Kadang aku merasa bahwa Allah demikian jauh, demikian tidak peduli akan hidup ini. Ketika harus melihat sanak-saudara atau teman yang mengalami penderitaan, sakit dan tidak kunjung sembuh, hidupnya selalu ada dalam kekuramgan, atau harus mengalami cacat semenjak lahir.
Mungkin aku adalah satu dari orang-orang yang demikian mudah melihat bahwa Allah tidak adil. Jika DIA Maha Kasih, mengapa pula DIA membiarkan manusia hidup dalam penderitaan! Jika DIA Maha Sempurna, kenapa pula menciptakan ketidaksempurnaan pada manusia? Demikian mudah goyahnya kepercayaan akan diri-Nya.
Barangkali ada banyak orang di luar sana yang juga kadang berpikir seperti aku. Dalam situasi seperti itu, maka dengan mudah menyimpulkan bahwa ketika seseorang hidupnya selalu sehat, dalam kelimpahan harta, dan perpandang, mereka itu yang hidupnya sempurna maka mereka yang dikasihi Allah. Lalu akupun membayangkan jika hidupku ini sempurna. Jika aku berlimpah kekayaan, jika aku tidak pernah sakit dan mampu melakukan banyak hal, maka aku akan merasa betapa aku dikasihi oleh Allah.
Tetapi jika aku jatuh dalam penderitaan, jika tidak mampu berbuat apa-apa karena miskin harta, jika menjadi orang yang sama sekali tidak diperhitungkan oleh orang lain, aku merasa jauh dari kasih Allah. Di dalam pandanganku, bukan aku yang berdiri di wilayah abu-abu, tetapi Allah. Sosok Allah seolah kutempatkan di tempat yang baik pun tidak, jahat juga tidak. Sempurna tidak, namun tidak sempurna pun juga tidak.
Semua itu ternyata terjadi hanya karena aku memandang bahwa hidup itu saat ini, dan hanya saat ini. Hidup itu hanya kenyataan yang terjadi di muka bumi ini, selebihnya selesai sudah. Sedikit demi sedikit DIA meyakinkan aku, bahwa hidup ini bukan hanya saat ini. Bahwa ada hidup yang tidak lagi pernah mengalami kematian. Ada hidup yang senantiasa berada dalam kesempurnaan dan kebahagiaan. Dan semua itu hanya disa didapat, hanya bisa ku alami jika aku mau belajar untuk menyadari kasih-Nya yang tiada henti. Setiap kejadian, keadaan yang sesulit apapum, yang sangat menyakitkan atau penuh dengan penderitaan, adalah sarana untuk belajar melihat dan mengalami kasih-Nya. Di dalam sebuah penderitaan, di sana ada kesempatan emas bagiku untuk belajar mendengarkan apa yang sebenarnya DIA kehendaki. Di dalam sebuah kebahagian, di sana ada kesempatan emas bagiku untuk berbicara dengan-Nya, mengungkapkan syukur atas kasih-Nya. Sungguh DIA tidak pernah berhenti mengasihi, baik dalam hidup yang penuh penderitaan maupun kebahagiaan.
{Yustinus Setyanta}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar