Aku terbaring di lapangan kota. Aku tengkurep di pasar kota. Aku tergeletak di lantai gereja. Aku terperosok di selokan jalan raya. Dan, kini aku tidur di pinggir tembok basilika. Tubuhku penuh luka. Kakiku luka. Tanganku luka. Badanku luka. Kepalaku luka. Mataku luka. Telingaku luka. Mulutku luka. Hidungku luka. Hatiku luka. Otakku luka. Perasaanku luka. Pikiranku luka. Jiwaku luka. Bahkan, namaku pun penuh luka. Siapa aku? Tak perlu kau tahu. Aku telah terluka. Aku menderita. Aku penuh luka.
Orang-orang lewat di depan ku, tak ada yamg peduli padaku. Polisi kota mengusirku karena aku di angap perusuh, pambuat onar, pelangar kamtibmas, dan sampah masyarakat. Tak ada yang membelaku. Mereka takut berurusan dengan polisi bila membela aku. Aku tak bergerak. Seorang gadis datang padaku. Ia tak takut polisi rupanya. Dengan penuh perhatian ia memeriksa keadaanku tanpa menyentuhku. Mungkin ia enggan menyentuh luka-lukaku. "Ah, dia terluka" bisiknya lirih. Ia memandang langsung ke mataku yang luka. "Matamu juga luka. Bisakah melihat aku?" dia bertanya padaku. Aku tak bisa menjawab. Ia maklum. Lalu, diam dan memandangku. Lama sekali. Lalu, ia melihat sekeliling tak ada polisi, tak ada wartawan, tak ada dokter, tak ada pastor, tak ada suster, tak ada peziarah, dan tak ada orang lalu-lalang. Ia melihatku sekali lagi, lalu bertanya lirih seolah untuk dirinya sendiri, "Di manakah manusia sekarang?" Ia menoleh kebelakang. Matanya terumbuk pada salib besar di puncak basilika. Ia merenung sejenak, lalu beranjak pergi entah ke mana, dengan meninggalkan pertanyaan kedua buatku, Di manakah Tuhan sekarang?" kini aku sendiri. Hanya di temani sunyi. Ah, alangkah tragisnya. Aku coba bergerak, tapi badanku terasa lemas. Semua sakit. Tapi, aku harus berjalan lagi. Sebab tak ada yang bisa kulakukan selain jalan.
Berjalan adalah aku. Aku datang entah dari mana. Aku sekarang entah di mana. Aku berjalan entah kemana,. Kubarjalan dari satu tempat ke lain tempat, meninggalkan jejek-jejek luka. Kuberjalan dari matahari terbit ke matahari terbenam. Kuberjalan dalam waktu, dari masa silam menuju ke masa depan. Ya, 'kan kubawa luka-luka ini ke masa depan. Mau tak mau. karena aku belum sembuh, dan tak 'kan sembuh, sedangkan waktu tak bisa ku hetikan. Biarlah, aku tak peduli, sebab manusia juga tak peduli padaku. Luka-luka ini akan di wariskan kepada anak cucu mereka. Mereka tidak tahu, ketika mereka menjauh dariku, virus luka ini telah menyerang mereka. Semua 'kan terluka seperti aku. Inilah generasi luka. Hadiah untuk masa depan yang kabur. Sebuah dunia penuh luka. Alangkah tragisnya. Tapi, itulah yang terjadi.
Kuseret tubuhku kegerbang kota. Di situ aku tergeletak lagi, gerbang ini menyimpan sejarah luka. Tertulis dengan keringat dan darah manusia-manusia penyusun batu-batu raksasa ini menjadi gerbang megah. Ya, manusia-manusia terluka dengan tenaga kuda yang juga terluka. Ini sebuah kisah penuh luka demi sebuah kemegahan yang juga luka. Alhasilnya, sejarah kemegahan adalah sejarah luka-luka. Justru itulah yang dibuat oleh manusia. Bah, alangkah tragisnya!!. Kini aku mau disini menunggu mati. di saksikan oleh gerbang ini, agar namaku juga tercatat dalam lembaran sejarah luka yang di simpannya. Bagiku, kematian ini akan menyambuhkan luka-lukaku. Yaa...kematian adalah obat paling ultim bagi luka-luka kemanusiaan. Semuanya 'kan berakhir dengan kematian. Sudah Selesai dan tak ada lagi derita luka. Cuma ada cerita luka. Tersimpan dalam memori gerbang kota ini. Generasi berikutnya akan membacanya sambil menyebarkan luka-luka mereka. Apakah sejarah manusia melulu adalah sejarah luka-luka? Alangkah tragisnya.
Aku jadi teringat akan si gadis yang menegokku tadi. Di mana ia sekarang? Aneh, tadi ia bertanya di mana manusia sekarang dan sekarang aku bertanya di mana ia sekarang. Ia mencari manusia dan aku mencari dia dalam kesekarangan yang mengalir dalam waktu. Dan kemencarian ini pun terluka. Ah........kuberharap bertemu lagi denganya dan akan aku katakan padanya bahwa manusia ada di gerbang kota, penuh luka-luka menganga, mananti mati, mewariskan luka. Jika ia sekarang mencari manusia, maka ia hanya akan menemukan jejak-jejak manusia yang lari bersembunyi di balik ketakutan "Zaman sekarang ini zaman katakutan. Dan, ketakutan paling parah adalah ketakutan terluka. Lalu, manusia menemukan cara untuk tidak terluka, yaitu membuat manusia lain terluka. Ya, menebar luka di zaman ketakutan ini adalah pilihan untuk melindungi diri dari ketakutan. Dengan itu manusia bersembunyi. Tapi, manusia yang bersembunyi adalah manusia yang juga terluka." Astagaaa! Alangkah tragisnya!!
Entah berapa lama aku larut dalam perenunganku yang kacau balau sepeeti itu. Perenungan yang juga luka. Bah, semuanya luka. Tak ada lagi yang tersisa. Di mana dia si gadis itu? Ah.....,Kangenku padanya pun menjadi luka. Jam berapa sekarang? Kupandang matahari. Hmmm....telah lewat titik kulminasi dan sedang mengelincir ke barat. Kuberbaring sendiri di sini, Hanya sunyi menemaniku. Tapi.....apa itu? Kudengar derap langkah kaki ribuan orang. Tak lama kemudian penuh seseklah gerbang kota dengan manusia. Semua sama sepertia aku sama-sama terluka. Si gadis itu berdiri berdiri paling depan dengan sekujur tubuh penuh luka persis sama seperti aku. Juga polisi kota yang mengusirku berdiri di sampingnya dengan tubuh penuh luka. Perlaha gadis itu mendekati aku dan berkata lirih: "Kawan, telah kutemukan di mana manusia sekarang" Aku tersenyum den mengangguk lemah.
"Tapi, di manakah Tuhan sekarang?" Aku diam, ia juga diam. Semua manusia luka di gerbang kota diam. Hanya sunyi. Tapi, pertanyaan gadis itu menggaung keras di seluruh batin yang terluka, menembus tembok gerbang kota, menggelinding ke seluruh penjuru dan meringkuk diam di ruang-ruang kepala, gereja, katedral, dan basilika yang sunyi senyap tanpa penghuni. Ruang-ruang yang juga luka. Dengan terhuyung-huyung aku berdiri, memandang langit, matahari kian miring ke barat. Sekarang pukul tiga petang. Kubuat tanda salib lalu tumbang menuju dunia orang mati. Si gadis dan semua manusia luka memandang adegan itu dan berkata lirih satu sama lain, "Dia telah mati!"
Si gadis kini mengerti, di mana Tuhan sekarang, ia pun membuat tanda salib dan berbaring dengan senyuman di bibir. Hanya dua hal yang telah kuwariskan: Luka dan TANDA SALIB. Amin
Sekian.
Thanks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar