Sabtu, 05 Oktober 2013

TERIMA KASIH

Ada relity show di televisi lokal yang cukup menarik. Acara tersebut menonjolkan sosok seorang ibu rumah tangga yang akan pergi ke sejumlah tempat dan berbalanja di toko-toko kecil. Tugasnya sederhana. Sementara ia berbelenja untuk aneka kebutuhan sehari-hari, ia hanya ingin mendengarkan apakah ada dari para penjual itu yang mengucapkan terima kasih tatkala ia memberikan uangnya.
Sesederhana itu. Bila ada penjual atau siapa pun yang mengucapkan terima kasih kepadanya, maka ibu ini akan memberikan uang senilai Rp 50.000,- Tetapi, apakah mudah mencari orang yang mau mengucapkan terima kasih atas urusan-urusan yang kelihatan sudah mekanika itu? Ternyata tidak.
Dalam satu tayangan yang sempat saya tonton itu, ternyata baru setelah ke-10, terucap kata terima kasih dari sang penjual. Karuan, ia pun mendapatkan uang kaget, sementara ibu sudah pergi menjauh.

"Terima Kasih" memang kata sederhana, tetapi tak sederhana dan tak mudah orang mengucapkannya. Banyak dari kita, dalam interaksi dengan orang lain, mingkin merasa semuanya sudah merupakan bagian dari interaksi; ada uang, ada yang kita mau. Begitu yang kita mau di dapat, ya sudah, habis perkara. Terima Kasih? Bukankah orang tadi sudah kita beri uang, dan harusnya dia yang berterima kasih. Mungkin begitu kita sering berpikir.

Seharusnya, memang dalam banyak perkara kita berteima kasih. Kita berterima kasih sempat hidup di dunia ini, dengan segala kesenagan dan tantanggannya. Kita perlu berterima kasih untuk orang-orang terdekat. Bukankah ada peribahasa yang menyebutkan " there always laughter after pain, there's always rainbow after rain"? Sepotong kata "terima kasih" kerapkali memberikan makna yang sangat dalam. Misalnya seorang atasan berterima kasih kepada pegawai rendahan, kata ini akan terus melekat. Seorang junior akan terus mengigat hal-hal apa yang telah di lakukan sang senior. Buat sang senior tak ada yang istimewa, tetapi untuk sang junior, perhatian kecil yang diberikan padanya telah memberikan amunisi hidup yang luar biasa untuk terus maju.

Terima Kasih mencerminkan "KASIH", ungkapan tulus yang dalam. Berterima kasih harusnya tak sekedar basa-basi, karena mencerminkan bahwa kita sadar ada manusia lain di hadapan kita. Dengan berucap kata tersebut, kita me-manusia-kannya.

Pernahkah kita merasa sangat terganggu, justru karena kita lupa mengucapkan terima kasih kepada seseorang yang punya arti penting dalam hidup kita? Ya, barangkali kita lupa berucap terima kasih kepada orang tua kita, anak kita, kepada guru kita, kepada teman-teman kita, kepada sudara-saudra kita, bahkan kepada pembantu rumah tangga, sopir, satpam, dan office boy

Dalam pengalaman hidup si penulis, hal ini terjadi.pernah seorang teman lama sudah sering mengajak untuk bertemu, hanya untuk sekedar ngobrol. Karena sibuk, pertemuan itu tak kunjung trecapai. Lalu apa yang terjadi? suatu pagi hari buta, pesawat seluler ku berbunyi, dan masuk pesan singkat: teman ini meninggal karena kecelakan lalu lintas di luar pulau, saat ia sedang bertugas. Tak terkira rasa menyesal yang sungguh dalam. Karena menunda, saya kehilangan kesempatan untuk bisa berjumpa dan berbicara dengan kawan ini. Saat melayat ke rumah duka, di samping tubuh yang terbujur kaku, saya mengucapkan doa, sembari mohon maaf, sekaligus berterima kasih atas persahabatan belasan tahun yang telah terjalin.
Mungkin ia tak lagi bisa mendengarkan ucapan saya, tapi mungkin justru dia lebih mendengar. Yang pasti saya kehilangan kesempatan berjumpa, yang berarti berterima kasih untuk mau terus barsahabat. Mudah-mudahan saya maupun anda tak kehilangan kesempatan berterima kasih kepada orang di dekat kita.

Demikian postingan saya semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima Kasih.

Yustinus Setyanta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar