Di sebuah hutan hiduplah seekor burung pipit. Ia hidup di hutan itu bersama kawan-kawannya yang lain. Mereka hidup dengan damai. Namun terdengar kabar bahwa hutan akan dihancurkan. Karena itulah, pipit mencari perlindungan. Ia bertemu seekor burung merak yang berbulu sangat indah.
"Hey burung pipit, kapan kamu akan tumbuh besar?" kata merak mengejek.
"Takdirku memang kecil, merak," jawab pipit sedih.
"Lalu kapan bulumu itu berubah warna jadi indah?"
wajah pipit berubah muram. Ia semakin sedih mendengar ejekan merak.
"Buluku memang tak akan seindah kamu, tapi janganlah sombong merak."
"Hey pipit, kalau badanmu tetap segitu dan bulumu tak berubah warna, kamu tak akan bisa menyelamatkan diri dari manusia. Meski aku tak sekuat elang, buluku sangat indah. Pasti manusia suka dengan buluku dan tak akan membunuhku. Mereka akan memeliharaku."
Setelah obrolan itu terbanglah pipit, dan di tengah perjalanan pipit bertemu elang.
"Hey, pipit apa dirimu sudah mendengar berita tentang hutan kita ini?"
"iya, elang" "Aku adalah burung perkasa, aku pasti bisa menjaga hutan ini."
"Hey, pipit kalau kamu tak bisa melawan mereka, kau akan ikut dihancurkan!"
"Bukankah kamu akan mempertahankan hutan kita ini elang?"
"Aku adalah burung yang kuat, aku mampu menjaga diriku sendiri, kalau kamu jadi burung perkasa seperti aku, kamu juga akan bisa selamat"
Sesaat setelah mengejek pipit, elang kembali terbang meninggalkan pipit. Si burung pipit pun mulai beranjak pergi dari tempat itu, lagi-lagi di tengah perjalanannya pipit bertemu burung beo.
"Wahai burung pipit kamu pasti sudah mendengar kabar kalau hutan kita akan dihancurkan. Siapa yang kuat, ia akan selamat"
"Aku sedang mencari seseorang yang mampu menyelamatkanku, beo."
"Hahahahaa....kasihan sekali kamu pipit. Meski tak sehebat elang, aku mampunyai kehebatan meniru suara manusia. Mereka banyak yang mengidolakan aku karena keindahan suaraku itu. Manusia pasti akan memeliharaku nanti"
"bahkan mereka juga selalu mengikutkan aku dalam perlombaan kicau burung. Jika aku menang, aku semakin disayang" tambah si beo. Pipit semakin galau, kegalauannya sampai memuncak tingkat propinsi, semakin sedih. Ia hampir putus asa, matahari kian miring kebarat, hari semakin gelap. Hari makin berganti. Namun masih ada beberapa hewan yang masih bertahan. Hanya monyet yang masih bergelantungan seakan tak peduli. "Hey, monyet, mengapa kau masih saja ceria sedangkan hutan kita terancam?"
"Pipit apa yang kamu khawatirkan sayang?"
"Kalau hutan kita dimusnahkan manusia, kita akan ikut dimusnahkan juga, monyet. Kita akan mati!" teriak pipit keras.
"Hahahawkwkwkkkk....." gelak tawa monyet mengundang tanya pada hati pipit.
"Mengapa kau malah tertawa monyet?" tanya pipit bingung. "Yang dimusnahkan manusia adalah yang menguntungkan manusia. Aku tak membawa keuntungan apa-apa untuk mereka. Aku tak memiliki bulu indah seperti merak, tak juga punya suara merdu seperti beo, aku juga tak bisa sekuat elang. Apa yang dicari manusia dari diriku?"
"Betulkah? Bukankah yang menguntungkan manusia justru akan dipelihara?"
"kau salah pipit. Manusia akan mengambil bulu indah merak, menjual suara merdu beo dengan menyuruhnya bernyanyi tanpa henti agar orang mau membeli beo, juga memajang tubuh elang di museum untuk dipertontonkan kegagahannya" Belum lama pipit berjalan, tiba-tiba terdengar suara,
"Aadduuuhhhh..."
"Siapa itu?" pipit mencari tahu. Pipit menoleh ke kanan dan ke kiri namun tak menemukan sesuatu. "Ini aku, semut di bawah kakimu."
"Oh, semut maaf yah. Aku tak lihat kamu."
"Aku memang sangat kecil, di bawah dan selalu diinjak-injak," sahut semut dengan sedihnya"
"kalau gitu kamu di atas saja semut," kata pipit menasihati. "Aku tak bisa terbang seperti kamu, pipit."
"Oh, iya kamu kan tak punya sayap seperti aku."
"Tadi puluhan manusia menginjak-injakku, aku seperti tidak berharga, tak berguna" Pipit terbelalak kaget mendengar ucapan semut.
"Betulkah semut?"
"Iya, mereka masuk hutan kita dan membawa teman-teman kita yang hebat, kuat" Pipit semakin terkejut. "Siapa semut?"
"Si merak yang memiliki bulu indah, elang yang gagah perkasa dan beo yang bersuara merdu. Mereka yang dicari manusia."
"Apa!!" pipit seolah tak percaya apa yang terjadi.
"Aku memang tak sehebat mereka, pipit. Namun aku sangat bersyukur karena kekuranganku ini, aku selamat dari bahaya".
Pipit tersenyum bahagia, lega dan legawa. Apa yang dikatakan semut benar. Kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya tak selalu mendatangkan keburukan pada dirinya.
Sekian.
Oleh : Yustinus Setyanta
Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar