Sabtu, 20 September 2014

MENJADI UANGKAPAN KASIH-NYA

      Hukum yang utama dan pertama yang Dia ajarkan adalah kasih, aku tahu itu. Tetapi kasih tidaklah cukup untuk menjadi pengetahuan belaka, atau ilmu yang dipelajari dengan akal atau logika. Kasih harus memujud, karena kasih itu hanya akan menjadi kasih ketika ada ungkapannya. Jika Dia menghendaki aku hidup dalam kasih, maka sama artinya Dia menghendaki aku supaya menjadi ungkapan kasih. Agar seluruh hidupku, perbuatanku, sikap-sikapku senantiasa menjadi ungkapan kasih-Nya. Itulah standar yang menjadi ukuran kepercayaanku kepada-Nya.

      Persoalan yang selalu dan selalu terulang dalam diriku adalah, aku lebih mengungkapkan diriku, ke-aku-anku, harga diriku, kemampuan-kemampuanku, daripada mengungkapkan kasih-Nya. Sekalipun Dia sudah memberi petunjuk bagiku itu teramat sulit untuk kulakukan. Aku tumbuh sebagai sebuah pribadi yang demikian lekat dengan diriku sendiri, dengan kebutuhan akan perhatian, penghormatan, dan pengaguangan dari orang lain terhadap diriku. Maka hidupku lebih banyau kujalani seturut kehendak-ku dan bukan seturut kehendak-Nya.

     Percayakah aku? Ya.....di bibir aku mengaku percaya, tetapi ternyata aku kurang berani mempercayakan hidupku kepada-Nya. Aku lebih mempercayakan hidupku pada dunia, pada orang lain yang bisa memenuhi kebutuhanku, pada uang dan harta yang bisa menjamin hidupku.

     Ketika aku mulai menyadarinya, ternyata aku lebih terarah pada satu keyakinan bahwa hidup adalah saat ini sekarang ini. Maka meski mungkin terlambat, aku mencoba untuk mengalihkan arah dan memusatkan pandangan pada janji-Nya akan kehidupan kekal. Aku mulah belajar berlatih untuk menjadi ungkapan kasih-Nya. (Sebuah Refleksi dari Luk 7:31-35)



{Yustinus Setyanta}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar