Kamis, 24 Oktober 2013

DI SEPINYA MALAM

     Gerimis tba-tiba muncul dari celah langit dan malam kian larut akan tetapi kantuk belum juga tiba. Aku duduk di depan beranda rumah jalan lengang pohon kelengkeng berdiri sunyi tiada bunyi selain tetes gerimis dari atas atap yang seakan menggema di hatiku. Seekor kucing kecil kurus melintas tanpa menoleh kanan kiri. Dan angin pun lenyap membuat dedaunan pohon depanku jadi beku semuanya seakan-akan hampa. Saat-saat seperti ini pun mampu membuat jiwa merasa tenang dan damai asal kita mau menikmatinya. Jika kita mau merasakan bahwa kehidupan ini bagaimana pun adanya mutlak ada dalam perasaan kita sendiri. Tak seorang pun yang mampu memaksa kita untuk bersedih jika kita menolaknya sebaliknya tak seorang pun yang mampu membuat kita bahagia apa pun caranya, jika kita tak mengiginknnya. Tubuh kita hanya sekedar daging dan tulang yang tanpa arti jika kita tak memiliki perasaan. Maka di sepinya malam saat ini aku mencoba untuk menikmatinya. Betapa hening itu indah.

     Tak ada kesunyian yang abadi sama seperti tak ada keramain yang kekal. mereka yang mengharapkan kesunyian abadi hanya akan menemui kerinduan yang mendalam dan mereka yang mencintai keramaian kekal hanya akan menemui kesepian dalam kehidupanya. Sebab segala sesuatu ada waktunya ada  masanya tulisan Penghotbah "untuk segala sesuatu ada masanya untuk apa pun di bawah langit ada waktunya"

     Memang demikian hidup ini berjalan maka soal bagaimana menghadapi kesunyian diri atau bagaimana menerima keramaian dunia, melainkan menemukan keseimbangan dalam pengalaman tersebut. Sebuah lagu yang indah pasti mengundang saat-saat tertentu dimana musik berhenti agar kita bisa menikimati keindahan iramanya, meresapkan ke dalam jiwa nada yang telah lewat untuk dapat menagkap esensinya.

    Sesungguhnya memang setiap momen dapat kita nikmati dan setiap peristiwa mampu kita lalui bilamana kita tahu saat-saat untuk berhenti di sela karut marut hidup ini. Dan merenungkan serta belajar dari semua pengalaman yang terjadi. Semua peristiwa memiliki dua sisi sepahit, segetir apa pun, selalu akan mengandung sisi yang manis. Demikian pula dalam momen yang manis selalu menyimpan sisi pahitnya sendiri. Tak ada yang berdiri sendiri. Semua punya waktunya.

   Maka siapa pun yang mengiginkan kekalahan dunia yang fana ini akan kecewa. Mereka yang mengharapkan kesempurnaan akan gagal untuk hidup secara layak. Kelemahan kita justru merupakan suatu kekuatan kita. Ketidak-kekalan kita justru merupakan sebuah anugerah. Kita harus belajar menerimanya sebagai pengalaman dalam hidup yang berjalan. Hidup memang adalah suatu sarana pembelajaran.

    Jadi apa bila saat ini kita tertawa nikmatilah tanpa perlu meratapi tangis yang kelak akan terjadi. Dan apa bila kita menangis nikmatilah dengan kesadaran bahwa sesaat kemudian tawa kita dapat lepas. Bersama waktu, kita akan berjalan terus dan kita harus mengalami dan belajar dengannya sepanjang kehidupan kita. Sebab ada waktu untuk tawa, ada waktu untuk menagis, ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari.

   Demikian kita harus hidup tanpa sesal berkepanjangan. Keseunyian dan keramaian akan datang silih berganti. Tawa dan tangis akan saling berganti menjadi pengalaman yang berarti bagi kita. Hidup ini adalah memahami dan dalam pengalaman itu kita belajar untuk menerima. Menerima apapun juga yang terjadi sebab semua akan ada akhirnya. Semua akan ada masanya. Hiduplah dengan pengalaman itu. Apa adanya. Sebagaimana mestinya.



Yustinus Setyanta
Jogja"11




Tidak ada komentar:

Posting Komentar