat proses kreatif untuk mengetahui (mendapat informasi) akan segera menjadi kolektif dan mulus di antara seluruh masyarakat.
Dari waktu ke waktu orang cenderung tidak membedakan antara isi berita dan mediumnya. Orang tak pernah menaruh perhatian apalagi curiga pada medium. Disitulah McLuhan mengigatkan. Baginya, isi tak lebih dari "sekerat daging segar yang dibawa pencuri pembobol rumah kita, untuk mengalihkan perhatian anjing penjaga di dalam otak" Anjing penjaga di dalam otak? Adakah watchdog di dalam otak manusia? Kalau iya, apa bentuknya? Yang dimaksud di situ kurang lebih consciousness, kesadaran, atau istilah dalam bahasa Jawa yang paling mendekatinya, eling. Terlena pada semata-mata isi, orang abai teriadap kenyataan bagaimana bentuk medium mengubah kesadaran kita.
Lihat ini. Kini, perlahan-lahan orang menimggalkan kebiasaan membaca produk cetak, buku, majalah, koran. Layar gadget menggantikannya. Dalam istilah Nicholas Carr, proses membaca buku adalah proses pembacan yang bersifat linear. Orang fokus pada satu hal. Berbeda dari proses pembacan lewat layar komputer. Carr menyebutnya hyperlingks. Orang meloncat ke sana- kemari, tidak fokus pada satu hal.
Implikasi dari perkembangan tersebut sudah kita rasakan. Informasi yang seperti air bah membanjiri otak kita. Barangkali itu memang menjadikan kita lebih tahu, serba tahu, sok tahu, tetapi bersamaan dengannya kesadaran mencerna kita menurun. Itulah dimensi otak baru manusia.
Perhatian, kesantunan, empati, tepa selira, kepedulian merosot. Ah....kadang saya kangen, bukan hanya pada kelengangan jalan waktu itu, pada suasana alam pedesaan yang kini telah berubah menjadi belantara gedung-gedung bertingkat, mall-mall yang serba glamor, tetapi juga pada otak lama manusia..........
Sekian sekelumit udar rasa kita.
Salam
(Yustinus Setyanta)