Sabtu, 13 September 2014

LEMBAR KEYAKINAN

      Di sela-sela daun Sono yang rimbun terbang, matahari kian meninggi namun panasnya tak mampu mengusir keteduhan di bawah pohon Sono tersebut. Seorang nenek duduk di bawah pohon, bersandarkan batang pohon yang besar. Perlahan tangannya diangkat dan membuat tanda salib, di dahi.....di dada...di bahu kiri lalu ke bahu kanan. Gerakan tangan itu demikian pelan, bergetar ketika ujung-ujung jarinya menyentuh titik-titik yang dituju. Bibirnya bergumam pelan, meski lirih namun tetap terdengar, "Aku, bukan apa-apa namun karena kasih Allah Bapa, aku dihdupkan-Nya. Aku bukan siapa-siapa namun karena kasih Putera aku Dia selamatkan, hidupku selalu dibimbing dan dituntun oleh Roh Kudus karena kasih-Nya. Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seturut perkataan-Mu........"

Nenek itu perlahan memejamkan kedua matanya. Kehampaan di pelupuk matanya perlahan tersibak, dia melihat sepasang kupu-kupu terbang mendekati dirinya, berputar di atas kepalanya lalu dengan lembut hinggap di pangkuannya. Bibir nenek itu masih mendaraskan doa Bapa Kami, kedua kupu itu menghentikan kepak kedua sayapnya seolah mereka menikmati lantunan suara yang keluar dari bibir yang penuh keriput itu. Lantunan doa itu membuai rasa kedua kupu-kupu, mereka pun hanyut keheningan yang terpancar dari getar-getar halus lantunan dog si nenek itu.

Tanpa membuka mata, nenek itu menghentikan doanya, kedua kupu-kupu perlahan mulai terbang seperti menari-nari di hadapannya. Keindahan gerak mereka membuat sang nenek tah tahan untuk ikut menari. Perlahan nenek itu berdiri, digerakannya dengan lembut kedua tangannya, dilangkahkannya dengan pelan satu-persatu kakinya. Angin pun bertiup pelan menyusup diantara ketiganya. Entah kenapa beberapa lama mereka menari dengan iringan kesiur angin, ketika matahari mulai beranjak kebarat barulah ketiganya berhenti menari. Salah satu kupu-kupu itu hinggap di telepak tangan nenek itu dan menyandarkan kedua sayapnya dengan manja pada kulit yang sudah dipenuhi keriput. Sementara kupu-kupu yang satu hinggap di ujung ranting Sono yang menjuntai ke bawah tepat di depan wajah sang nenek."Terima kasih nenek....terima kasih, engkau sudah bersedia menari bersama kami. Adakah engkau kini merasa lelah.......?"

Nenek itu tersenyum lembut mendengar sapaan kupu-kupu yang ada di telapak tangannya. "Benar, kupu-kupu yang manis. Aku sudah merasa lelah. Tulang-tulangku tidak seperti dahulu lagi ketika aku masih muda, tidak selentur ketika aku masih kanak-kanak dan remaja" "Aahh...andaikan ada makhluk tidak pernah menjadi tua, betapa bahagianya makhluk itu." Seru kupu-kupu yang hinggap di ujung ranting. Nenek itu tersenyum lembut menatap kupu-kupu yang berbicara, "Ada yang datang, ada yang pergi. Ada kedatangan ada kepulangan. Yang datang suatu saat akan pergi. Itulah hukum alam. Kitapun demikian sahabat keciku. Kita pernah datang sebagai bayi yang lemah dan akan pergi dalam keadaan selemah bayi." "Benar demikian, Nek? Apakah kamipun akan mengalami hal itu? Apakah kamipun suatu saat akan kembali menjadi ulat? Aahh......kapan itu akan terjadi?" Seru kupu-kupu di ujung ranting dengan nada gamang.

"Tidak sayang, kalian tidak akan menjadi ulat lagi. Proses yang kalian alami tidak akan berulang lagi, tetapi kekuatan kalian akan melemah seperti ketika pertama kali kalian menetas sebagai ulat. Suatu saat nanti, kalian tak akan mampu lagi menggerakkan sayap kalian. Suatu saat nanti kita semua harus pasrah bahwa kita harus pergi dari dunia fana ini." jawab nenek itu dengan pandangan menerawang jauh seolah ingin menembus saat yang telah menanti di depan.

"Lalu.....kemakah nanti kita akan pergi?" Tanya kupu-kupu di telapak tangan sembari menggerakkan sayapnya untuk terbang. "Kepada asal kita datang......" Sahut nenek itu perlahan. "Dimanakah itu, Nek? Ceritakanlah kepada kami ke mana kita mengenali tempat dari mana kita datang dan ke mana kita semua nanti akan pergi." "Mmmm...aku rasa, itu bukan perkara sebuah tempat sahabat-sahabat kecilku, karena sebuah tempat hanya akan menjadi wadah bagi wujud, tetapi dari mana hidup kita berasal dan kemana hidup kita akan menuju bukanlah perkara wujud jasmani.
"Lantas.......? Serempak kedua kupu-kupu itu bertanya penasaran. "Kebersamaan dengan Sang Sumber Hidup. Entah akan berada di mana kita tidak tahu. Tetapi hidup bersama dengan DIA, dimanapun juga kesanalah kita semua akan menuju."

Kedua kupu-kupu terdiam, nenek itupun diam, hanya semilir angin yang membawa desahan ringan menyusup di sela-sela keheningan yang sedang mereka geluti. "Mungkinkah suatu saat kita tidak bersama dengan DIA?" Tanya salah satu kupu-kupu itu datar. "Jangan takut, tak perlu kalian khawatir DIA Sang Sumber Hidup akan datang ke dalam kehidupan ini. DIA akan mengankat kehidupan ini, DIA akan menyelamaukan kehidupan ini karena kasihNya." sahut nenek itu lembut.

"Mungkinkah DIA akan menyelamtkan kami. Kami hanyalah seekor kupu-kupu yang tak berarti, tidak seperti engkau, Nek yang adalah manusia. Kami tidak seperti manusia yang ditakdirkan sebagai makhluk yang mulia." "DIA adalah kasih, jadilah diri kalian sebagai ungkapan kasih-Nya. Tarikanlah tarian kasih-Nya, maka DIA akan merengkuh kalian dengan penuh kasih."
(Oase)












{Yustinus Setyanta}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar