Persoalannya sebeneranya adalah pada diri sendiri. Aku selalu terpusat pada diriku sendiri, bagaimana supaya aku. Orang lain aku anggap sebagai obyek yang akan mendukung dan mengakui harga diri. Aku memuji orang lain supaya orang lain memujiku, menghormati orang lain supaya orang lain menghormati, dan aku menghargai orang lain supaya orang lain menghargai.
Memandang orang lain sebagaimana adanya. Memuji, menghormati, dan menghargai tanpa diembel-embel "supaya aku........," itulah yang tidak pernah terjadi. Permenungan akan Yohanes Pembaptis (Mrk 6: 17:29), mengajari aku agar bisa menggunakan "supaya kamu..........." Setahap demi setahap aku berlatih untuk melakukan dan menghayatinya dalam setiap tindakan dan sikap terhadap orang lain. Supaya kamu...........ya, supaya kamu dan bukan malah supaya aku. Supaya mereka......dan bukan supaya kita. Di sinilah mulai belajar, berlatih untuk menyangkal diri.
{Yustinus Setyanta}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar