Kamis, 07 Januari 2016

DI SANA GUNUNG DI SINI BUKAN GUNUNG

     Perlahan-lahan kendaraan yang kami tumpangi melewati jalanan yang berliku, rusak parah dan dipenuhi dengan lumpur kecoklatan. Di sebelah kiri kami berdiri tebing yang terkelupas, nampak rapuh dan sesewaktu mungkin akan longsor. Di sebelah kanan menganga jurang yang cukup dalam dan menakutkan. Tak banyak pepohonan yang tumbuh rimbun. Senja menjelang tiba, namun di kejauhan masih nampak sayup bayangan pegunungan yang diterpa cahaya petang dalam warna kuning keemasan. Deretan bukit-bukit yang berwarna gelap dengan dasar melebar dari sebuah sungai yang mengering dan hanya menyisakan hamparan batu-batu kali. Dengan menderu-deru, kendaraan kami merangkak naik, terus naik. Dan gelap malam pun perlahan mulai menutupi pandangan kami.
Fajar menyingsing. Hari baru tiba. Dari atas villa sederhana ini, saya memandang ke kejauhan. Suatu panorama yang menakjubkan, deretan pegunungan dan sawah nampak membentang luas hingga ke ufuk pandangan mataku. Samar-samar saya melihat liukan jalan yang telah kulalui petang kemarin. Semuanya kini nampak indah, dan bagaikan lukisan alam permai yang sering kusaksikan di dinding-dinding biro pariwisata. Tak nampak lagi jalan yang rusak, berlumpur dan gersang yang semalam kami lewati dengan susah payah. Panorama yang di kejauhan nampak demikian indah dan memukau, belum tentu seperti itu saat kita sendiri telah berada dan langsung menempuh perjalanan kita di tengah-tengah lokasi itu sendiri. Mungkin akan muncullah jalan yang bopeng, rusak dan dengan susah payah harus kita tempuh agar tujuan kita bisa tercapai.

     Ketika belum kesana melihat gunung adalah gunung yang membiaskan estetika alam yang menawan, ketika sampai disana, gunung tak nampak gunung lagi, tapi ketika meninggalkannya, gunung kembali adalah gunung, pada dasarnya tidaklah belajar apa-apa, tapi untuk makin memahaminya. "Sekarang kau berada di gunung itu, jadi kau tidak melihat gunung yang sebenarnya, tapi setelah kau tinggalkan gunung itu, kau akan seperti diriku, melihat gunung kembali sebagai gunung tapi dengan lebih memahami makna dari gunung tersebut."

Benar, bahwa sesuatu yang nampak indah di kejauhan belum tentu seindah itu jika kita langsung berada dekat padanya. Apa yang kita lihat dengan penuh pesona, apa yang kita pandang dengan penuh rasa takjub dari kejauhan dan selalu membuat kita kagum, belum tentu akan nampak demikian saat kita telah berada dekat padanya. Hidup memang selalu menyimpan misteri-misterinya sendiri. Demikian pula kita selalu memiliki pahlawan dalam hati, profil yang demikian kita kagumi dan kita segani hanya karena kita memandang sosok itu dari kejauhan. Menakjubkan namun tak teraih. Tetapi apakah sosok yang sama masih akan tetap membuat kita kagum dan takjub bila kita dekat dengan dia, bila kita telah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari ketakjuban dan kekaguman luntur, saat kita tahu dan mengenal kelemahan-kelemahan manusiawinya. Sebab, siapakah yang sempurna di dunia ini?.

Mungkin sesuatu yang unik sekaligus menarik memiliki nilai lebih karena bisa membuat orang-orang di sekitar kita penasaran atau malah kita yang penasaran. Tetapi setelah penasaran itu terobati jangan-jangan muncul rasa kebosanan yang tidak sewajarnya lantaran apa yang menakjubkan, apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang selama ini terlihat indah seakan tanpa cacat cela. Semoga kita tidak demikian adanya tetapi sama-sama sadar yang menyadari.


Menghirup kesegaran udara kehidupan dari-Nya. Di antara teman-teman, kawan, sahabat, dan siapa saja yang mendampingi, sosok-sosok yang hangat, ceria, saling menerima segala kekurangan dan kelebihan dan penuh rasa persaudaraan. Hidup sangat bermakna indah apa adanya dalam rangkulan damai sejahtera-Nya.



(Yustinus Setyanta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar